Akhir-akhir saya sedang mengikuti perkembangan kasus sate sianida yang menewaskan bocah lelaki anak seorang driver ojek online. Nggak hanya sang anak, ibunya juga kena imbasnya. Meski nggak sampai meregang nyawa. Tetap saja masuk rumah sakit. Hah. Ada-ada saja memang kasus sekarang. Aneh-aneh.

Kalau getol ngikutin kasusnya sih pasti tahu perkara awalnya bagaimana. Jadi, seorang bapak yang kebetulan adalah seorang driver ojek online, menerima order untuk mengantar makanan dari seorang mbak-mbak tidak dikenal. Makanannya ya sate yang saya sebutkan sebelumnya. Diantar lah sate itu oleh si bapak ke alamat tujuan. Tapi, sayangnya si penerima nggak merasa pesan sate. Disuruh lah si bapak driver bawa pulang itu sate dan disantap sekeluarga.

Setelah sampai rumah, si bapak menyantap sate bersama anak laki-laki dan istrinya. Awalnya sih nggak ada yang aneh. Si bapak hanya makan bumbunya saja ternyata. Anak dan istrinya makan satenya. Nah, di sini petaka dimulai. Anak laki-laki si bapak tewas dan istrinya masuk rumah sakit karena keracunan sate yang ternyata ditaburi sianida oleh pengirim wanita yang nggak dikenal sebelumnya.

Haduh. Kalau saya jadi si bapak sudah senang setengah mati itu dapat rezeki makanan menjelang buka puasa. Ya, coba saja dipikirkan siapa juga yang nggak senang. Diberi makanan gratis. Lumayan buat buka bareng anak istri. Eh, tapi kok malah berujung maut. Sumpah saya kasihan sekali lihat beritanya. Bayangkan saja si bapak driver nggak tahu apa-apa. Hanya bertugas mengantar pesanan.

Lha, bapaknya saja nggak tahu apa-apa. Apalagi anak dan istrinya. Lebih nggak tahu apa-apa lagi. Si bapak pulang, lelah setelah seharian cari order, lalu membawa rezeki makanan untuk disantap bersama keluarga. Hati rasanya bahagia sekali kan. Saya rasa bapaknya juga masih mbatin gini Ya Allah, baik sekali mbak-mbak yang tadi. Terima kasih Ya Allah atas rezeki-Mu hari ini.

Ternyata usut punya usut, si mbak-mbak misterius itu sengaja menaburkan racun ke dalam sate yang dia beri ke bapak driver itu. Racunnya nggak nanggung-nanggung, bubuk sianida. Hadeh. Jadi ingat kopi Mirna lagi saya. Awalnya si mbak-mbak ini sulit sekali dilacak identitasnya. Akhirnya ya ketahuan juga. Waktu ditanya motifnya apa, klise sekali. Sakit hati. Sakit hati sama mantan katanya. Nah loh.

Mbak-mbak, sakit hati sama mantan, tapi orang lain yang nggak salah yang kena. Mana anak-anak lagi sampai meninggal dunia. Ckck. Mbaknya salah sasaran.

Mbaknya katanya sakit hati karena mantan kekasih akan menikah dengan mbak-mbak lain. Haduh ini klise banget ya kalau menurut saya alasan seperti ini. Kalau nggak karena selingkuh, dijodohkan, atau menikah dengan yang lain. Tapi, memang menyakitkan sih ditinggal nikah. Apalagi kalau orangnya masih sangat dicinta. Kacau cuk~

Motif sakit hati juga pernah terjadi di kasus kopi sianida lima tahun lalu. Kasus yang paling seru yang saya tunggu-tunggu. Bagaimnaa tidak, penasaran sekali siapa yang sebenarnya membunuh Mirna di Olivier.

Kalau masih ingat kasusunya, saat itu ramai sekali persidangannya. Drama di mana-mana. Sejujurnya saya masih sangsi sih kasusnya sudah beres atau belum. Nggak lain karena Jessica selalu menyangkal dirinya nggak membunuh Mirna. Tapi bukti-bukti yang tertera sudah cukup jelas menurut saya.

Katanya Jessica cemburu lihat keharmonisan Mirna dan suaminya. Ditambah dirinya sedang diselimuti banyak masalah pribadi. Mulai dari masalah percintaan, pekerjaan, hingga Jessica yang nggak diundang ke acara pernikahan Mirna.

Jangan cuma dari kasus Rachel Venya ada kita belajar, wahai sobat. Kasus-kasus sianida ini juga harus dipelajari. Haha. Sadar nggak sih kalau sakit hati itu bisa jadi semengerikan itu. Sakit hati nggak hanya bisa merugikan orang lain. Tapi, juga jadi boomerang untuk diri sendiri. Ya, ini contohnya. Niatnya mau ngeracun mantan, eh malah ngeracun orang lain yang nggak tahu apa-apa. Ditambah mbak-mbaknya juga terancam dihukum mati. Ngeri.

Orang – orang bilang kalau cinta itu buta. Kasus ini mengajarkan kalau ternyata nggak cuma cinta yang bikin buta. Tapi, sakit hati juga bisa bikin buta. Hati nurani sanubarinya bisa langsung buta sepersekian detik. Hanya karena sakit hati. Eh, tapi kan sakit hati berawal karena masih ada perasaan yang ditahan. Masih sayang misalnya seperti si mbaknya. Atau Jessica yang iri dengki.

Kalau dipikir-pikir lagi, kasihan ya si mbaknya. Sudah balas dendamnya nggak tersampaikan, membunuh anak orang, eh ditambah terancam hukuman mati lagi. Sial bener hidup mbaknya. Jessica juga, sekarang dipenjara 20 tahun.

Tapi yang namanya sakit hati itu nggak main-main lho. Saya pernah berhubungan dengan orang yang pendendamnya nggak ada lawan deh pokoknya. Masa lalunya belum selesai kalau kata orang-orang aesthetic mah. Saya sampai bengong setelah bertahun-tahun orang itu masih dendam dan sakit hati dengan perlakuan yang pernah diterimanya di masa lalu.

Ya, masalah dendam, sakit hati, dan kawan-kawannya sih itu urusan dia dan orang yang bersangkutan ya. Hanya saja jangan sampai melakukan hal-hal yang menurut hati nurani nantinya. Main santet misalnya. Cinta ditolak, dukun bertindak~

Makanya sekarang kalau saya ngobrol dengan orang yang baru atau sudah lama saya kenal, saya mencoba untuk berhati-hati. Soalnya ada yang pernah bilang ke saya gini hati-hati, orang bisa jadi jahat kalau udah capek berbuat baik. Serem banget, tapi memang nggak seratus persen salah. Ada benarnya.

Maka dari itu, saya mencoba untuk mengatur sifat saya supaya nggak ada yang merasa tersakiti oleh ucapan dan tindakan saya. Masalahnya kalau udah sakit hati nanti repot urusannya, sobat.