Pergerakan anak muda saat ini mempunyai model perlawanan yang berbeda seiring dengan perkembangan zaman. Gerakan-gerakan perlawanan sosial tumbuh di pikiran anak muda yang mempunyai visi yang sama dan membangun kerja kolektif sebagai wujud pertentangan keadaan.

Tetapi, tidak jarang kita temui banyak anak muda yang apatis atas realita ini. Di lain cerita, ada yang peduli dan berhimpun, tetapi mereka seolah tergerus zaman yang terseret di dalam pusaran neo-hedonisme. Bahwa aktivitas anak muda hanya sekadar hiburan dan mengesampingkan agenda kritis sosial sehingga menumpulkan pergerakan progresif.

Hal ini menjadi senjata mematikan bagi anak muda yang kritis dan mengangkat tema-tema progresif untuk dibahas karena bakal dianggap “Ah, pelajar ngapain bahas itu” atau bahkan “Tidak cocok untuk pelajar. Terlalu berat”.  Sehingga perlu ada pengembalian nalar sosial bersifat progresif yang dimiliki anak muda.

 

Gerakan Sosial Baru

Menjelang akhir tahun 1960-an sampai tahun 1970-an ke atas, para teoritisi studi gerakan sosial baik di Eropa maupun di Amerika, merekonstruksi gerakan sosial dengan kemasan, konsep dan formulasi mutakhir yang disebut Gerakan Sosial Baru (New Social Movement). Melalui gerakan yang ekspresif dan emansipatif ini, pergerakan sosial mengarah kepada gerakan perjuangan hak-hak sipil warga negara (civil rights movements)terutama di Amerika Serikat. Gerakan semacam organisasi sipil yang berorientasi memperjuangkan dan mentransformasi pembaruan struktur pada lembaga-lembaga yang cenderung bersifat represif.

Di samping itu, aliran pemikiran kalangan sosialis pada waktu itu juga turut serta mempengaruhi perspektif gerakan sosial. Pemikiran-pemikiran sosialis ini kebanyakan disebarkan dalam suatu wadah formal melalui media populer dan jurnal-jurnal ilmiah. Keberadaannya bertahan lama seperti New Left Review (Media Massa Kiri Baru) dan Monthly Review (Jurnal Bulanan).

 

Komunitas Sebagai Wadah Perlawanan

Wadah organisasi-organisasi yang ada hari ini relatif ketinggalan zaman karena sifatnya kaku dan bercorak hierarkis –yang cenderung berubah menjadi gerakan politis-, membuat orang-orang yang apatis terhadap hierarki akan menolak terlibat dalam lingkaran tersebut.

Sebaliknya, anak muda justru lebih senang berada dalam komunitas yang bersifat kolektif tanpa terhalang sekat jabatan sehingga tidak ada atau batasan berarti dalam menjalankan roda pergerakan.

Pergerakan berbentuk komunitas ini mengalami transformasi zaman yang cepat. Misalnya saja komunitas literasi yang tidak hanya berkumpul (melapak) dan melakukan donasi buku, lebih dari itu mereka merupakan bentuk perlawanan atas ketidakhadiran pemerintah untuk memfasilitasi bahan bacaan bagi seluruh elemen masyarakat dari perkotaan hingga pedesaan. Menandakan perlawanan ini menjadi sebuah agenda yang radikal, bahwa masyrakat sipil mampu menggerakan massa untuk peduli terhadap baca dan tulis sebagai bentuk mencerdaskan kehidupan Bangsa dan bentuk pembebasan.

Langkah ini harus dapat di pahami oleh para aktivis karena ketika ia masuk dalam ruang organisasi, artinya ia masuk dalam ruang lingkup perlawanan dan ruang radikal sehingga kehadiran perkumpulan tersebut tidak menjadi ruang hampa dalam membangun keadilan.

 

Suara lantang komunitas

Spirit Gerakan Sosial Baru melibatkan cita-cita rasional berbagai kepentingan melalui kelompok-kelompok yang saling berkompetisi. Tampilan wajah dan formasi gerakan GSB dapat ditemukan dalam gerakan ekologi (environmentalism), gerakan feminisme, Hak Asasi Manusia, perdamaian dan mobilisasi akar rumput, melintasi gagasan kelas dan memotong batas pengkondisian material.

Pada kesempatan lain, teori perkumpulan massal (mass society theory) memahami bahwa aksi-aksi kolektif disebabkan karena individu disingkirkan dari kelompok-kelompok sosial yang tetap dan membuatnya lebih rentan terhadap aksi-aksi protes atau pengaduan-pengaduan di dalam sebuah gerakan kemasyarakatan. Dalam kaidah ini, individu dengan suara radikal menjadi suara sumbang dalam sebuah perkumpulan sehingga hanya dianggap sebagai parasit yang tumbuh dalam perkumpulan.

Dalam sebuah komunitas, sangat diperlukan suara-suara radikal sehingga membuat ritme baru dalam komunitas untuk kemudian berubah menjadi gerakan progresif. Bentuk komunitas merupakan wadah dari sebuah perlawanan, bukan sebagai wadah neo-kapitalisme berkedok modernitas yang bisa mematikan pergerakan-pergerakan sosial masyarakat.  Yang akhirnya membuat kehadiran sebuah perkumpulan hanya menjadi ruang hampa bukan menjadi wadah kritis.

 

Penulis: Al Bawi

Penyunting: Aunillah Ahmad