Harus kita akui bahwa pandemi corona telah banyak merubah kebiasaan kita. Dari yang tadinya terbiasa kerja di luar rumah, sekarang harus membiasakan diri dengan work from home. Kalau  tadinya terbiasa mengerjakan banyak hal bersama teman-teman, saat ini apa-apa harus dikerjakan sendiri, mengingat saat ini dilarang berkerumun. Dan salah satu kebiasaan kita yang berubah adalah: kebiasaan finansial.

Banyak teman-teman kita yang harus berhenti bekerja karena berbagai macam alasan. Ntah karena perusahaan sedang mengurangi karyawan karena tidak kuat lagi membayar gaji, atau karena mobilitas yang dibatasi, ataupun karena alasan lainnya. Padahal, pengeluaran harian mereka tidak berubah, bahkan bertambah karena harus bayar kuota internet lebih banyak, bayar biaya ojek makanan, dan berbagai tambahan pengeluaran lainnya.

Seperti kata banyak orang tentang ‘the power of kepepet’, akhirnya banyak teman-teman kita yang berpikir keras tentang : “bagaimana bisa mendapatkan pemasukan tanpa perlu bekerja di luar rumah?”

Lalu muncullah satu jawaban yang (menurut mereka) brilian: Investasi.

Dengan investasi, kita bisa mendapatkan tambahan uang tanpa harus bekerja. Cukup keluarkan uang untuk investasi, lalu uang itu akan bertambah dengan sendirinya. Ide yang cemerlang bukan? Ditambah lagi, drama korea berjudul Start-Up dan Itaewon Class yang booming semakin membuat semangat investasi jadi menggebu-gebu.

Sayangnya, dunia bisnis tidak seindah itu kawan.  

Alih-alih untung, yang ada malah buntung. Berharap bisa dapat uang dari investasi, eeh yang terjadi malah rugi. 

Pertanyaannya: Apakah investasi itu salah? Tidak. Investasi-nya tidak salah. Yang salah adalah pola pikirnya. Yang salah adalah cara melakukannya.

Saran saya, sebaiknya jangan coba-coba investasi kalau anda masih melakukan hal-hal berikut:

1. Malas belajar

Kalau masih malas belajar tentang investasi, saran saya jangan coba-coba investasi deh. Apalagi investasi di instrumen-instrumen dengan resiko tinggi. Ada ilmu dasar dalam ilmu investasi yang harus kita ketahui: Keuntungan berbanding lurus dengan resiko.  Yang artinya, semakin besar keuntungan, semakin besar pula resikonya. Sebaliknya, kalau takut pada resiko, lebih baik pasrah dengan keuntungan yang apa adanya.

Sebelum investasi, kita harus siap mempelajari banyak hal. Instrumen investasi ada banyak sekali dengan keunikannya masing-masing. Ada saham, obligasi, sukuk, reksa dana, dan sebagainya. Dan masing-masing instrumen ada plus-minusnya, yang tidak mungkin kita bahas semuanya disini.

Belajarnya dari mana?

Silahkan baca buku-buku tentang investasi. Bisa dicari di toko buku terdekat. Kalau nggak punya modal buat beli buku, silahkan googling, ada banyak sekali informasi di sana. Kita juga bisa kok belajar investasi dari akun-akun Instagram yang banyak membahas tentang keuangan. Pokoknya, jangan malas belajar, jangan malas baca.

2. Nggak punya perencanaan keuangan

Dalam investasi, perencanaan keuangan sangatlah penting. Dengan perencanaan keuangan yang baik, kita bisa memilih mana instrument yang cocok dan sesuai dengan perencanaan keuangan kita.

Di dalam dunia investasi ada banyak sekali hal-hal yang harus kita pertimbangkan: apakah mau berinvestasi jangka pendek atau jangka panjang? Berapakah persentase keuntungan yang kita butuhkah? Seberapa siap kita dengan resiko yang akan kita hadapi?

Misalnya, Budi mau membeli mobil dalam 5 tahun kedepan dengan harga 200 juta. Maka, budi harus mencari instrumen investasi yang cocok, yang sesuai dengan tabungan yang ia miliki sekarang, ditambah dengan tabungan-tabungan di masa mendatang, sampai akhirnya ia bisa membeli mobil tersebut di tahun 2025.

Mengetahui itu semua dari mana? Ya belajar. Banyak baca. Atau kalau mau gampang, silahkan datang ke konsultan keuangan yang terpercaya. Tapi ya pasti harus merogoh kocek lagi untuk itu. Emangnya situ siap?

3. Berinvestasi dengan uang panas

Apa sih uang panas?

Uang panas adalah uang yang kemungkinan besar akan kita gunakan dalam waktu dekat.

Kalau mau investasi dengan uang makan sehari-hari, apalagi dengan uang pinjaman, maka lebih baik jangan dilakukan.

Saat ini karena lagi masa-masa susah, banyak orang berpikir bahwa investasi adalah cara mudah mendapatkan uang. Akhirnya banyak orang yang ‘All-In’, dan memasukkan semua uangnya untuk investasi, bahkan nggak sedikit yang berhutang untuk investasi. Pokoknya mikirnya ‘yang penting untung’. 

Akan tetapi yang terjadi malah investasinya anjlok, hutangnya bukannya lunas malah bertambah. Padahal, seharusnya kita berinvestasi menggunakan uang dingin, yaitu uang yang berada di dalam tabungan, dan kemungkinan tidak akan terpakai dalam jangka waktu yang lama.

 Daripada di dalam rekening uang dingin kita tergerus inflasi, maka investasi adalah jawaban yang tepat. Nah, uang dingin ini tentunya bisa kita dapatkan setelah memiliki simpanan uang yang cukup. Paling tidak,  setelah memiliki dana darurat yang besarnya 3-6 kali lipat pengeluaran bulan kita.

Misalnya, pengeluaran Adi tiap bulannya adalah 2 juta (untuk biaya kos-kosan, makan, uang jajan, dsb,) maka paling tidak  Adi harus memiliki dana darurat yang besarnya 6 juta (2 juta x 3 bulan) untuk berjaga-jaga. Dan jika ternyata saat ini Adi memiliki uang sebanyak 10 juta, maka 6 juta adalah dana darurat, dan 4 jutanya adalah uang dingin yang bisa diinvestasikan sesuai dengan perencanaan keuangan yang sudah ia buat.

Kalau belum ada dana darurat? Lebih baik nabung dulu, atau nabung emas yang sifatnya lebih mudah dijual dan dicairkan.

Investasi itu memang penting. Tapi jika investasi dilakukan tanpa ilmu dan hanya coba-coba, malah menjadi berbahaya buat kita. Memang benar kata para ulama : “Berilmulah sebelum berbicara dan berbuat.”

Apalagi sebagai seorang muslim, kita harus bisa berhati-hati dalam menggunakan uang kita, jangan sampai salah coba-coba investasi dan malah makan uang haram nantinya. Naudzubillahi min dzalik.

Penyunting: Halimah
Sumber gambar: Okezone Ekonomi