Sebelum membahas Mendag dan Menkominfo, kita mungkin bisa flashback dulu. Meroketnya harga minyak goreng beberapa waktu lalu yang membuat kondisi di masyarakat jadi tak karuan. Orang rela berdesakan demi mendapat minyak goreng. Bahkan di beberapa tempat hal tersebut sampai membuat pintu toko swalayan hancur. Keadaan kian diperburuk dengan pernyataan ibu kita Megawati yang sangat-sangat solutif, “Apakah ibu-ibu pekerjaannya setiap hari hanya menggoreng? Apakah tidak ada cara untuk mengukus? Merebus? Atau dijadikan seperti rujak?”. Ulah ibu kita tak berhenti di situ. Selepas mental beliau direbus dan dirujak oleh netizen, bukannya klarifikasi dan minta maaf, malah bikin demo masak tanpa minyak goreng. Wow! Tiada orang yang lebih solutif dibanding ibu kita Megawati.

Masih terkait harga minyak goreng yang melangit, Mendag M. Lutfi saat itu mengatakan di hadapan publik bahwa bau mafia minyak goreng telah terendus. Tak lama setelah itu, akhirnya terungkap bahwa yang dilakukan Mendag adalah ‘maling teriak maling’. Kita tahu, Mendag awalnya jelas berniat tampil sebagai pahlawan masyarakat di tengah krisis minyak goreng. Belum juga niat mulia itu terwujud, Mendag dan beberapa pejabatnya malah ketahuan sebagai bagian dari mafia minya goreng. Sebelum lanjut, terlebih dahulu mari kita berbelasungkawa atas apa yang menimpa Mendag M. Lutfi dan beberapa pejabatnya.

Apa yang terjadi berikutnya? Tentu saja, reshuffle. Posisi Mendag kini diduduki oleh Zulkifli Hasan (Zulhas), sang ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN). Lah, kok ketua partai?. Hah, entahlah! Toh reshuffle adalah hak prerogatif presiden, rakyat tentu tak bisa campur tangan. Kendati demikian, bukan berarti rakyat tak boleh berkomentar. Sebelum menelisik lebih dalam, mari kita lihat terlebih dahulu track record dari pimpinan PAN ini. Melansir katadata.co.id, Zulhas merupakan seorang Sarjana Ekonomi dan Magister Manajemen. Zulhas pernah menjabat sebagai Menteri Kehutanan RI periode 2009-2014, pernah pula menjadi Ketua MPR RI periode 2014-2019.

Kalau melihat disiplin ilmu yang digeluti, sudah sesuai sebenarnya dengan posisi kementerian yang beliau duduki saat ini. Namun, yang jadi pertanyaan adalah mengapa beberapa waktu yang lalu beliau berusaha menyelesaikan problematika minyak goreng, tapi dengan cara yang…..ah sudahlah!. Seperti yang kita tahu, Mendag Zulhas berjanji menurunkan harga minyak goreng, tapi di balik janji tersebut ia malah mengampanyekan anaknya. Lah, piye to jane iki? Niat opo gak ngurusi rakyat!?. Hunuzhan saja, barangkali Mendag Zulhas melakukan hal tersebut sebagai bentuk kasih sayangnya terhadap si anak. Yah, meskipun perbuatannya itu hampir sama dengan yang pernah dilakukan oleh calon legenda Indonesia, Puan Maharani, yang pasang baliho di dekat pengungsian korban erupsi Semeru. Iya, sama. Sama-sama mencari celah saat rakyat sedang susah.

Usai Mendag, giliran Menkominfo yang berulah. Ya! Beberapa waktu yang lalu kita diberi kabar bahwa Instagram, WhatsApp, dan Google terancam diblokir Kominfo apabila tak segera daftar PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik). Katanya sih aturan PSE ini bertujuan untuk melindungi masyarakat saat mengakses platform digital. Katanya lho ya, katanya. Praktinya seperti apa nanti, mari kita saksikan sama-sama. Tak berselang lama, kabar pemblokiran kembali muncul. Kini giliran Epic Games, Steam, hingga PayPal. Namun, bedanya mereka bukan lagi terancam diblokir, melainkan memang sudah diblokir oleh Kominfo.

