Tong kéna-kéna jadi indung-bapa, saénakna ka nu jadi budak.

Tong kéna-kéna jadi budak, saénakna ka nu jadi indung-bapa.

(Jangan mentang-mentang jadi orang tua sehingga bermuat semena-mena kepada anaknya. Jangan mentang-mentang jadi anak sehingga bermuat semena-mena kepada orang tuanya)

Demikianlah petuah seorang ayah di tengah perbincangan hangat keluarga. Petuah yang membuatku menarik untuk disoroti. Kata-kata yang sederhana itu sarat akan makna meskipun tidak dibubuhi referensi ilmiah.

Ayah sebagai seseorang yang memiliki otoritas paling tinggi di keluarga memiliki kewenangan yang luas untuk mengatur istri dan anak-anaknya.

Bisa saja ayah menggunakan status di keluarga ini sebagai sebuah legitimasi atas semua perbuatan ayah. Misal dalam regulasi uang jajan anak-anak atau kebutuhan dapur ibu. Atau hal lain seperti rencana sekolah, kerja, dan kebutuhan anak.

Otoritas Ayah

Alih-alih bersikap otoriter, ayah lebih memilih bersikap demokratis dan menyerap asprasi istri dan anak-anaknya. Ketika hendak memutuskan sesuatu, ayah selalu melibatkan pendapat mamah dan anak-anaknya.

Otoritas ayah sebagai kepala keluarga selalu dijaga dengan seimbang. Pasca menikah, ayah selalu bersikap demokratis terhadap mamah.

Kemudian setelah anak-anaknya tumbuh dewasa dan mencapai usia baligh, ayah mulai membuka diri untuk menjadikan anak-anak sebagai bahan pertimbangan keputusan di keluarga.

Contoh kasus kecil adalah memilih kampung halaman untuk berlebaran. Kampung halaman mamah ada di Jakarta. Ayah punya rencana untuk berlebaran di Jakarta. Namun ayah mengajak bicara mamah dan anak-anaknya untuk berpendapat.

Hasil perbincangan santai itu menghasilkan putusan bahwa anak-anak tidak setuju karena mempertimbangkan soal suasana lebaran di rumah yang meriah.

Di beberapa kasus lain, ayah juga seringkali memposisikan diri sebagai “ketua sidang” yang selalu menawarkan berbagai pilihan untuk ditanggapi anggota keluarganya.

Jika dicermati, banyak hal yang sebenarnya bisa menjadi alasan ayah untuk otoriter. Misalnya sebuah fakta bahwa memang ayah lah yang paling berkeringat untuk menghidupi keluarga.

Ayah pula yang paling bertanggung jawab atas semua kejadian baik buruknya di keluarga. Fakta-fakta itu sah-sah saja untuk menjadi dalih kenapa semua keputusan ayah harus dituruti anggota keluarganya. Namun ayah bertolak belakang dengan hal ini.

Ayahku Gentle Man

Betul memang, ayah bukanlah orang yang berpendidikan tinggi sehingga istri dan anak-anaknya yang notabene bersekolah tinggi akan lebih akurat dalam menentukan sikap.

Mungkin itu alasan ayah bersikap demokratis kepada keluarganya. Tapi aku kira, ayah lebih dari sekedar itu.

Ayah bersikap demokratis bukan karena gengsi dengan tingkat pendidikannya yang rendah. Tapi prinsip itu lahir dari sebuah kerendah-hatian yang sebenarnya justru akan nampak sekali jiwa GENTLE nya seorang ayah.

            Ayah yang merangkul, bukan memukul.

            Ayah yang peduli, bukan tak tahu diri.

            Ayah yang berjiwa besar, bukan kasar.

            Terima Kasih, Ayah….

Filosofi Tong Kéna-Kéna

            Jangan mentang-mentang jadi anak sehingga semena-mena kepada ayahnya.

Memang betul seorang anak memiliki hak untuk mendapatkan kebutuhan pangan dan pendidikan. Semua hal yang meliputinya menjadi kewajiban seorang ayah untuk dinafkahi hingga anak itu menikah dan membangun keluarganya sendiri.

Hak inilah yang kadang menjadi senjata bagi seorang anak untuk mengamuk dan meminta berbagai hal kepada orang tuanya.

Dengan filosofi ini, ayah mengajarkan anak-anaknya untuk tahu diri dan mengerti keadaan orang tuanya. Setiap anak dilahirkan oleh kondisi orang tua yang berbeda-beda.

Jangan menyamakan suatu hal yang mustahil untuk sama. Tugas kita adalah untuk saling memahami.

Gagasan ayah ini bukanlah sebuah gagasan yang bertujuan untuk menekan anak-anaknya agar tidak banyak meminta dan tidak banyak keinginan. Bukan sama sekali.

Justru gagasan ayah adalah gagasan yang mendidik anak-anaknya untuk bersikap lebih dewasa. Karena di berbagai bidang kehidupan lainnya, bersikap semena-mena dengan dalih memperjuangkan hak adalah sebuah kebatilan yang nyata.

Editor: Lail

Gambar: Pexels