Temen-temen pada tau nggak sih, ada band yang namanya Last Child? Band yang berdiri di Jakarta, dengan personel Virgoun dkk. Tapi apa hubungannya sama duka? Jadi, mereka tuh punya lagu yang judulnya duka. Tapi, berduka-nya bukan karena bencana ataupun musibah, melainkan duka karena ditinggal cinta. Eittsss, tapi sesuai judul, kali ini kita nggak akan bahas tentang duka milik Last Child. Lebih sedih lagi, ini tentang duka yang sedang kita hadapi.

Temen-temen udah pada tau dan ngeh kan, kalau Indonesia bahkan masyarakat dunia sedang dilanda apa? Yap,  wabah Covid-19 yang makin hari makin menjatuhkan banyak korban jiwa dan memporak-porandakan sektor perekonomian dunia. Nggak hanya itu, kita yang mayoritas masih menjadi pelajar dan mahasiswa harus study from home, untuk menjaga diri dari penyebaran covid-19.

 

Covid-19 dan Mereka yang Berduka

Beberapa orang tua kita dan orang-orang lain di luar sana terpaksa work from home, bisnisnya sepi, dan bahkan harus kehilangan pekerjaannya karena perusahaannya gulung tikar. Bener-bener menyedihkan. Apalagi kalau dengar banyak pekerja yang harus di PHK dan angka kematian yang dari hari ke hari semakin meningkat. Hingga 16 April 2020, melansir dari Kompas.com, dinyatakan bahwa 496 pasien telah tutup usia di 29 provinsi yang ada di Indonesia.

Meskipun berbagai kebutuhan pokok seperti bahan pangan masih cukup banyak tersedia. Namun, harganya bisa terbilang membumbung tinggi. Bahkan akhir-akhir ini kita juga tak asing lagi dengan istilah panic buying. Dimana memborong banyak bahan makanan pokok untuk kebutuhan di masa pandemi kedepan bukanlah hal asing. Hal ini menjadi salah satu penyebab angka kriminalitas di masa pandemi nggak turun lhoo. Kok bisa? Dengan naiknya harga pangan ditambah banyaknya pekerja yang terPHK menjadikan mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Yang tambah menyedihkan adalah kabar soal seorang perawat yang meninggal karena mengurus pasien covid-19, eh malah ditolak warga setempat karena takut tertular. Coba kita berada di posisi keluarganya, betapa tidak sakit hati. Padahal kan para dokter dan perawat ini yang menjadi garda terdepan dalam membantu dan merawat pasien covid-19.

Selain itu, kita juga kesulitan untuk keluar rumah. Untuk keluar saja, kita diwajibkan menggunakan masker, dan begitu sampai rumah harus mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menyentuh barang apapun. Namun sayangnya, banyak dari saudara-saudara kita masih saja, ngeyel melawan pemerintah. Sudah dihimbau untuk menghindari tempat umum yang ramai, eh masih aja kesana. Alasannya pun ada-ada saja. Ada yang beralasan bosan dengan keadaan dirumah atau Cuma pingin cari udara segar.

Dan yang paling sedih lagi, kita harus menghadapi bulan Ramadan bebarengan dengan pandemi. Ditahun-tahun sebelumnya kita bisa melaksanakan sholat tarawih bersama, ngabuburit, takjilan (buka puasa bersama), dsb. Penerapan Social Distancing membuat kita sementara waktu ini harus menghindari kegiatan-kegiatan tersebut. Tentu bakalan kita bakalan kangen dengan hal-hal tersebut, juga temen-temen yang suka membunyikan mercon atau petasan di tengah jalan.

 

Tetap Khusnudzon dan Ikhtiar

Kita sedang dilanda kesedihan dan duka. Akan tetapi, tetap wajib bagi kita untuk selalu berhusnudzon kepada Allah. Kenapa? Karena Allah mesti punya skenario yang lebih baik di balik ini semua. Bisa jadi ini menjadi peringatan bagi kita untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Atau justru menjadi ujian agar kita lebih menguatkan nilai keimanan dan keaqidahan.

Yang terpenting bagi kita ialah terus berdoa kepada Allah, memohon agar pandemi ini segera berakhir dan duka-duka yang ada segera berubah menjadi sukacita. Selain itu, harus ada ikhtiar lho. Caranya adalah dengan mematuhi peraturan pemerintah dan kesadaran dari diri kita masing-masing agar pandemi ini berhenti meyebar dan kita tetap terjaga.

Stay at home ya guys. Kalau nggak ada kepentingan nggak usah pergi-pergi. Di rumah aja, tapi juga harus tetap produktif. Jangan lupa juga, ibadahnya harus dikuatin. Ingat, kita juga bisa berduka, nggak hanya Last Child dan lagunya.

 

Penulis: Syauqi Marsa