Anak sopir kok tidak bisa nyetir mobil?

“Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.” Begitu lah peribahasa yang selama ini kita percaya dan kita amini. Arti peribahasa tersebut kurang lebih adalah perilaku, sifat, atau kebiasaan seorang anak, tidak akan jauh berbeda dengan perilaku, sifat, atau kebiasaan orang tuanya.

Tidak hanya soal kebiasaan, bahkan pekerjaan pun kadang menurun dari orang tua ke anaknya. Beruntung lah mereka-mereka yang dapat meneruskan sifat, kebiasaan (yang baik, tentunya), atau pekerjaan orang tuanya.

Peribahasa ini ternyata tidak terlalu berlaku bagi saya. Apa-apa yang dilakukan orang tua saya tidak banyak yang menurun ke saya. Salah satu yang saya cukup sesali adalah kemampuan menyopir atau mengendarai mobil yang dimiliki oleh ayah saya.

Iya, ayah saya adalah seorang sopir, lebih tepatnya sopir di sebuah hotel yang tugas utamanya adalah menjemput tamu-tamu penting atau tamu-tamu dari bos hotel. Bukan sopir seperti pada umumnya, sih, tapi dengan tugas seperti itu pantas lah ayah saya disebut sebagai sopir.

Sebagai seorang sopir, ayah saya sudah pasti sering mengendarai mobil (ya iya, lah), tepatnya mobil hotel. Kalau weekend, sudah pasti sibuk karena harus antar-jemput tamu-tamu penting hotel.

Tidak hanya tamu, bahkan ayah saya juga sering mendapat tugas untuk mengambil barang-barang (seringnya guci untuk hiasan hotel) di luar kota. Nah, di sini lah saya sering diajak oleh ayah saya (kalau saya libur sekolah) untuk menemani kerja. Tapi itu dulu, ketika saya masih SD.

Di momen seperti inilah saya berkali-kali biang ke ayah saya, bahwa saya ingin diajari mengendarai mobil. Ayah saya menyanggupi, dan bilang bahwa kalau saya nanti sudah agak besar, pasti akan diajari mengendarai mobil. Tentunya pakai mobil hotel, karena kami tidak punya mobil sendiri.

Sayang, kesempatan itu tidak pernah datang dan sampai saat ini saya masih tidak bisa mengendarai mobil. Ketidakmampuan saya mengendarai mobil ini sempat jadi bahan guyonan dan ejekan dari orang-orang terdekat saya, “masa anaknya supir tidak bisa nyopir?

Guyonan ini awalnya memang sebatas guyonan saja dan tidak pernah saya tanggapi secara serius. Namun, lama kelamaan saya kok ya kepikiran, mosok anak seorang sopir tidak bisa mengendarai mobil.

Ada sedikit beban ketika saya menjadi anak seorang sopir dan sampai saat ini tidak bisa mengendarai mobil. Pada akhirnya, saya menemukan beberapa alasan mengapa sampai saat ini saya tidak bisa mengendarai mobil meskipun saya adalah anak seorang sopir.

Alasan pertama, adalah ayah saya sudah tidak akan pernah bisa mengajari saya mengendarai mobil. Lebih tepatnya, ayah saya sudah meninggal ketika saya masih belum cukup dewasa untuk diajari mengendarai mobil.

Ayah saya meninggal ketika saya masih SMP, dan itu menurut saya adalah usia yang terlalu muda untuk belajar mengendarai mobil. Otomatis saya sudah tidak punya guru lagi. Maklum, selain sebagai sopir hotel, ayah saya juga jadi sopir keluarga besar meskipun kami tidak punya mobil sendiri.

Alasan kedua, ya yang baru disebutkan tadi, kami tidak punya mobil sendiri. Sepakat atau tidak, punya mobil sendiri itu mempengaruhi kemampuan mengendarai mobil. Orang yang punya mobil, akan lebih cepat bisa mengendarai mobil daripada yang tidak punya mobil.

Bagi saya yang tidak punya mobil, ya agak susah untuk belajar mengendarai mobil. Mau pinjam atau sewa mobil orang, takut kenapa-napa. Mau ikut kursus, tidak murah juga. Ya banyak keterbatasan, lah.

Dua alasan itulah yang mendasari ketidakmampuan saya dalam mengendarai mobil sampai saat ini, meskipun saya adalah anak dari seorang sopir. Kadang ada rasa menyesal, cemas, dan dilema, ketika menyadari bahwa saya tidak bisa melakukan apa yang ayah saya lakukan.

Perkataan orang-orang terdekat tentang ketidakmampuan saya mengendarai mobil padahal saya anaknya sopir, akhirnya menjadi sesuatu hal yang serius bagi saya. Apalagi di usia saya sekarang yang nyaris seperempat abad ini, semakin cemas dan dilema lah saya dalam mencari jati diri.

Pada akhirnya, peribahasa “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya” tidak selalu berlaku dalam hidup saya. Saya merasa gagal tidak bisa melakukan apa yang ayah saya bisa lakukan, terutama dalam hal mengendaai mobil. Dalam hal ini, sangat disayangkan bahwa buah jatuh jauh sekali dari pohonnya.

Editor : Hiz

Foto : Pexels