Seminggu yang lalu, jagat media sosial dihebohkan dengan video siaran langsung Instargam Prilly Pricillia bersama dengan Dandy M Reza. Keduanya merupakan seorang pegawai magang yang berprofesi sebagai Junior Officer Apprentice Recruitment GA di perusahaan PT Nusa Halmahera Minerals, Maluku Utara. Dalam video live instagramnya, Prilly dan Dandy curhat di media sosial dengan nada bercanda mengkalaim kalau dirinya membuang berkas lamaran para pelamar kerja yang melamar di perusahan PT NHM.

Video tersebut sempat viral di Twitter dan menuai kritikan dari warganet lantaran kesal dengan perilaku kedua pegawai magang tersebut. Video itu juga sempat membuat Presidir PT Nusa Halmahera Minerals geram. Ia sangat menyayangkan perilaku kedua pegawainya itu, karena telah melanggar kode etik perusahaan dan sudah merusak nama baik perusahaan. Kini, kedua pegawai magangnya terpaksa harus dipecat dari perusahaan.

Media Sosial: Pedang Bermata Dua

Selang setelah video tersebut viral, keduanya melakukan klarifikasi dan meminta maaf kepada pihak perusahan PT NHM dan juga masyarakat Maluku Utara. Mereka mengaku hanya bermaksud untuk bercanda, dan semua berkas lamaran yang masuk ke PT NHM tidak dibuang.

Lalu, dikutip dari fimela.com, ada salah seorang karyawan bernama Stephanie Bon yang berprofesi sebagai HR assistant di Lloyds Group yang curhat soal gajinya di Facebook. Dalam postingannya, ia mengeluhkan gaji yang ia terima lebih kecil dibandingkan dengan salah seorang CEO baru di perusahan tersebut.

Ia mengaku kalau CEO baru LGB mendapatkan gaji £ 4.000 per jam, sementara dirinya hanya £7. Menurutnya, itu tidak adil. Curhatan Bon di Facebook tersebut sampai diketahui oleh bosnya, hingga akhirnya ia dipecat dari perusahaan.

Melihat kasus Prilly, Dandy, dan Stephanie Bon, media sosial bagaikan pedang bermata dua. Selalu ada sisi positif dan juga negatifnya. Media sosial bisa menguntungkan bagi penggunanya jika digunakan dengan tepat, namun juga bisa merugikan penggunanya jika tidak pintar dalam menggunakan dan memanfaatkannya.

Cerdas Bermedsos

Di era serba digital ini, manusia memang tidak bisa lepas dari media sosial. Media sosial seakan sudah menjadi hal paling penting dalam hidup seseorang, karena mempermudah seseorang untuk berjualan, mencari informasi, dan berinteraksi.

Tidak berhenti sampai di situ, media sosial juga kerap kali dijadikan sebagai tempat curhat oleh seseorang, mulai dari curhatan kisah asmara, pertemanan, keluarga, sampai pekerjaan. Manusia sudah tidak sungkan lagi untuk menumpahkan segala persoalan dan konflik hidupnya ke media sosial. Namun, apakah boleh curhat di media sosial?

Sebenarnya, sah-sah saja jika Anda ingin curhat ke media sosial, itu adalah hak setiap penggunanya, dan tidak ada regulasi tertentu soal curhat di media sosial. Namun, sebagai manusia yang penuh dengan hawa nafsu, Anda acap kali lupa mengontrol diri Anda untuk tidak oversharing di media sosial.

Anda juga acap kali tidak memikirkan konsekuensi dari apa yang Anda tulis dan bicarakan di media sosial, pemikiran Anda hanya sebatas “Yang penting unek-unek bisa dikeluarkan lewat media sosial”. Padahal, curhat di media sosial bisa jadi boomerang buat diri sendiri, apalagi jika curhatan yang Anda bicarakan dan tulis di media sosial mengenai lingkungan pekerjaan. Aduh! Bisa-bisa kelar karir Anda!   

Lho, jangan heran. Saat ini, media sosial menjadi salah satu indikator penilaian setiap karyawan dan bahkan calon karyawannya. Dari media sosial, pihak perusahaan akan melihat aktivitas Anda di media sosial, seperti postingan apa saja yang sering Anda unggah. Apakah setiap postingannya memiliki unsur negatif atau positif.

Postingan di media sosial mungkin tampaknya tidak terlalu dianggap penting oleh sebagian orang sehingga mereka akan dengan bebas memposting sesuatu di media sosialnya, seperti halnya postingan yang berisi curhatan dan bercanda yang kurang beretika mengenai pekerjaan.

Curhat di Media Sosial

Perlu Anda ketahui bahwa curhat mengenai masalah lingkungan kerja, atau bahkan bercanda yang kurang beretika mengenai pekerjaan di media sosial bisa merusak citra dan reputasi profesional diri Anda sendiri. Anda akan dilihat tidak profesional dan dianggap tidak mampu menyelesaikan masalah pekerjaan oleh teman kantor yang melihat postingan Anda.

Selain itu, citra dan reputasi perusahaan juga bisa terancam hanya karena postingan yang berisi curhatan dan bercanda Anda yang kurang beretika soal pekerjaan. Postingan Anda tadi bisa membuat seseorang berpandangan negatif terhadap perusahan, hingga akhirnya bisa merugikan sebuah perusahan.

Kemudian, sebuah postingan yang berisi curhatan Anda tadi bisa dengan mudah tersebar, bahkan viral di media sosial. Postingan viral Anda juga tidak menutup kemungkinan akan dijadikan bahan tulisan di beberapa media online.

Coba deh, sekarang Anda cek dan memastikan sendiri di google, bagaimana viralnya video IG Prily dan Dandy dijadikan bahan berita. Kalau postingan Anda yang berunsur negatif sudah dijadikan bahan berita di media online, ada kemungkinan perusahaan enggan menerima atau mempertahankan Anda. Jelas, perusahan juga tidak mau kehilangan citra dan reputasi baiknya.

Anda tidak perlu naif, mencari pekerjaan sudah susah, Anda juga pasti tidak ingin karir Anda terhambat hanya karena postingan Anda berisi keluh kesah dan bercandaan yang kurang beretika mengenai lingkungan kerja di media sosial.

Oleh karena itu, kita semua harus sadar betul bahwa memposting sesuatu di media sosial itu harus ada takarannya. Tidak semua persoalan kehidupan khususnya pekerjaan bisa di-share ke media sosial. Terkadang, kita harus mem-filter postingan apa saja yang pantas untuk di-share ke media sosial. Kita juga harus berpikir dan lebih berhati-hati lagi, apakah tulisan dan ucapan kita di media sosial menyinggung dan merugikan orang lain atau tidak.

***

Saya masih ingat dengan tweet Pak Agus Item yang saya rasa sangat cocok untuk Anda yang sering curhat masalah pekerjaan di media sosial.  “Kalo kamu masih kerja sama orang dan merasa ada yang enggak berkenan: Be part of solution, jangan grumble ngomong di belakang atau turun di media sosial. Kalo enggak bisa begitu, cari tempat kerja yang lain, siapa tau lebih kena di hati. Jangan bermulut beludak dan toxic buat yang lain.”

Editor: Nirwansyah

Ilustrasi: Catatan Pencerahan