Karena harus sekolah daring, tiba-tiba saja adik saya yang masih duduk di bangku sekolah dasar membutuhkan ponsel canggih atau laptop untuk menunjang kegiatan belajarnya. Kebetulan, di rumah ada laptop yang sudah setahun tidak terpakai. Laptop tersebut dibeli oleh orang tua saya kurang lebih sembilan tahun yang lalu.

Laptop tersebut sudah tidak pernah digunakan lantaran lemot. Mungkin memang beberapa perangkat kerasnya sudah tidak responsif lagi. Terkadang saat mengerjakan sesuatu bisa error dan memunculkan tulisan “not responding”. Karena adik saya, akhirnya laptop tersebut kembali digunakan. Saat dinyalakan kembali, memang terasa betapa lamanya waktu yang dibutuhkan agar laptop tersebut menyala.

Setelah berbulan-bulan adik saya menggunakan laptop yang lambat, akhirnya saya mencoba mencari cara bagaimana agar laptop tersebut bisa digunakan maksimal, seperti tahun-tahun awal laptop tersebut digunakan.

Maksimalkan Laptop Lawas dengan Linux

Setelah berselancar di internet, saya mendapatkan pencerahan untuk memaksimalkan laptop lawas, yaitu dengan mengganti sistem operasinya dengan Linux. Sistem operasi Linux tergolong jauh lebih ringan dibandingkan Windows. Kebetulan juga, adik saya hanya membutuhkan aplikasi pengolah kata dan perambah (browser) untuk keperluan belajar. Maka saat itu saya berkesimpulan, dengan Linux adik saya juga masih bisa menjalani kegiatan belajar mengajar.

Sebagai sistem operasi, Linux bersifat open source. Maknanya, Linux bisa diperoleh dengan cara gratis dengan proses pengunduhan yang mudah. Hebatnya lagi, ternyata banyak komunitas yang mengembangkan sistem operasi Linux. Produk dari komunitas tersebut nantinya bernama distribusi Linux, atau biasa dikenal dengan “Distro Linux”.

Linux LXLE

Sebagai orang yang awam tentang Linux, saya mencari-cari sekiranya distro Linux apa yang cocok. Karena saat itu saya hanya butuh sistem operasi yang terbilang ringan, bisa memiliki aplikasi pengolah kata, dan memiliki browser, maka pilihan jatuh kepada distro Linux LXLE. Saya merasa yakin dengan distro Linux ini, ditambah tagline yang dimiliki “Revive that old PC!”, yang bila dimaknai harfiah berarti “Hidupkan kembali PC lawas”. Ukuran dari file Linux LXLE juga tidaklah tinggi, hanya 1.3GB.

Setelah selesai mengunduh berkas, langkah selanjutnya adalah menginstal Linux tersebut untuk menggantikan Windows. Beruntung juga, di Youtube banyak orang yang membagikan video tutorial menginstal Linux. Pelan-pelan saya mengikuti langkah demi langkah yang disajikan tutorial tadi.

Setelah proses instalasi berhasil, saya matikan laptop tersebut dan saya coba nyalakan kembali. Waktu yang dibutuhkan untuk menyalakan laptop, jadi jauh lebih cepat daripada sebelumnya. Mungkin selain karena menggunakan Linux, saat proses instal banyak berkas dan perangkat lunak yang terhapus.

Linux vs Windows

Satu hal yang jadi catatan, desain tampilan dari Linux LXLE terbilang kurang indah bagi saya. Tampilannya terlihat kuno. Wajar saja, saya tidak terbiasa menggunakan sistem operasi selain Windows. Untuk performa, setidaknya setelah dua minggu pemakaian cukup baik. Adik juga mengatakan bahwa performa laptopnya sudah lebih baik dari sebelumnya.

Sebagai sistem operasi yang ringan, Linux LXLE sudah lumayan membantu belajar adik saya beberapa minggu belakangan. Kalau memang dirasa kurang cocok, toh saya bisa mencari distro Linux lainnya. Pilihan distro Linux yang banyak, juga membuat saya penasaran untuk mencoba varian lainnya.

Pada akhirnya, sistem operasi Linux bisa menjadi salah satu solusi kalau ada laptop lawas yang dirasa sudah lambat, tapi belum mau untuk mengeluarkan uang untuk membeli laptop baru.

Penulis: Muhammad Ikhsan Firdaus

Penyunting: Aunillah Ahmad