Soal kepercayaan diri dan bagaimana cara melawak dengan baik, baru-baru ini Fachrul Razi menunjukkan kelasnya. Beliau merupakan contoh paripurna dari negara yang tak habis-habis memproduksi kelucuan, saya berasa menonton acara lawak.

Pokoknya Menteri kita yang satu ini tak sekedar isapan jempol, apa yang beliau katakan sungguh natural gobloknya lucunya.

Andai kata saya punya wewenang untuk membuat kategori Menteri Kabinet Indonesia Maju of The Year, nama Fachrul Razi pasti di urutan teratas soal kelucuan.

Kamu boleh setuju atau enggak. Begini deh biar tak jelaskan kenapa Fachrul Razi ini lucu bingitzzz dan karenanya layak dapat kategori Mentri terlucu se-Indonesia raya.

‘Menteri Paling Radikal’

Saya tuh heran, dan bertanya-tanya, apa iya isi kepala Fachrul Razi ini mentok cuma radikalisme doang? Perasaan nih, ini perasan doang loh, saban ngomong yang keluar ga jauh-jauh dari ini itu radikal.

Tapi, setelah dipikir-pikir ucapan Fachrul Razi itu punya dasar yang kuat. Maksudnya begini, asal tau aja, sewaktu acara pelantikan Menteri 23 Oktober 2019 silam, beliau kepada awak media mengatakan dirinya ditugasi Presiden Jokowi untuk memberantas radikalisme. Dan itu merupakan tugas utama.

Kan lucu jadinya kalau ‘disuruh’ Presiden memberantas radikalisme malah gak paham dengan maksud radikalisme itu sendiri. Jadi mari kita simak langkah taktis Fachrul Razi dalam menerjemahkan mandat Presiden itu.

Pertama, Fachrul Razi langsung tancap gas dan main larang pengunaan cadar dan celana cingkrang untuk para ASN, beliau bilang itu tanda-tanda radikalisme.

Ya ampun, pak, bisa jadi mereka tuh kekurangan pakaian karena gaji ke-13 cair nya telat. Atau lagi ngikutin trend oppa-oppa Korea, dalam dunia fashion itu tuh namanya Cropped dan Capri Pants.

Tapi apa peduli Fachrul Razi soal itu? Ya jelas ga ada lah, Bambang.

Dalam kesempatan lain, ia melanjutkan peraturan yang tak kalah ajaib yakni sertifikasi da’i. Katanya sih untuk merespons gerakan radikalisme yang masif di atas mimbar-mimbar masjid. Bahkan ia mengklaim banyak umat yang dibodoh-bodohi oleh penceramah dengan modus dalil-dalil agama.

Saya heran kenapa pandangan sejenis ini masih saja langgeng. Apa mungkin sejalan dengan kualitas manusia Indonesia yang jeblok? Apa iya urusan ceramah harus diatur. Mengingatkan kita pada rezim tertentu. Apa-apa diawasi, harus standar pemerintah. Padahal, corak keberagaman masyarakat kita amat plural.

Atau, jangan-jangan Fachrul Razi ini ndak yakin kalau masyrakat kita itu cukup pintar untuk membedakan antara ajakan kebaikan dan keburukan? Hmmmm.

*

Terbaru, Fachrul Razi melempar pernyataan lewat acara webinar yang diadakan Kemenpan RB dan diunggah di kanal YouTube, lagi-lagi soal radikalisme. Dengan nada penuh keyakinan layaknya seorang pakar dan diucapkan dengan cara paling patriotik, ia menjelaskan tentang modus operandi terbaru bagaimana radikalisme bisa masuk masjid. Kali ini aktor nya anak muda.

“Cara masuk mereka gampang, pertama dikirimkan seorang anak yang good looking, penguasaan Bahasa Arabnya bagus, hafiiz (penghapal Qur’an), mereka mulai masuk dan ikut ikut jadi imam,”

Sek, kita tarik nafas dulu. Kalimat berikutnya Fachrul Razi berbicara lebih terang,

“Lama-lama orang bersimpati, diangkat jadi pengurus masjid. Kemudian mulai masuk temannya dan lain sebagainya, mulai masuk ide-ide yang tadi kita takutkan,”

Usai mendengar pernyataan Menteri Agama kita yang gagah, tampan dan berwibawa itu, saya buru-buru bercermin untuk sekedar memastikan: kalau saya tidak masuk dalam ciri-ciri anak muda yang berpaham radikal seperti yang beliau maksud.