Apa yang dilakukan oleh Kominfo tersebut langsung memicu geger gedhen di masyarakat. Tagar #BlokirKominfo menjadi trending hingga beberapa hari. Respons ini jelas sangat wajar. Pasalnya, di luar sana ada banyak streamer dan freelancer yang pintu rezekinya ditutup sepihak oleh Kominfo. Padahal cara yang mereka tempuh untuk mengais rezeki itu adalah cara yang halal. Di sisi lain, situs judi online malah tak diblokir oleh Kominfo. Dalihnya menggelikan, situs-situs tersebut sudah terdaftar di PSE dan Kominfo menganggapnya sebagai permainan belaka (bukan judi). Tapi jika itu memang sekadar permainan, kok banyak orang ditangkap polisi sebab memainkannya ya?. Yah…..barangkali antara Kominfo dengan pihak kepolisian sedang terjadi miskomunikasi.

Perkara blokir-memblokir, sebenarnya rakyat tak akan mempermasalahkannya kok. Namun, dengan catatan harus ada solusinya terlebih dahulu. Misal, PayPal diblokir. Sebelum melakukannya, Kominfo mesti menyiapkan platform dengan fungsi yang serupa. Harusnya begitu, bukan malah asal main blokir sana-sini. Tindakan Kominfo yang sat-set-sat-set tapi ngawur ini tentu juga dipengaruhi oleh siapa pemimpinnya. Mari kita tengok sosok Menkominfo beserta latar belakangnya. Kursi Menteri Komunikasi dan Informatika periode 2019-2024 diduduki oleh Johnny G. Plate. Sebelumnya Menkominfo dijabat oleh Rudiantara.

Melansir tirto.id, Johnny G. Plate merupakan lulusan S1 Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta, prodi Ekonomi. Bentar, bentar! Ekonomi?. Seorang lulusan Ekonomi jadi pimpinan kementerian yang bergerak di bidang IT, apa itu bukan sesuatu yang janggal?. Sekarang bayangkan begini, ada seorang lulusan Teknik Kelautan disuruh untuk menjadi ketua MUI. Tentu saja nanti yang bakal terjadi adalah fatwa agama yang dikeluarkannya sangat tak karuan. Sama dengan konteks Johnny G. Plate yang jadi Menkominfo. Sudah jelas beliau lulusan Ekonomi, malah disuruh ngurus bidang Komunikasi dan Informatika.

Namun, agaknya rasa skeptis saya terhadap kapabilitas Johnny G. Plate dalam menangani urusan Kominfo perlu dikoreksi. Sebab, sama seperti Mendag Zulhas, Johnny G. Plate juga merupakan petinggi partai. Beliau tercatat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Nasdem. Sebagai seseorang yang memiliki jabatan tinggi di partai, tentu Johnny G. Plate adalah sosok yang multitalent. Tak heran bila Jokowi mengangkat beliau sebagai Menkominfo. Hanya saja yang menjadi pertanyaan adalah bila memang beliau sosok yang multitalent dan dipercaya mampu menangani urusan Kominfo, tindakan yang beliau lakukan kok bukan mengakselerasi digitalisasi ya? Malah terkesan menghambat digitalisasi. Apa jangan-jangan beliau sedang mengajak masyarakat menuju era revolusi industri 4.0, eh maksudnya 0.4, ya?.

Hah! Kalau bicara soal tingkah laku para wakil rakyat memang tak ada habisnya. Dulu waktu saya kecil, saya pikir orang-orang yang ada di kursi pemerintahan adalah orang-orang hebat. Kini saya sadar bahwa mereka adalah orang-orang yang hobi menyusahkan rakyat, sebagian malah kelakuannya benar-benar bejat. Apa yang dilakukan oleh Mendag dan Menkominfo tentu tak ada apa-apanya bila dibanding perbuatan Mensos Juliari. Namun, bukan berarti rakyat tak boleh bersuara tentangnya kan? Intinya, dari Mendag dan Menkominfo kita belajar bahwa intelektualitas harus di atas bagi-bagi jabatan.

Editor: Saa

Gambar: Minews.id