Islam merupakan agama yang memberikan keselamatan, kesejahteraan dan ketentraman. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, tentu umat islam tidak serta merta hanya semena-mena sesuai dengan keinginannya sendiri. Namun Islam telah mengatur sedemikian rupa dengan berbagai syariat dalam segala kegiatan ibadah pemeluknya.

Islam berkemajuan, apa saja ikhtiarnya?

Dalam perjalanan saat mengikuti perkembangan zaman, Islam dari masa ke masa akan selalu menapaki jalan sesuai dengan kemajuan zaman. Dalam hal ini bermakna berkemajuan; selalu ada pembaharuan-pembaharuan yang juga menyesuaikan dengan kemajuan zaman.  Konsep Islam Berkemajuan di era modern ini adalah merupakan respon dari fenomena yang ada yaitu Globalisasi, terutama kebudayaan, baik dalam bentuk Arabisasi ataupun Westernisasi. Dengan mengembangkan kemampuan akal Muhammadiyah berinovasi dalam mengembangkan dakwah dan program nyata untuk mengangkat citra Islam di Masyarakat. Seperti Muhammadiyah membangun banyak rumah sakit, panti sosial dan lainnya dalam upaya menerapkan konsep Islam yang kosmopolitan.

Menilik prespektif Ayahanda

Mengutip dari berita yang tertera pada laman Muhammadiyah.or.id pada (21/7/2021), Haedar Nashir mengungkapkan bahwa Islam merupakan agama yang sesungguhnya memiliki visi universalisme dan kosmopolitanisme. Hal tersebut sebagaimana disebut dalam QS. Al-Hujurat ayat 13 yang menyebutkan bahwa Allah menciptakan laki-laki, perempuan, bangsa-bangsa, dan suku-suku agar saling mengenal satu sama lain.” Dari ayat tersebut menjadikan wawasan kosmopolitanisme, wawasan globalisme, wawasan universalisme sebagai satu nafas dan satu jiwa dengan agama Islam. Bahwa kita sebagai umat Islam Indonesia yang juga berkecimpung dalam Muhammadiyah tentu harus berwawasan universal, global, kemanusiaan semesta, meski demikian kita harus tetap membumi di negeri tercinta ini.

Terang Ketua Muhammadiyah tersebut juga menegaskan bahwa ajaran Islam dan visi universalisme bukanlah suatu pertentangan. Yang justru dapat dipraktekkan adalah seharusnya dalam hal ini umat Islam tidak diperkenankan memiliki cara pandang yang menganggap bahwa bangsa lain lebih rendah dari bangsa sendiri.

Selain itu, nampaknya kehadiran Islam dari dahulu hingga sekarang nampaknya menjadi rahmat bagi semesta kehidupan: “Kami tidak mengutus engkau Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (QS al-Anbiya: 107). Namun, tidak jarang sebagian kaum Muslim gagal memahami dan mengimplementasikan nilai luhur dan kesempurnaan ajaran Islam yang rahmatan lil-‘alamin itu. Rahmat semesta alam sebenarnya bukan hanya hubungan antar negara saja, tetapi juga dengan relasi alam secara keseluruhan agar kita tetap harmoni dengan alam. Dilarang sekalipun merusaknya, serta merusak bumi dan apa-apa yang ada di dalam isi bumi, itulah wujud dari pandangan rahmatan lil-‘alamin.

Lalu kemudian jika dihubungkan dengan perkembangan Muhammadiyah akhir-akhir ini, menampilkan berbagai dinamika kontemporer yang tidak pernah terbayangkan dan terantisipasi di masa sebelumnya. Dinamika itu bisa tidak sinkron satu sama lain atau bahkan kontradiktif. Fenomena ini sekaligus mengindikasikan lingkungan luar Muhammadiyah yang berubah baik pada tingkatan nasional maupun internasional.

Diantara corak sederhananya kebathilan

Islam hari ini sudah barang tentu berbeda dengan Islam zaman dahulu. Corak-corak dari perkembangan ataupun perbedaan telah banyak kita jumpai dewasa ini. Sesederhana mengambil kisah saat pandemi, dalam penerapannya pun terkadang beberapa melenceng dari syariat Islam yang telah ditetapkan. Sejak adanya Islam, berjabat tangan atau hanya menyentuh lawan jenis saja sudah sangat dilarang bahkan wajib dihindari oleh ukat islam. Karena memang aturan yang ada telah demikian ditetapkannya.

Namun kenyataan yang ada pada hari ini dengan penerapan berjabat tangan ala pandemi; tos, kiranya juga dilakukan oleh kebanyakan umat muslim antar lawan jenis. Sepertinya, prespektif yang diterapkan menganggap bahwa berjabat tangan dengan tos adalah dua hal yang berbeda. Bukan termasuk bersentuhan dengan lawan jenis yang sudah sangat jelas larangannya, namun dinilai sebagai satu hal sapaan di zaman baru-baru ini.

Contoh-contoh sederhana yang benar-benar nyata adanya sepertinya diabaikan begitu saja. Menganggap remeh sesuatu yang harusnya bukan menjadi ciri khas dalam universalisme Islam. Bahwa bukan berarti Islam melarang untuk bersosial, namun tetap sesuai dengan syariat yang ada.

Universalisme dalam peradaban madani

Universalisme Islam meliputi nilai-nilai sosial, seperti persamaan hak dan kewajiban, keterbukaan, keadilan, kejujuran, kerukunan, toleransi, pluralisme dan multikulturalisme. Dimana semua nilai-nilai sosial tersebut merupakan pilar kehidupan yang kiranya demokratis.

Karena sejak semula Islam memang mengajarkan nilai-nilai tersebut. Terciptanya suatu masyarakat madani yang telah diprakarsai oleh Nabi saw di Madinah adalah bukti konkret adanya universalisme Islam. Madani sendiri dalam arti sempitnya adalah masyarakat yang beradab.

Sehingga, hasilnya, Islam mampu bergaul dan berinteraksi dengan siapapun, di manapun dan kapanpun. Tentu dengan perhatian penuh bahwa harus tetap menjalankan syariat yang telah ditetapkan Dalam hal ini, lebih ditegaskan bahwa ”al-Islam shalihun li kulli zaman wa makan”, artinya, Islam akan baik dan tetap beradaptasi tanpa menghilangkan sedikitpin substansi ajarannya. Saat kapanpun dan dimanapun Islam berada. Justru, Islam telah banyak memberikan inspirasi dalam menciptakan stabilitas kehidupan peradaban manusia.

Artikel kerja sama milenialis.id dan PW IPM DIY.

Editor : Faiz

Gambar : Pexels