Sangat lazim ada teman kampus yang beberapa tahun nggak pulang karena berhemat. Ada teman organisasi yang sejak sekolah ke Jogja bertekad nggak pulang sebelum bisa membiayai diri sendiri. Ada teman-teman di luar negeri yang nggak pulang karena alasan biaya. Tahun ini, banyak yang lebaran nggak pulang, karena sayang.

Lebaran Nggak Pulang

Pandemi yang sedang terjadi merupakan penyakit yang rawan menyerang dalam kerumunan, dalam keramaian. Maka selama vaksin yang efektif berlum ditemukan, kerumunan harus dicegah sebisa mungkin. Termasuk kegiatan ibadah. Memasuki Ramadan dan Idulfitri, pencegahan kerumunan ini makin terasa.

Salat wajib berjamaah dipindah ke rumah, tarawih diselenggarakan di rumah, aktivitas luar ruangan dikurangi, sampai puncaknya mudik dilarang dan takbiran serta salat Idulfitri dilakukan secara terbatas di rumah maupun masjid. Bagi nyaris seluruh penduduk Indonesia, ini pengalaman pertama. Bagi perantau yang jauh dari keluarga, ini momen yang sangat berat.

Pastinya buat orang-orang tertentu memilih untuk ngga mudik itu sudah lazim, walaupun ya tetap ada sedihnya. Tapi bagi orang-orang semacam kami yang tiap tahun pulang, tentu ini pengalaman berbeda. Campur aduk rasanya.

Pagi ini contohnya, di saat banyak yang berkumpul bersama keluarga, aku sendirian. Di saat yang lain menyiapkan ketupat, anak rantau semacamku hanya bisa memasak nasi seadanya. Tentu tanpa kue nastar, putri salju, opor, dan soto ayam. Bisa makan yang cukup bergizi saja sudah alhamdulillah.

Lebaran ini bisa dibilang puncak dari rangkaian hari-hari penuh kesendirian dan minim interaksi langsung. Kira-kira sudah dua bulan berlangsung. Pun banyak yang merasakan lebaran nggak pulang nuansa semacam ini.

Ada yang sudah berkeluarga tapi nggak mudik ke kampung halaman. Ada yang sendirian sepertiku, harus jauh dari orang tua. Ada yang di luar negeri dalam nuansa lockdown. Bahkan ada juga yang sedang menuntut ilmu di negara tetangga, tapi harus was-was karena selain ancaman pandemi juga ada ancaman angin topan yang sedang menyerang.

Karena Sayang

Bagiku sendiri, momen lebaran tanpa pulang kali ini spesial sekaligus menyedihkan. Nggak pernah terbayang akan merasakan lebaran sendirian sebelum berkeluarga sendiri. Tapi, ya, mau bagaimanapun keputusan lebaran nggak pulang ini harus diambil. Lebih-lebih mudik dilarang, semua akses transportasi jarak jauh dibatasi banget.

Namun, sebelum mudik dilarang pun aku sudah pasang ancang-ancang. Mungkin nggak salat id berjamaah. Mungkin lebaran dari jauh. Mungkin nggak mudik walaupun diperbolehkan. Mungkin nggak ada silaturahmi penuh kehangatan dengan tetangga. Bahkan sekadar foto keluarga pun nggak bisa.

Sebenarnya, keluarga sempat meminta untuk sebisa mungkin pulang. Bapak dan Ibu malah beberapa kali ngode agar satu-satunya anak rantau ini pulang. Tapi, dengan berat hati, aku memutuskan tetap di Jogja saja. Tentu bukan karena nggak pingin pulang dan pingin kumpul dengan keluarga.

Justru nggak pulang ini wujud sayang. Aku di Jogja mungkin saja tertular Covid-19. Atau mungkin selama perjalanan aku bisa tertular orang-orang tanpa gejala. Meskipun buatku yang masih muda ini nggak terlalu bermasalah, tapi bagi orang lain sangat mungkin bermasalah. Tentu risiko nggak boleh diambil, seberapapun berartinya pulang, tetap nggak sebanding dengan nyawa dan kesehatan. Lebaran kali ini nggak pulang bukan karena tega. Tapi justru karena sayang.

Biarlah sedih dan perasaan campur-aduk datang, biar menjadi latihan di hari kemenangan ini. Anggap saja sebagai ujian, sedang setiap ujian yang berhasil kita lalui membuat kita lebih kuat. Apalagi, banyak orang-orang yang di momen biasa tanpa pandemi pun nggak bisa pulang, maka ini saat yang tepat untuk belajar merasakan teman-teman nggak bisa setiap tahun pulang.

 

Nggak masalah lebaran jauh dari rumah. Sedih ya sedih, tapi mari jadikan ini sebagai pilihan berat yang harus diambil demi keselamatan bersama. Insyaallah Idulfitri selanjutnya, atau bahkan segera setelah pandemi berlalu, yang nggak bisa pulang lebaran kali ini bisa segera pulang, berkumpul bersama keluarga.

Selamat menikmati kebersamaan bagi yang lebaran bersama keluarga. Semoga selalu selamat dan bahagia.

Selamat menikmati Idulfitri bagi yang sendirian, jauh dari keluarga. Tetaplah berbahagia, terima kasih sudah bersedia mengorbankan kumpul-kumpul bersama keluarga. Bersedia lebaran nggak pulang, karena sayang.

Selamat Idulfitri 1441 Hijriah. Taqabbalallahu minna wa minkum, mohon maaf lahir dan batin.