Wabah Corona atau COVID-19 yang kita alami benar-benar mengubah wajah dunia saat ini, wajah dunia yang biasanya penuh dengan keramaian berubah menjadi keheningan. Bahkan beberapa aspek dalam hidup kita pun berubah, terkhusus bagi umat Islam adalah tradisi lebaran, tradisi yang sangat sakral. Salah satu tradisi yang mempertemukan semua umat Islam, kegiatan yang penuh dengan ukhuwah Islamiyah, semua pasti merindukan lebaran.

Akan tetapi, lebaran kali ini benar-benar berbeda. Lebaran yang identik dengan kedamaian dan kebahagiaan, berubah 180 derajat. Sebelum Ramadan sudah banyak prediksi (hipotesis) tentang lebaran 1441 Hijriah yang menyatakan salat Id di lapangan ataupun di masjid ditiadakan, tidak ada kegiatan bertamu, tidak ada salam-salaman, dan kegiatan-kegiatan yang berpotensi menularkan virus Corona lainnya.

Saya mencoba mengamati dan membuktikan beberapa prediksi diatas, dan benar bahwa sebagian besar prediksi tersebut memang akurat. Beberapa hari sebelum lebaran, pemerintah dan organisasi masyarakat (ormas) khususnya ormas Islam sudah memberikan instruksi untuk tidak melaksanakan salat Id di lapangan ataupun di masjid, tidak melakukan kontak fisik, meniadakan kegiatan bertamu, meniadakan tradisi mudik, dan kegiatan-kegiatan lain yang bertujuan untuk meminimalisir wabah ini.

Menurut saya, ada 4 aspek umum di masyarakat yang benar-benar berubah dan menandakan bahwa lebaran kita memang berbeda:

Aspek Ibadah

Salah satu aspek vital yang sangat berubah adalah salat Id di lapangan atau di masjid yang dipindahkan di rumah masing-masing. Kalaupun ada yang tetap memaksa salat di tempat tersebut, berbagai aturan untuk menyiasati penularan dilakukan seperti: shaf berjarak 1 meter, memakai masker, tidak ada salaman, tidak ada ngobrol selepas salat, mencuci tangan atau membawa hand sanitizer, dan segera pulang setelah salat selesai. Hal ini tentu membuat tidak nyaman karena berbeda dari kelaziman tahun-tahun sebelumnya.

Aspek Sosial

Aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan aturan-aturan lain yang diterapkan oleh pemerintah memberikan dampak sosial yang besar terhadap masyarakat. Sistem sosial di masyarakat pun berubah. Tidak ada salam-salaman, ‘cipika-cipiki’, kegiatan bertamu, membakar kembang api, dan kegiatan-kegiatan sosial yang lain. Masyarakat Indonesia yang sudah terbiasa dengan tradisi diatas, harus dipaksa beradaptasi dengan hal yang sama sekali baru.

Aspek Ekonomi

PSBB/ Karantina Wilayah banyak menimbulkan dampak yang tidak bisa terhindarkan, salah satunya adalah aspek ekonomi. Banyak masyarakat mengalami penurunan pemasukan, pemutusan hubungan kerja (PHK) buruh, tenaga kerja dirumahkan, hingga usaha kecil dan menengah (UKM) yang gulung tikar. Imbasnya hingga ke lebaran, daya beli masyarakat menurun drastis. Tren membeli barang baru, pakaian baru, hingga makanan berkurang.

Aspek Kuliner

Tempat-tempat kuliner banyak yang tutup dan gulung tikar akibat wabah ini. Alternatif lain ditawarkan sebagai solusi melalui pemesanan pengantaran makanan via platform daring. Lebaran ini yang identik memunculkan bermacam-macam jenis kuliner, kini berkurang karena bahan baku yang terbatas dan mahal, ditambah tidak diperbolehkannya kegiatan bertamu membuat masyarakat mengurangi jumlah kuliner hidangan mereka.

Kesedihan semakin bertambah karena banyak milenialis yang terjebak di beberapa daerah sehingga tidak bisa melaksanakan lebaran bersama keluarga.

Namun disamping semua itu, lebaran kita yang berbeda dari tahun-tahun lalu ini alangkah baiknya kita ambil sisi positifnya. Sesuai dengan pernyataan Adlai Stevenso “Would rather light a candle than curse the darkness” (lebih baik menyalakan sebuah lilin daripada mengutuk kegelapan).

Kita masih bisa berkomunikasi melalui media daring, kita masih tetap bisa menjaga tali silaturahmi, kita masih bisa mendapatkan hal yang lebih baik daripada THR yaitu nikmat dari Allah SWT, dan kita pun masih bisa menikmati makanan serta minuman yang ada. Karena hakikat lebaran adalah merayakan kemenangan dengan bersyukur bukan berlebih-lebihan (Ghuluw) dan kufur nikmat.

Penulis: Herlambang Dwi Prasetyo

Penyunting: Aunillah Ahmad