Setiap masa memiliki generasinya sendiri, seperti generasi X yang lahir antara 1965-1980, generasi millenial (1982-1994), generasi Z 1997-2015. Lalu terbaru, generasi alpha. Generasi tersebut hidup dalam perubahan zaman yang signifikan seiring berkembangnya teknologi. Tak terkecuali juga tentang standar hidup. Jika dahulu standar kaya dilihat dari mobil, maka kini mobil bukanlah barang mewah. Persepsi mengenai hidup juga seiring dengan pendidikan dan pola asuh pada anak yang menyebabkan beberapa generasi harus memenuhi ekspektasi para orang tua mereka. 

Generasi yang dituntut oleh orang tua untuk ‘membalas jasa’ mereka sehingga beban seakan bertumpu pada sang anak disebut generasi sandwich. Sandwich dianalogikan tumpukan yang semakin menghimpit sehingga membentuk makanan yang lezat. Generasi millenial di dominasi oleh mereka yang ‘mayoritas’  harus menjadi generasi sandwich. Harapan orang tua ada di pundaknya. Apalagi jika anak pertama, ekspektasi orang tua sangat besar. Sedangkan realitanya tak seindah harapan orang tua. Anak diberi pendidikan yang tinggi dengan harapan memperoleh pekerjaan yang bagus dan harapannya menjadi kaya di kemudian hari. Ketika kamu tumbuh tidak sesuai harapan orang tua yang dicita-citakan, maka hal ini dianggap suatu kegagalan. 

Sedangkan generasi strawberry dianalogikan sebagai generasi lunak dan mudah dihancurkan. Menurut Prof. Dr. Rhenald Kasali generasi ini sebenarnya otaknya kreatif dan penuh gagasan cemerlang, namun tidak memiliki kontrol diri yang baik sehingga emosinya cenderung tidak stabil. Berbeda dengan mayoritas gen Z sekarang, yang identik dengan apa-apa serba berlibur untuk menghilangkan penat dari pekerjaan. Pola pikir seperti ini umumnya didominasi oleh mereka yang kondisi ekonominya lumayan stabil dan berasal dari keluarga yang cukup menghidupi kebutuhannya. 

Dibalik tren serunya kerja di perusahaan yang gajinya pas-pasan jika hidup dikota besar, sejatinya mereka hanya mencari kesibukan bukan pekerjaan. Soal kebutuhan hidup, ada peran besar orang tua dibaliknya. Bisa jadi uang saku dari orang tua lebih besar dari uang saku mereka. Sehingga jika pandai mengatur keuangan, maka semua gaji yang mereka punya bisa disimpan. Kelak, bisa mendirikan usaha sendiri yang mereka klaim tanpa bantuan siapapun. Sebaliknya, jika tidak pandai mengelola keuangan uangnya hanya habis untuk gaya hidup. 

Fenomena klasik terjadi pada generasi sandwich ialah anggapan kerja keras yang tak kunjung mapan meski sudah lama bekerja. Jika beberapa waktu lalu sempat viral terkait slogan “Kebangetan jika umur 30 tahun belum memiliki 1 Milyar”. Maka generasi sandwich hanya tersenyum mendengar slogan ini. Gaji yang harus diatur sebaik mungkin dan harus menjadi tulang punggung keluarga. Setiap harinya memutar otak agar dapur tetap ‘ngebul’, token listrik tidak berbunyi serta biaya tak terduga lainnya dalam hidup. 

Pandangan yang berbeda 

Prinsip generasi sandwich bukan hanya tentang hidupnya sendiri, melainkan menyangkut aspek keluarganya. Anggapan membalas jasa orang tua merupakan saran yang cukup ampuh bagi generasi ini. Padahal anak bukanlah investasi yang sewaktu-waktu bisa diambil sisi keuangannya. Sisi inilah yang mulai diterapkan sejak generasi Z lahir. Sehingga gen Z sudah memiliki sisi keamanan dari finansial mereka karena memiliki orang tua yang kondisi finansialnya baik. Namun hal yang sebaliknya terjadi, mereka menjadikan keuangan orang tua sebagai dana darurat. Gaya hidup gen z fokus pada dirinya, sehingga bisa optimal dalam mengembangkan impian mereka. 

Bagaimana dengan generasi sandwich? Tak mudah menjadi generasi sandwich. Setiap melangkah harus berpikir jauh bagaimana dampaknya nanti. Karena tidak hanya dirinya, namun menyangkut orang-orang sekitarnya. Overthinking adalah hal utama yang dialami oleh mereka. Bagaimana menyangkut hal kedepannya. Serta keadaaan ekonomi yang sebenarnya masih harus dikoreksi dari kata ‘layak’. 

Tak heran jika fenomena saat ini banyak generasi millenial yang berpikir ulang dan panjang untuk menikah. Apalagi jika keduanya masih berada di posisi yang harus memenuhi ekspektasi keluarga. Berbeda dengan generasi gen Z yang memikirkan untuk berkeluarga karena sebagian besar mereka sudah memiliki pencapaian bagus di usia yang tergolong muda. Ketika melihat gen Z dengan mudahnya membeli serba-serbi lainnya, gen millenial berpikir lebih baik membeli kebutuhan pokok untuk keluarga.  Semoga generasi sandwich, pundaknya sekuat baja dan sabarnya seluas lautan agar hidupnya tetap waras. 

Foto: Pexels

Editor: Saa