Ketika kita berbicara mengenai perempuan, apa yang terbenak di dalam pikiran kita? Apakah memasak? Menyapu? Menjadi seorang ibu? Mungkin hal-hal seperti itulah yang terpikirkan oleh kita. Namun, ada seorang perempuan yang jauh melampaui sekedar pekerjaan rumah tersebut di bumi pertiwi. Dia adalah sosok yang bisa membangkitkan semangat bagi perempuan yang lain. Ya, Kartini namanya.

Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Pada zamannya, dia adalah salah satu wanita Indonesia yang diperbolehkan untuk bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Kartini belajar banyak hal di sana. Dia bisa berbahasa Belanda. Sehingga ketika di rumah, dia bisa belajar sendiri, membaca, dan menulis surat kepada teman teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Kartini juga banyak membaca majalah, koran, berita berita yang ada sehingga dia tertarik dengan kemajuan berpikir wanita Eropa.

Dia meratapi buta huruf di kalangan perempuan karena tidak tersedianya peluang pendidikan bagi mereka. “Kami gadis gadis jawa, tidak boleh memiliki cita-cita. Karena kami hanya diperbolehkan mempunyai satu impian, dan itu adalah dipaksa menikah hari ini atau esok dengan pria yang dianggap patut oleh orangtua kami.”

Karena keprihatinannya itulah, Kartini kemudian banyak menulis. Dia banyak menulis surat kepada teman-temannya yang ada di Belanda. Dan dari tulisan-tulisan itu kemudian dikumpulkan menjadi satu, kemudian dibukukan menjadi satu buku yang kini terkenal dengan “Habis gelap terbitlah terang.” Buku itu banyak mendapatkan respon positif dari banyak kalangan. Dan kemudian banyak diterjemahkan kedalam banyak bahasa.

Dengan menulis, Kartini bisa mendirikan sekolah. Yang pada akhirnya, banyak  perempuan Indonesia menjadi cerdas. Dengan menulis, Kartini menjadikan banyak orang menjadi tidak buta huruf. Dan dengan menulis pula, Kartini memperjuangkan hak perempuan menjadi tidak direndahkan dan sama, layaknya dengan laki laki. Karena memang sudah seharusnya, perempuan juga bisa belajar sehingga menjadi orang yang cerdas layaknya seorang laki-laki pada masa itu.

Sudah menjadi kewajiban kita semua, untuk selalu memperjuangkan apa yang menjadi hak kita. Setiap manusia memiliki haknya masing-masing. Dan semua orang berhak untuk menjadi orang yang cerdas dan sukses atas perjuangannya.

***

Kartini adalah sosok perempuan yang layak ditiru. Menjadi seorang pribumi bukanlah sebuah halangan untuk melihat dunia lebih luas. Tantangan yang dihadapi perempuan hari ini mungkin tidak sama dengan yang dihadapi Kartini hari kemarin. Tetapi sebagaimana “sehabis gelap terbitlah terang”, halangan dan rintangan pun pasti ada jalan keluarnya.

21 April. Selamat hari perempuan sejati. Selamat hari Kartini!

“Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya.”

 

Penulis: Dzakiyuddin Izzulhaq

Ilustrator: Ni’mal Maula