Sinetron. Satu kata yang pastinya familier di telinga masyarakat Indonesia sampai sekarang. Kalau ngomongin soal sinetron, saya rasa ini jagoannya para emak-emak. Kalau sekarang Ikatan Cinta jadi sinetron yang paling digandrungi bahkan sampai trending Twitter. Heran saya kok bisa.

Sinetron jadi alternatif hiburan bagi kebanyakan masyarakat Indonesia. Anak-anak muda saja suka, apalagi orang dewasa. Namun, saya bisa bilang cukup beruntung karena tidak suka menonton sinetron Indonesia. Saya beri tahu banyak hal konyol di dalamnya. Jujur saja ini. Makanya saya tidak suka menonton sinetron. Hadeh.

Namanya sinetron biasanya ada peran protagonis dan antagonis yang biasanya juga berakhir dengan hujatan dari para emak-emak yang ngga terima kenapa akhirnya si A jadian dengan si B atau kenapa si A ini jahat sekali pada si B. Ya, namanya juga sinetron kan semuanya bohong. Gimana sih.

Meskipun saya nggak suka nonton sinetron, ya bukan berarti saya nggak pernah nonton sekali pun dong. Pernah lah. Itu pun nggak sengaja karena beberapa anggota keluarga saya suka nonton. Nggak jarang saya nonton sinetron yang di dalamnya banyak adegan orang kaya dengan rumah mewah. Hal konyolnya adalah adegan orang kaya ini justru bikin saya Geleng-geleng kepala ya sangking absurdnya. Haha.

Pertama, kok bisa ya adegan orang kaya dengan rumah mewah itu selalu sama rumahnya.

Alias itu-itu saja rumah yang dipakai syuting. Oalah, apa nggak ada rumah lain gitu ya. Mana yang dishoot selalu dalam rumahnya saja. Bagian luarnya jarang bahkan hampir nggak pernah dishoot. Kadang saya juga bertanya-tanya, rumah yang dipakai syuting itu rumah siapa sih?

Kedua, kenapa orang kaya di sinetron selalu pakai sepatu hak tinggi di dalam rumah.

Sumpah, ini absurd banget buat saya. Serius. Jadi orang kaya normal nggak melulu pakai sepatu hak tinggi kok di rumah mewahnya. Padahal banyak juga yang bahkan cuma sendalan di dalam rumah.

Saya bingung kalau sudah begini. Padahal si pemeran wanita hanya jalan dari kamar menuju meja makan atau dapur. Tapi, hak tingginya bisa sampai ngalahin mereka yang mau audisi model internesyenel. Ckckck.

Ketiga, pakaian mewah yang nggak jarang ngejreng dan eye catching banget.

Kalau mau tahu, orang kaya juga biasanya suka pakai daster dan sarungan kok. Nggak melulu harus pakai dress dengan pernak-pernik meriah atau setelan jas ke mana-mana. Hadeh. Kadang saya mbatin berlebihan sekali sih.

Keempat, orang kaya kerjanya selalu di kantor.

Kenapa selalu di kantor? Kenapa nggak sekali-kali jadi pengusaha toko kelontong gitu kan seru. Atau jadi pengusaha telur asin gitu. Orang kaya juga nggak semuanya kerja kantoran kale~

Kelima, make up pemeran wanita kaya yang on point terus!

Coba bayangkan menurut saya ini absurd banget karena make up yang terlalu on point malah jadi terkesan berlebihan. Wanita-wanita kaya di sinetron itu ke mana-mana pakai make up. Masa iya tidur saja pakai make up. Makan pakai make up. Jangan-jangan waktu mandi juga pakai make up. Duh, serius terlalu konyol.

Keenam, pria kaya yang ke mana-mana pakai setelan jas.

Heran saya kalau ada adegan pria kaya raya yang ke mana-mana pakai setelan jas rapi. Padahal dia cuma pergi ke minimarket misalnya. Memang nggak bisa ya pergi kaosan sama jeans rombeng saja? Mentang-mentang orang kaya. Huh.

Ketujuh, pasti ada satu atau dua anggota keluarga kaya yang perannya antagonis.

Hobinya merendahkan pemeran miskin yang protagonis. Kerjaannya menindas mereka yang nggak berdaya. Padahal banyak orang kaya yang baik hati ya. Kenapa kalau di sinetron orang kaya terkesan sombong dan berkuasa. Alhasil, dulu saya sempat punya pikiran kalau semua orang kaya pasti sombong. Hahaha.

Sumpah deh kadang saya tahan tawa kalau nggak sengaja lihat sinetron yang narasinya berlebihan seperti itu. Masih banyak adegan-adegan dalam sinetron yang absurd banget. Salah satunya kakonyolan keluarga kaya raya yang ada di sinetron. Inilah alasan saya kadang malas sekali nonton acara-acar televisi Indonesia ya seperti sinetron ini.

Memang sih ciri khas sinetron Indonesia itu karena nggak masuk akalnya. Tapi, mbok ya jangan diborong semua. Cobalah pakai narasi yang bisa dipahami penonton gitu. Jadi kan nggak repot kepikiran. Hadeh.

Editor: Nawa

Gambar: IndoTrends