Alhamdulillah saya yang agak good looking ini tidak fasih-fasih amat berbahasa Arab dan tentu saja bukan seorang hafizh. Kalau solat saja sungkan untuk mengisi saf depan, boro-boro jadi Imam masjid. Kalau begitu sah sudah, menurut stempel Fachrul Razi, maka saya tidak radikal.

Tetapi yang jadi kekhawatiran saya, kalua kabar ini sampai juga ke grup-grup Ukhtifillah dan emak-emak alumni 212, bisa dipastikan mereka bakal mencak-mencak tak terima, boleh jadi bakal unjuk rasa loh. Masa kriteria suami idaman dunia akhirat dibilang radikal.

Ukhti-ukhti dan emak-emak golongan mana yang nggak mau punya suami atau anak good looking alias ganteng dan bahasa Arab-nya bagus plus hapal Qur’an kayak Taqy Malik atau Muzammil Hasballah?

Dari penjelasan di atas, jelas sudah kalau Fachrul Razi ini adalah pendekar atau jagoan kelas satu untuk urusan radikalisme. Dalam kata lain, Fachrul Razi adalah ‘Menteri paling radikal’.

Pensiunan Jenderal Bintang 4

Fyi aja Fachrul Razi adalah salah satu Menteri dari kalangan militer yang dipercaya oleh Presiden Jokowi memegang kementerian yang bukan kaleng-kaleng. Sebagai negara dengan azas ketuhanan, rasanya Jokowi memang tak salah menunjuk pensiunan Jenderal Bintang 4 ini.

Beliau merupakan ketua tim Bravo 5, sebuah relawan ring satu atau sejenis tim sukses yang membawahi pensiunan militer.

Berkat modal jaringan dan ‘mantra simsalabim’ yang dimilikinya, Fachrul Razi tentu saja turut berperan dalam pemenangan Jokowi-Maruf Amin dalam konstelasi pilpres 2019. Loyalitas beliau sebenarnya bukan cerita kemarin sore. Pada 2014, beliau sudah memainkan peran yang sama.

Ini tuh menunjukan, betapa ‘radikal’-nya militansi seorang Fachrul Razi. Beliau ini paham banget konsep ” Tidak ada makan siang gratis.”

Jadi, selamat menikmati makan siang, Pak Jenderal. Hehehe.

Mirip Rhoma Irama

Nah ini yang terkahir. Apa kalian tidak sadar, sepintas lalu, wajah imut nan tegas Menteri Agama Fachrul Razi mirip dengan Raja Dangdut sejagad, Rhoma Irama. Coba perhatikan baik-baik. Pernah dengar ungkapan kalau di dunia ini Tuhan menciptakan 7 rupa manusia yang mirip dengan kita? Nah barangkali mereka berdua ini masuk dalam kategori ungkapan itu.

Tapi keduanya merupakan pendekar pilih tanding yang beda nasib. Rhoma Irama boleh saja mentereng di panggung tarik suara tetapi selalu gagal masuk kotak suara.

Ketua umum partai IDAMAN (Islam Damai dan Aman) ini tak pernah benar-benar maju jadi calon presiden.  Karir politik Bang Haji Rhoma cuman jadi juru kampanye tapi pas bagi-bagi jabatan malah ga kebagian. Duh.

Mungkin lain cerita sih kalau kemarin pak Prabowo yang menang. Salah sendiri si nggak dukung pak Jokowi. Apa mau dikata. nasib Fachrul Razi memang lebih mujur. Dia jagoan sewaktu di kesatuan militer dan tau caranya menyentuh hati Presiden.

Kita sudah sama-sama tahu, Fachrul Razi sebagai apa, sewaktu dan sesudah kampanye. Dan kita sama-sama belajar, ternyata modal gitar, brewok dan gelar haji aja ga cukup buat jadi Menteri Agama.

Sungguh ter-la-lu…

Tabik.

Penulis: Gigih Imanadi Darma

Penyunting: Aunillah Ahmad