Akhir-akhir ini kita udah nggak asing lagi tentunya dengan berita tentang narapidana yang dibebaskan oleh pemerintah. Dibebaskannya narapidana ini mengingat semakin menyebarluasnya virus covid-19 di berbagai wilayah di Indonesia. Pemerintah mencoba menerapkan ‘sedia payung sebelum hujan’, mengantisipasi sebelum di lapas-lapas terjadi penyebaran covid-19 diantara para narapidana.

Niat baik pemerintah dalam upaya ini, tidak sepenuhnya salah. Bahkan sangat mengkritisi keadaan yang sedang terjadi. Namun langkah-langkah pemerintah dan caranya yang mungkin kurang tepat. Memang, sejak awal terjadi kontroversi dengan dibebaskannya para napi. Banyak yang menanggapi kontra dengan hal ini. Mereka menilai keputusan ini sangat rentan, apalagi ditambah situasi dan kondisi negara yang sedang semrawut akibat wabah covid-19.

Menurut laporan hingga Senin, 20 April 2020, narapidana (napi) yang sudah dibebaskan sejumlah 38.822 orang. Meskipun tidak semua narapidana dibebaskan (narkoba, terorisme, dan koruptor tidak dibebaskan), tetap saja, hal ini akan memperburuk keadaan. Bagaimana tidak? Hingga kini sudah banyak laporan bahwa para napi yang baru saja keluar dari lapas sudah berulah kembali. Ulah-ulah para napi bebas di  berbagai penjuru Indonesia banyak diberitakan di media nasional.

 

Contoh kasus

Salah satu contohnya yang terjadi di Pontianak, Kalimantan Barat. Setelah dua hari dibebaskan, 3 orang napi menggasak barang berharga yakni handphone dan perhiasan. Parahnya, setelah diintrogasi, ternyata mereka telah melakukan 4 curat sejak dibebaskan dari lapas. Sangat disayangkan sekali bukan?

Menyikapi kondisi yang semacam ini, sepertinya pemerintah juga sedang pusing memikirkannya. Baru saja para napi dilepaskan, harus dimasukkan kembali ke dalam lapas. Meski begitu,  pemerintah juga meluruskan bahwa bahwa tindak kejahatan yang ada saat ini tidak sepenuhnya dilakukan oleh mantan napi. Ada juga para pekerja yang sudah menjadi pengangguran akibat PHK besar-besaran oleh beberapa perusahaan.

Belum lagi nih, para napi yang dibebaskan begitu saja tanpa dibekali softskill atau panduan untuk bekerja kedepannya, akhirnya harus mencari uang dengan cara yang tak kenal halal haram. Sudah begitu, mereka harus bersaing para pengangguran akibat PHK, yang harus mencari uang pula untuk bertahan hidup.

Keputusan yang terburu-buru dan upaya pemerintah yang lamban dalam menyikapi akibatnya, sangat disayangkan oleh kita, masyarakat. Kebanyakan dari lapas, hanya melepaskan napi begitu saja tanpa dibekali apapun sehingga mereka linglung ketika dibebaskan dan harus tetap bisa bertahan hidup. Sudah berbagai kebutuhan hidup naik harganya, ditambah lagi sulitnya mencari pekerjaan, mengakibatkan mereka terpaksa untuk melakukan tindak kejahatan.

Mungkin, kita bisa melihat di negara-negara tetangga dalam pemberdayaan napi yang dibebaskan. Di Malaysia, para napi diajarkan keterampilan menjahit dan mereka diminta untuk memproduksi Alat Pelindung Diri (ADP), untuk memenuhi kebutuhan ADP di negara tersebut. Adalagi di Turki, para napi diberdayakan menjadi tenaga produksi ADP dan masker untuk memenuhi kebutuhan di rumah sakit. Eloknya, mereka mampu memproduksi 1,5 juta ADP dan masker dalam sebulan. Kapan Indonesia bisa begini?

Napi tidak hanya dibebaskan, namun juga diberdayakan untuk kemaslahatan masyarakat. Peran pemerintah dan masyarakat untuk berkolaborasi, misalnya pemerintah membagi para napi untuk diletakkan di LSM atau pabrik yang memproduksi kebutuhan disaat wabah seperti ini. Malah menguntungkan bukan? Daripada hanya dilepaskan begitu saja, malah merugikan dan meresahkan masyarakat.

Semoga pemerintah segera bertindak cepat dalam menyikapi keadaan saat ini agar tidak ada lagi kasus-kasus baru yang meresahkan warga.

 

Penulis: Syauqi Marsa

Ilustrator: Ni’mal Maula