Ada lima hak sesama muslim yang meskipun sedang pandemi tak boleh dilewatkan.

Pendemi masih berlangsung saat ini dan entah kapan akan berakhir. Kondisi masyarakat banyak mengalami perubahan, mulai sosio-kultural hingga keagamaan individual. Banyak pertemuan dilakukan secara daring. Di samping itu, saat ini masyarakat mulai kembali pada rumititas semula karena PPKM mulai dilonggarkan.

Meski demikian, kejadian-kejadian tidak menyenangkan masih saja muncul. Orang isoman, misalnya, dijauhi tetangganya, dan anak yang lagi kos mendadak diusir dari kos karena dinyatakan positif, dan masih banyak lagi kejadian lainnya. Padahal sebelumnya akur dan harmonis. Parahnya, mereka adalah sesama muslim.

Ada lima hak muslim terhadap muslim lain yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. Tauladan beliau perlu kembali kita ingat di masa pandemi begini. Apa saja? Pertama, menjawab salam. Kita tahu bahwa menjawab salam itu hukumnya wajib. Iya, ‘kan? Ini tidak ada pengecualian. Sekalipun orang yang uluk salam adalah orang isoman, harus tetap dijawab. Bukan malah dibalas cacian atau kabur karena takut tertular virusnya. Toh, kita tidak tahu dia benar terkena virusnya, bisa jadi hanya ketidakakuratan alat ukur virus.

Kedua, menjenguk orang yang sakit. Nah, ini yang lebih repot dan diabaikan orang di masa pandemi begini. Orang sakit itu perlu dibantu, dihibur, agar semangat menghadapi penyakit lalu lekas sembuh dan pulih seperti sebelumnya. Lah, dia orang isoman, mosok dijenguk, nanti malah tertular? Pertanyaan ini dari awal sudah tidak tepat, alih-alih dia tidak mau menjenguk karena takut tertular. Padahal tidak ada aturan dilarang menjenguk orang sakit yang isoman.

Orang positif tidak boleh disambang. Kata siapa? Kita tetap boleh asal mengenakan protokol kesehatan yang sangat ketat. Contoh sederhana: menjenguk atau menengok dari kejauhan, mengantar makanan diletakkan di depan rumah, dan masih banyak cara lagi yang bisa dilakukan. Saya pernah melakukan itu kepada tetangga saya yang terkonfirmasi positif. Saya mengirimi makanan lalu menjauh ketika mau memastikan kondisi lalu sedikit menyapa. Tetangga saya nampak senang karena dikunjungi, meskipun saya hanya menyapa dari jauh.

Ketiga, mengiringi jenazah. Masa pandemi ini banyak orang meninggal berstatus Covid-19. Proses pemakaman pun berbeda dari biasanya. Sebelum pandemi, orang meninggal tidak langsung dimakamkan melainkan ada upacara pemakaman dahulu. Tetapi, setelah pandemi ini, banyak orang meninggal langsung dikebumikan dengan protokol ketat. Jenazah tidak boleh turun dari mobil kecuali setelah tiba di makam.

Meski dengan protokol ketat, sesama umat muslim harus ada yang mengiringi jenazah hingga liang lahat. Aturan pemakaman pasien Covid-19 memang jenazah tidak turun dari mobil hingga langsung ke makam. Tetapi, masyarakat boleh mensalati meski jenazah di dalam mobil. Jangan sampai karena status jenazah Covid-19 lantas takut mengiringi jenazah sampai makam, atau bahkan mensalatinya saja tidak.

Keempat, memenuhi undangan. Berbagai perayaan ditunda bahkan tidak diperbolehkan digelar. Akan tetapi, dalam beberapa acara, pemerintah tidak melarang berlangsungnya acara asal protokol kesehatan dilaksanakan dengan sangat ketat. Nikah, misalnya, boleh tetap digelar meski yang hadir terbatas pada sanak famili saja.

Sebab itu, ketika ada undangan suatu acara, dia harus menghadiri undangan tersebut. Tidak perlu beralasan pandemi lantas tidak mau menghadiri undangannya. Aslinya bisa saja disiasati. Contoh, ada undangan walimatul ursy. Kita tidak wajib hadir pada waktu acara berlangsung, tetapi bisa saja hari sebelumnya, atau hari setelahnya. Atau bisa juga ketika undangan itu pagi, kita bisa hadir siangnya, atau sorenya. Mudah, ‘kan…? Dengan begitu, kita bisa menggugurkan kewajiban untuk menghadiri undangan.

Terakhir, kelima, adalah mendoakan orang yang bersin. Saya ingat sekali ketika Covid-19 itu sedang naik daun, lalu kemarin sempat PPKM Darurat seperti yang belum lama ini. Orang bersin langsung menjadi sorotan orang-orang di sekitarnya. Bukannya didoakan, justru orang-orang sekitar malah menjauh. Jelas kalau mereka sedang ketakutan terkena Covid-19. Padahal ‘kan belum tentu orang bersin itu membawa virus. Iya, ‘kan?

Alhasil, sebagai penutup, saya berniat mengingatkan bahwa kita ini saudara. Sudah sepantasnya sesama saudara saling memperhatikan, tolong-menolong, mencintai, bukan malah apatis apalagi suuzan berlebihan terhadap saudaranya sendiri. Takut tertular virus Covid-19 itu boleh-boleh saja. Yang tidak boleh adalah memutus persaudaraan. Mari pererat lagi tali persaudaraan kita, khususnya sesama saudara tanah air Indonesia. Dan jangan lupa hak sesama muslim.

Editor : Hiz

Foto : Pexels