Rabu 29 Februari 2020 yang lalu, saya mengenderai motor pergi ke Mataram bersama istri. Saya pergi ke Mataram mengantar pesanan jajan dan kopi untuk sebuah acara diskusi. Diskusi itu akan dimulai jam 14.00 WITA. Tentu saja kami harus berangkat sebelum acara dimulai. Dalam perjalanan tersebut, saya mengalami suatu kejadian dan akhirnya sadar akan suatu hal, yaitu jangan remehkan pikiran yang tiba-tiba muncul.

Pikiran yang Tak Diundang

Memasuki jalan by pass dari arah Gerung, Lombok Barat, tiba-tiba muncul dalam pikiran saya “Jangan sampai ban motor yang saya pakai ini bocor atau pecah di tengah jalan”. Saya tahu itu salah satu bentuk pikiran yang tidak baik. Model pikiran pengganggu yang kerap muncul dalam benak kita. Pikiran tidak baik seperti itu sering kali muncul saat kita sedang berada di atas kendaraan atau dalam kondisi yang lain.

Menyadari akan hal itu, saya berusaha mengusir pikiran pengganggu tersebut dengan menghadirkan atau mendatangkan pikiran-pikiran positif. “Ah itu pikiran tidak baik. Kami akan sampai lokasi acara dengan selamat dan baik-baik saja”. Sambil terus menghadirkan pikiran-pikiran baik dan positif, pikiran-pikiran penganggu itu kembali muncul. “Jangan sampai kejadian yang dialami oleh ipar itu juga terjadi pada saya”.

Saat dijalan, pikiran atau persepsi baik dan tidak baik bertarung untuk mengisi pikiran saya. Salah satu dari mereka ingin jadi pemenang. Sambil fokus mengenderai motor saya terus meminta agar pikiran yang tidak baik itu beranjak. Pikiran pengganggu itu tidak boleh hadir terlalu lama dalam pikiran saya. Itulah cara saya bertahan dan membentuk persepsi positif dalam pikiran.

Tepat di atas jembatan sekitaran wilayah Telagawaru, Labuapi, Lombok Barat motor yang saya kendarai tiba-tiba terasa berbeda. Jalannya mulai tidak lurus. Ban motor bagian belakang ternyata pecah. Untung saja kecepatan motor segera bisa saya kendalikan. Istri yang duduk di belakang segera turun lalu menepi sambil menurunkan barang-barang yang kami bawa.

Jangan Remehkan Pikiran yang Tiba-tiba Muncul

Sebelum berjalan mencari bengkel untuk menambal ban, saya meminta istri untuk menelpon ipar agar mengantarnya meneruskan perjalanan. Setelah yakin ipar itu akan menjemput, meski berat hati saya terpaksa meninggalkan istri di atas jembatan sendirian. Saya khawatir acara sudah mulai, sementara snack dan kopi belum datang.  

Bayangkan saja, bagaimana perasaan anda mengalami pecah ban di atas jembatan jalan by pass di tengah terik matahari pukul 13,00 lebih. Seketika terlintas dalam pikiran kejadian serupa yang dialami ipar ketika mengantar barang menuju Mataram. Meski kejadiannya malam hari, ia terpaksa harus menggeret motor Scoopy bersama barang yang ia bawa sejauh satu kilometer lebih, sebelum menemukan bengkel untuk menambal ban.

Saya masih beruntung menggeret motor tidak terlalu jauh. Di bawah jalan sebelah timur ada ‘bengkel penolong’ yang saya minta untuk mengganti ban dalamnya.

Bagi sebagian orang, kejadian di atas mungkin dianggap sebuah kebetulan. Bagi orang yang memahami ilmu pikiran, itu bukan sebuah kebetulan.“Hati-hatilah dengan pikiran dan perasaanmu. Sebab, hal itu akan menarik apa pun yang engkau pikirkan dan rasakan” kata Dr.Ibrahim Elfiky. Pengalaman di atas membuktikan, betapa pikiran itu begitu cepat terjadi meski sudah mencoba untuk dihalau oleh pikiran-pikiran positif.

Itu memberikan saya pelajaran, betapa pikiran dan perasaan itu tidak bisa diremehkan. Ia seketika bisa menarik dan mewujudkan apa yang terlintas di dalam otak meski sering disepelekan. Makanya mengenal, memahami, mengontrol, dan memaksimalkan pikiran bawah sadar itu menurut saya sangat penting.

Ini persis dengan yang diterangkan oleh Dr.Ibrahim Elfiky, “Pikiran melahirkan kenyataan yang sesuai dengannya dan kenyataan ini akan meluas dan menyebar”. Maka, memahami dan mengenal cara kerja pikiran, adalah sebuah keharusan. Oleh sebab itu, jangan remehkan kekuatan pikiran yang tak diundang.