Memiliki banyak teman dengan segala profesi yang dilakoni, betul-betul membantu saya dalam melihat segala sesuatu dari berbagai sudut pandang. Termasuk ketika memiliki teman yang berprofesi sebagai supir angkot. Sebut saja ia dengan nama Thomas (nama samaran).

Kami sudah berteman sejak SD dan sudah lama tidak bertemu, sekira lima tahun lamanya, karena kesibukan masing-masing. Pada akhirnya, beberapa waktu yang lewat, secara tidak sengaja kami bertemu di tempat cuci steam motor (untuk mencuci motor kami masing-masing) dan sedikit berbagi cerita tentang kegiatan masing-masing di tengah pandemi belakangan ini.

Dilema Supir Angkot di Tengah Pandemi

Thomas, banyak bercerita perihal keluh kesahnya menjalani profesi sebagai supir angkot di tengah pandemi seperti sekarang ini. Wajar saja, menurut Thomas, dibanding transportasi umum lainnya, angkot menjadi salah satu moda yang terbilang cukup sulit dalam penerapan protokol kesehatan. Seperti jaga jarak, pengecekan suhu tubuh, dan lain sebagainya.

Hal tersebut menjadi sesuatu yang sangat dilematis bagi Thomas. Ia paham, di situasi sekarang ini, protokol kesehatan harus diutamakan. Di sisi yang lain, ia tetap harus bekerja agar dapat memberi nafkah kepada keluarga sebagaimana mestinya.

Selama narik (istilah bagi supir angkot ketika mencari dan/atau mengantar penumpang), Thomas sudah berusaha menjaga kebersihan dan kesehatan diri dengan tetap menggunakan masker dan membawa hand sanitizer (kadang diganti dengan sabun dan dibilas dengan air yang sudah dibawa). Terkadang, hal tersebut berbanding terbalik dengan sebagian penumpang yang masih saja cuek bebek dan tidak menggunakan masker saat bepergian.

Tidak bisa dimungkiri, pada realitanya, sampai dengan saat ini, memang masih saja ada orang yang tidak menggunakan masker sesuai dengan protokol kesehatan yang dihimbau dan berlaku saat ini. Parahnya lagi, orang tersebut naik kendaraan umum yang, sudah pasti bukan hanya ia seorang penumpangnya.

Ngeri-ngeri sedap, bukan?

Ketika dihadapkan dengan situasi seperti itu, awalnya Thomas cuek dan tetap mengangkut penumpang bertipe serupa ke dalam angkotnya. Namun, lambat laun Thomas belajar. Tepatnya saat mulai banyak penumpang yang menegur dirinya mengenai hal tersebut.

Sekarang, Thomas lebih memilah penumpang. Jika ada calon penumpang yang tidak mengenakan masker, ia akan langsung melewatkannya. Dan jika Thomas sedang ngetem lalu ada penumpang yang tiba-tiba naik tanpa masker, ia meminta maaf tidak bisa mengangkutnya. Konsekuensinya, sudah jelas dicaci maki oleh calon penumpang tersebut.

Thomas mengonversi keresahannya tersebut dengan menyampaikan satu kalimat kepada saya, “Nggak apa-apa, lah, diomelin satu atau dua penumpang. Daripada penumpang yang jumlahnya lebih banyak jadi was-was dan malah nggak nyaman.”

Kesehatan Nomor Wahid

Selain itu, meski terbilang unik dan berani, Thomas bercerita hal lain. Sudah satu bulan terakhir ia memberlakukan jaga jarak di angkotnya setiap kali narik. Caranya, dengan memberi tanda silang (X) pada spot kursi tertentu. Dengan begitu, mau tidak mau ia pun tetap harus mensosialisasikan tiap kali ada penumpang yang duduknya berdekatan.

Mengingatkan supir angkot yang lain untuk memakai masker juga sudah menjadi kebiasaan Thomas. Awal mulanya, Thomas sering kali disepelekan oleh supir lain yang lebih senior. Perlahan, karena persentase penderita covid-19 semakin meningkat, akhirnya supir lain pun mengiyakan apa yang disampaikan oleh Thomas.

Mau bagaimana pun, akhirnya mereka sepakat dan satu suara, menjaga kesehatan diri jauh lebih penting agar bisa mencari sekaligus memberi nafkah bagi keluarga.

Semoga saja, cepat atau lambat, khususnya di tengah pandemi seperti sekarang ini, banyak para supir transportasi massal juga konvensional punya pemikiran seperti Thomas. Tentu akan lebih nyaman bagi penumpang yang masih bepergian dengan mengandalkan angkot atau kendaraan umum sejenis hingga saat ini.

Harapan Thomas, tentu saja sama seperti kebanyakan orang pada umumnya. Ingin sekali pandemi segera berakhir. Agar tidak was-was lagi dan kondisi bisa kembali seperti sedia kala, sebelum pandemi menghantam seluruh belahan dunia.

Secara personal, Thomas menyampaikan rasa iri terhadap para karyawan kantoran yang bisa kerja dari rumah. Sayangnya, sebagai supir angkot, narik dari rumah adalah betul-betul hal yang mustahil untuk dilakukan. Jadi, tidak ada pilihan lain selain tetap narik (secara langsung, pastinya) dan mempraktikan protokol kesehatan yang berlaku.