Sebagai penikmat drama Jepang, serial hacker “Bloody Monday” adalah salah satu judul live-action yang saya rewatch setidaknya lebih dari dua kali dan hal itu tidak membosankan apalagi bikin depresi. Drama bergenre mystery-suspense yang berkisah tentang serangan teroris dengan senjata biologis bernama “Bloody X” tersebut, nyatanya memberikan ketegangan yang sama setiap kali saya menontonnya.

Kemunculan Takagi Fujimaru (Haruma Miura) atau lebih dikenal dengan code-name Falcon adalah tokoh utama yang saya tunggu-tunggu. Selain tentu saja karena ikemen, Falcon digambarkan sebagai remaja SMA yang memiliki kemampuan setara dengan teroris, sehingga ia direkrut oleh THIRD-i—unit khusus yang dibentuk pemerintah Tokyo untuk menangani teroris.

Tapi rupanya, bukan alur Bloody Monday saja yang mengejutkan saya. Juli 2020, keterkejutan publik muncul akibat kabar kematian aktor muda dari negeri matahari terbit tersebut. Haruma Miura, aktor utama dalam sequel Bloody Monday itu serentak diberitakan oleh media dies in allegedly committed suicide. Tampan, populer, karir melejit, dan bergelimang harta.

Tak ada yang benar-benar tahu pasti penyebab aktor yang juga berperan sebagai Eren Jaeger dalam live-action “Attack on Titan” tersebut mengakhiri hidupnya. Ada yang menduga Haruma terkena cyberbullying, tekanan agensi, dan kepribadiannya yang lack of confidence. Akan tetapi, siapa yang tahu sedalam apa luka yang dideritanya?

Hanya selang dua bulan ketika belum kering duka cita akibat kepergian Haruma, publik kembali dikejutkan oleh kabar bahwa tokoh epik lain dalam Bloody Monday, yakni Ashina Sei dan Takashi Fujiki, memilih mengikuti jalan yang sama. Situasi tersebut menambah daftar panjang deretan artis Jepang yang melakukan bunuh diri di tahun penuh luka ini. Seperti Haruma, tak ada yang tahu alasan pastinya. Akan tetapi, salah satu faktor penyebab suicide yang umum dikenali adalah depresi.

Depresi Itu Nyata

Depresi bisa mendatangi siapa saja. Ia merupakan suatu gangguan mood atau kondisi medis berupa perasaan sedih yang berdampak negatif terhadap pikiran, perasaaan, dan kesehatan mental.Seseorang dalam kondisi depresi umumnya mengalami perasaan sedih, cemas, atau kosong; mereka cenderung merasa terjebak dalam kondisi yang tidak ada harapan, tidak ada pertolongan, penuh penolakan, atau perasaan tidak berharga.

Gejala-gejala lain yang mungkin muncul adalah mudah tersinggung, kemarahan, juga dapat merasa malu atau gelisah. Selain perubahan suasana hati, individu dengan gejala depresi cenderung kehilangan minat untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang sebelumnya dianggap menyenangkan; kehilangan nafsu makan atau sebaliknya—makan dengan porsi berlebih.

Penderita terkadang juga kesulitan berkonsentrasi, mengingat detail-detail umum, membuat keputusan, atau mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain. Pengalaman-pengalaman ini dapat mendorong individu untuk mencoba bunuh diri.

Faktor Depresi

Penyebab depresi biasanya merupakan hasil kombinasi dari berbagai faktor kompleks. Misalnya, faktor psikologis karena tekanan beban/trauma psikis, faktor sosio-lingkungan karena kehilangan orang yang disayang, kehilangan pekerjaan, pasca bencana, mengidap penyakit kronis, memendam emosi, hingga penyalahgunaan obat.

Faktor biologis karena ketidakseimbangan neurotransmitter di otak terutama tidak tercukupinya kadar serotonin juga memiliki pengaruh terhadap suasana hati yang mengarah pada cemas, stres, dan depresi. Selain itu, peningkatan risiko seseorang mengalami depresi dapat muncul dari pengaruh genetik seperti memiliki orang tua atau saudara kandung pengidap depresi.

Jenis kelamin turut juga disebut sebagai faktor penyebab. Meski wanita lebih rentan mengalami depresi karena perubahan hormon yang terjadi selama hidupnya, pria tercatat lebih sering mengalami depresi berat. Salah satu alasannya adalah ketika mengalami tekanan, pria tidak berusaha mencari pengobatan dan menganggap depresi sebagai kelemahan. Pun ketika melakukan percobaan (bunuh diri), wanita mempunyai jejaring support yang lebih banyak, sedangkan laki-laki cenderung menelan emosinya.

Diagnosa dan Pengobatan

Tidak mudah melabeli depresi dan diagnosanya hanya bisa muncul jika seseorang telah melewati beberapa tahap pemeriksaan. Jika seseorang di sekitar kita mengalami ketidakstabilan emosi, akan lebih baik jika kita mengarahkannya pada psikolog/psikiater/diberi pendekatan dan dukungan secara pribadi.

Cara mengatasi depresi pun berbeda-beda sesuai dengan kondisi individu bersangkutan. Tetapi, penyembuhan bisa didapatkan dari penggabungan antara farmakoterapi dan psikoterapi/konseling. Dukungan orang-orang terdekat serta dukungan spiritual juga sangat membantu dalam penyembuhan.

Seperti iman, kondisi mental kita juga mengalami naik dan turun. Kita tidak bisa selalu berada dalam kondisi yang baik, kita pun tidak terus menerus berada di kondisi yang tidak baik—dan memang sewajarnya begitu. Kesejahteraan psikologis tidak mengharuskan kita merasa baik sepanjang waktu.

Pengalaman menyakitkan, seperti kekecewaan, kegagalan, maupun duka cita adalah bagian normal dari kehidupan, dan mampu mengatur emosi-emosi tersebut merupakan hal penting untuk kesejahteraan diri kita dalam jangka panjang. Depresi begitu nyata dan menakutkan. Maka, jika tidak bisa menjadi sebab bagi kebahagiaan orang lain, tolong jangan jadi alasan untuk kesedihannya.