Hai sobat Milenialis! Pada akhirnya, kita telah dekat sekali dengan pemilu setelah masa kampanye berlangsung sejak tujuh bulan yang lalu. Berbagai tawaran program dan kemampuan beretorika saat kampanye dilontarkan untuk merayu publik supaya besok pada tanggal 17 April mencoblos kubunya.

Sebagai rakyat biasa, tentu dengan menggunakan kacamata yang berbeda-beda kita telah melihat banyak kebaikan dan kekurangan masing-masing capres. Ketika melihat dari kacamata cebong, pasangan capres 01 akan terlihat lebih banyak baiknya ketimbang kurangnya. Begitu juga dengan kampret dalam melihat pasangan capres 02.

Lalu bagaimana dengan yang bukan cebong dan kampret? Cius mau milih Dildo?

Berhubung Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menetapkan hari tenang pada tanggal 14-16 April, jadi milenialis nggak mungkin mau kampanye (lagi). Apalagi mau menggiring opini.

Karena itu, disini milenialis cuma mau ngajakin cebong dan kampret atau siapapun yang besok mau menentukan pilihannya, mari kembali menenangkan hati dan fikiran untuk berfikir lebih jernih dan menimbang-nimbang ulang pilihan kita. Mari menjadi pemilih cerdas yang memilih dengan penuh pertimbangan kualitas yang dapat membawa kebaikan lebih banyak dan dapat menekan madarat yang lebih sedikit untuk tanah air tercinta.

Milenialis berharap, semoga PEMILU 2019 dapat berjalan dengan LUBER JURDIL DAMAI dan semoga para milenial bukan menjadi bagian dari si pembunuh demokrasi karena sebenarnya core of the core-nya PEMILU bukan hanya sebagai media pemilihan wakil rakyat tetapi sebagai penentu dan representasi dari nasib demokrasi kita. So, jangan mager buat pergi ke TPS ya gaes sebagai upaya menghidupi demokrasi.

Buat para perantau yang belum sempat mengurus A5, kamu bisa pergi ke TPS dengan membawa e-KTP dan menggunakan kesempatan 2% yang disediakan di masing-masing TPS (meski baru bisa dilayani setelah pukul 12.00) dan atau kamu bisa jadi pengawal TPS dengan menggunakan situs online yang beritanya sudah bertebaran.

Akhir kalimat, ada nasihat

“Hidup-hidupilah demokrasi dan jangan mencari hidup dari demokrasi”

(Bukan KHA. Dahlan)

Penulis: Fadhlinaa ‘Afifatul ‘Arifah