Saya perempuan. Kata orang-orang, perempuan paling banyak euforia bahagia saat diajak berbelanja—salah satunya ya belanja baju. Saya pun mengamini hal itu. Tapi anehnya bagi saya, punya banyak baju baru tidak lantas bikin saya setiap hari bisa mengganti pakaian lebih dari satu kali. Selalu pakai baju itu-itu saja.

Padahal kalau boleh dibilang, baju (yang terbilang) baru dalam lemari pakaian saya hampir mendominasi. Ha piye, Shopee suka banyak voucher free ongkir dan sering flash sale. Hehehe. Mulai dari baju tidur, baju sehari-hari, baju kerja, sampai baju nongkrong dengan model dan motif yang berbeda-beda semua rapi pada tempatnya.

Tapi di antara baju-baju itu, ada beberapa baju yang saya anggap sebagai baju primadona. Baju yang paling sering saya pakai, dan bikin baju-baju yang lain terbengkalai begitu saja di dalam lemari. 

Karena baju yang saya pakai cuma itu-itu saja, tidak jarang saya dikatai ‘gak pernah ganti baju’ oleh ayah, ibu, dan teman-teman saya. Padahal tidak jarang baju yang saya kenakan adalah baju yang mbulak (baca: warnanya pudar), bolong sedikit, dan molor yang sama sekali tidak layak dipakai berpergian. 

Klambimu seng digawe kok ika-iku terus? Koyok gak tau ganti klami ae. Wingi sek tas tuku klambi terus digawe opo? (Baju yang kamu pakai kok itu-itu terus? Kayak nggak pernah ganti baju. Kemarin barusan beli baju mau dipakai apa?). Begitulah kira-kira omelan ibu saya. Padahal saya pakai baju itu-itu saja karena beberapa alasan berikut:

Satu: Terlanjur Nyaman

Nggak ada yang bisa ngalahin alasan satu ini. Bagi saya baju yang berwarna pudar karena termakan usia, masih sangat layak digunakan karena saya terlanjur nyaman. Ibaratnya gini, kalian punya gebetan (yang mungkin) wajahnya dianggap pas-pasan oleh orang-orang dan kalian terlanjur nyaman. Meskipun jelek dan buluk, kalau memang nyaman ya kalian akan bertahan. 

Nah, hal ini sama dengan saya yang lebih suka pakai baju buluk meskipun banyak baju yang lebih bagus dalam lemari. Asal bajunya masih layak dan saya merasa nyaman, bajunya tetap saya pakai. Nyaman kan nggak perlu alasan.

 Dua: Penuh Kenangan

Meskipun baju yang saya pakai sama sekali nggak eye catch, tapi bagi saya baju penuh kenangan ini sudah seperti teman setia. Dia siap menemani saya kapanpun, kemanapun, dan bagaimanapun kondisinya.

Saking seringnya baju itu menemani saya, warnanya mulai pudar dan bikin siapapun yang melihatnya sudah tidak layak pakai. Padahal baju ini baju penuh kenangan, sayang kalau dibuang begitu saja *insert emoticon sedih*.

Tiga: Selera Pribadi

Udah jelek kok masih dipakai sih?

 Ya udah sih suka-suka. Baju yang jelek dan buluk ini kan baju kesukaan saya. Kenapa kamu-kamu semua yang sibuk komentar? Modelnya saya suka, warnanya juga favorit saya. Baju ini selera saya sekali. Kalau sering saya pakai memangnya kenapa? Ada yang salah? Mengganggu anda, hah? (sambil ngomel-ngomel). 

Kalau sudah selera pribadi, baju baru yang lebih bagus bisa saja kalah sama baju buluk yang dianggap orang-orang sudah nggak layak pakai. Ya kalau seleramu yang kayak begitu, kenapa harus maksain suka yang lain? Begitu kira-kira. 

Empat: Nggak Ada Pilihan Baju Lain yang Pas

Sudah bongkar seisi lemari, tapi cuma baju itu-itu saja yang dirasa pas dipakai di semua acara. Mulai dari acara formal sampai non-formal, baju itu benar-benar kondisional, tau situasi dan kondisi. Wqwqwq

Pasti ada kan, baju yang lebih sedap dipandang tapi hanya pas jika dikenakan di momen tertentu. Nah, pasti ada juga kan baju yang biasa saja tapi pas jika dikenakan di segala momen?

.

Jadi lain kali jika seseorang suka mengenakan baju itu-itu saja dan dia menyandang gelar “manusia yang nggak pernah ganti baju”, bisa jadi ia punya salah satu dari empat alasan saya di atas. Daripada sibuk komentar, lebih baik langsung mentraktir mereka baju baru yang sesuai seleranya. Tapi saya pribadi sih, kalau udah terlanjur nyaman sama baju, sejelek apapun bajunya ya tetap saya pakai. Bodo amat sama komentar-komentar julid.