Dewasa ini, kita sudah memasuki abad informasi, yakni sekian detik informasi yang kita sebarluaskan akan begitu cepat diterima oleh seluruh masyarakat dunia. Hal itu juga sejalan dan ditunjang oleh perkembangan teknologi yang sangat cepat pula, sehingga tak jarang berita atau informasi hoaks turut larut di dalamnya.

Oleh karena itu, jangan heran apabila kita selaku anak muda sering menerima atau mendapatkan informasi yang simpang siur dan tidak valid. Simpang siur informasi semenjak belakangan ini atau bahkan sudah hampir sejak lama itu telah memenuhi ruang-ruang pikiran manusia. Informasi hoaks tersebut, biasanya memuat informasi yang menggiurkan atau berita yang membuat kita jengkel dan cemas.

Hoaks yang Semakin Merajalela

Jika kita lihat dari sudut pandang sejarah Islam, hoaks sudah ada sejak zaman Nabi. Hari ini pun banyak kita jumpai hadis-hadis palsu atau sejenisnya.

Kita akui bersama bahwa simpang siur informasi atau hoaks itu tidak akan pernah hilang dari tanah pijakan manusia. Di mana terdapat sarat kepentingan, di situ pula keberadaan hoaks masih terdeteksi.

Barang kali, banyak dari kita yang tersulut emsinya karena berita hoaks. Hal tersebut juga pernah saya alami, yakni dengan menerima informasi tanpa ada keinginan untuk mencari sumber dan pembuat beritanya.

Anak Muda: Berpikir Kritis supaya Tak Teriris

Selain mesti berpikir kritis dalam menyikapi pasangan dengan cara puitis. Kita selaku anak muda yang mendominasi isi bumi harus punya cara berpikir yang kritis dalam menyikapi apapun.

Dalam suatu tulisan ringan saya di Kompasiana, saya pernah berbagi tentang memahami cerita rakyat nenek moyang. Di sana saya mengambil dari sudut pandang anak muda, kenapa anak muda? Ya, sebab tidak sedikit anak muda yang kesal dan jengkel mendengarnya seperti larangan untuk tidak duduk di atas bantal dan lain sebagainya.

Akan tetapi, setelah sedikit kontemplasi dan refleksi, bahwa cerita rakyat nenek moyang itu menguntungkan dan saya rasa itu merupakan bentuk iba nenek moyang kita terdahulu.

Apa kaitannya dengan berpikir kritis? Kaitannya, yaitu apabila kita tidak bijak dan kritis dalam memahami cerita rakyat nenek moyang, kita tidak akan memperoleh manfaat di dalamnya. Hal tersebut juga akan menjadi suatu kebiasaan untuk tidak mendengar dan melihat sudut pandang orang lain atau egosentris.

Berpikir kritis rasanya sangat diperlukan di abad ke-21 ini. Karena, kemampuan tersebut akan menyeimbangkan diri dengan perkembangan zaman yang kian semakin cepat.

Sama halnya jika kita menjumpai informasi yang membuat kita cemas, jengkel, dan sebagainya. Sudah semestinya kita jangan menerima dengan ala kadarnya saja. Mungkin saja informasi tersebut tidak aktual dan faktual, maka dalam hal inilah critical thinking memainkan perannya agar terbebas dari hoaks.

Dengan demikian, mari berpikir kritis dan bijak untuk menghalau informasi palsu atau hoaks serta tidak ikut serta dalam menyebarkna berita hoaks.