Cewek selalu didefinisikan lemah lembut, sedangkan cowok didefinisikan kuat nan perkasa. Kalau ada nih, cowok ngerasa capek dan menangis, apa iya artinya dia nggak kuat? Saya heran deh dengan persepsi yang beredar. Bukannya definisi manusia sejak lahirnya Nabi Adam ke dunia adalah memiliki nafsu ya, termasuk juga marah, sedih, ataupun senang?

Hak-hak manusia sebagai makhluk biasa tak bersayap, masih seringkali ditakar dalam ukuran gender. Menangis buat cewek, kuat tahan banting bak Ksatria Baja Hitam buat cowok. Akhirnya, semesta membuat cowok merasa dirinya lemah dan nggak maskulin ketika ia menangis. Menangis jadi hal yang nggak wajar buat cowok, entah malu atau alasan terselubung lainnya. Akhirnya mereka lebih sering memilih untuk marah ketika ngerasa sedih. Seperti terpatri sendiri dalam dirinya kalau nangis itu bukan buat cowok.

Padahal nih, apa salahnya coba? Toh sejenak mengambil jeda dan menangis pas sedih bukan hal kriminal.

Di dalam Ilmu Psikologi dikatakan bahwa, “orang yang nggak pernah menangis adalah orang yang nggak bisa mengekspresikan diri sendiri”. Nah loh, gimana hayo? Perasaan dan pengekspresian diri sudah seharusnya seimbang. Masa sedih malah ketawa? Bagi saya sendiri, cowok yang maskulin adalah dia yang berani berekspresi dengan sebenarnya dan menjadi dia apa adanya.

Menangis itu membuat kita lebih kuat terhadap tekanan. Bukankah cowok juga akan lebih kuat setelah belajar dari sedih? Bukan berarti nangis sekali terus diberi gelar lemah dan “ah, kamu enggak maskulin”

Toh ya, walaupun kamu nggak pernah nangis sama sekali, Guinness World Record juga ga bakal ngasih gelar itu. Karena apa? Karena nggak nangis sama sekali nggak bikin kamu jadi orang hebat atau dengan riwayat pernah nangis bikin cowok jadi less masculine. Maskulin bakal terpancar dengan sendirinya dengan tatanan hati dan etika yang lebih baik. Saya bisa memastikan itu.

Setidaknya 10 lembar tisu sudah pernah dihabiskan Ayah saya sendiri. Dan hasilnya, di usianya yang sudah setengah abad ini benar-benar luar biasa. Aura maskulinnya masih terpancar dan menjadi lebih kuat dari waktu ke waktu.

Cowok bukan malaikat. Lalu kenapa sejak kecil ditekankan cowok harus kuat? Nggak usah jauh-jauh, ingat bagaimana kata ibu kalau lihat anaknya jatuh? “Anak cowok harus kuat dong”, “Anak cowok nggak boleh nangis”, “Ayo bangun sendiri, anak cowok kuat”. Secara tidak sadar, stereotip itu membumi di masyarakat. Dan jadi tuman kalau kata orang Jawa.

Padahal nih, kalau pas sedih dan kita nangis, itu salah satu healing tersendiri buat tubuh. Siapa tau kan, setelah beban dilepas satu lalu maskulinnya bertambah. Badan lebih enteng, muka lebih fresh juga. Nangis itu nggak pernah jadi dosa dan menghakimi cowok lemah, jadi jangan pernah buat takut lemah kalau ingin nangis. Ingat! Kita manusia biasa tak bersayap sejak konsep lauhul mahfudz dibuat sampai takdir akhir ditentukan.

Cowok ataupun cewek sama saja sebagai manusia, mereka sama-sama berhak mengekspresikan emosinya. Saya tahu jelas, kalau cowok juga bukan Ksatria Baja Hitam yang bahkan ditembak musuh tetap kuat. Cowok menangis nggak maskulin adalah hal yang sungguh tidak berdasar dan ucapan tuman ini harus segera dihilangkan. Terutama oleh generasi muda milenial.

Penyunting: Halimah
Sumber gambar: Hipwee