“Mata Tertutup” merupakan sebuah film propaganda antikekerasan dan antifundamentalisme yang diangkat berdasarkan riset MAARIF Institute terkait fenomena Negara Islam Indonesia (NII) yang banyak menyasar anak muda dan kemudian dibukukan dengan judul “Membuka Mata Tertutup”. Film ini disutradarai oleh Garin Nugroho, seorang sutradara yang banyak mengangkat isu-isu sensitif dalam berbagai film-nya.

Meskipun sudah tayang sekitar hampir sepuluh tahun yang lalu, film ini masih cukup relevan dengan kondisi tanah air akhir-akhir ini: ghirah keagaamaan kaum muda muslim meningkat, fenomena “hijrah,” dan sebagainya. Selain itu, arus utama Islam Indonesia saat ini juga mengalami apa yang disebut oleh Martin van Bruinessen (2014) dengan conservative turn.

Menyasar Anak Muda

Film ini rilis pertama kali pada tahun 2011 dan baru mulai diedarkan setahun kemudian.  Dalam laman filmindonesia.or.id, disebutkan bahwa pembuatan film ini menggunakan kamera foto Canon 5D dan pemain-pemain “amatir” yang baru pertama kali bermain film kecuali Jajang C. Noer. Biaya produksinya pun terbilang sangat murah. Di samping itu, waktu pengambilan gambar dilakukan sembilan hari. Adapun seluruh copy yang ditayangkan di bioskop berbentuk Digital Cinema Package (DCP).

Masih dari sumber yang sama, sinopsis film ini berisi tiga latar cerita tentang wajah kehidupan beragama di Indonesia. Eka Nusa Pertiwi berperan sebagai Rima, seorang gadis yang sedang gundah dalam pencarian identitasnya. Dalam kegamangannya itu, ia terlibat dalam NII (Negara Islam Indonesia). Lakon Jabir dibintangi oleh M. Dinu Imansyah. Ia merupakan seorang remaja yang menjadi pengebom bunuh diri karena terdorong oleh kondisi keluarga dan kesulitan ekonomi.

Aktris senior Jajang C. Noer mendapat peran sebagai Asimah. Seorang ibu yang kehilangan anak satu-satunya, yaitu Aini. Anaknya menjadi korban penculikan orang-orang dari kelompok Islam Fundamentalis. Aini merupakan seorang gadis belia yang juga menjadi target rekruitmen dari komplotan fundamentalis tersebut.

Dari berbagai pemeran dan latar cerita tersebut, film ini hendak menyampaikan bahwa ideologi ektrimisme atau fundamentalisme banyak menyasar kalangan muda. Hal ini berbanding lurus dengan tren keagamaan kaum muda muslim yang kian meningkat. Hasil penelitian dari Youth Labs yang menyasar berbagai kelompok anak muda di berbagai daerah di Indonesia, menyimpulkan tren peningkatan keagamaan generasi muda milenial meningkat (Lubbi Nuriz, 2019).

“Hijrah” dan Doktrin Hitam-putih

Istilah “hijrah” menjadi kata yang cukup banyak disebut-sebut dalam berbagai scene film ini. Para recruiter atau kelompok pengasong Khilafah menjadikan term “hijrah” sebagai kata sakti untuk membujuk para calon anggota barunya, khususnya anak muda. Selain itu, mereka tak lelah untuk senantiasa mengawasi, indoktrinasi, dan mendekati sasarannya secara intensif.

Dalam proses perekrutan, mereka mengatakan bahwa ketertindasan, kemiskinan, dan berbagai penderitaan yang terjadi di NKRI ini dikarenakan sistem pemerintahannya yang tidak sesuai dengan Islam (kafir) dan dianggap sebagai thagut. Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk mengatasi berbagai permasalah tersebut ialah berjihad memerangi thagut tersebut serta berhijrah dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) ke NII (Negara Islam Indonesia).

Di sisi lain, demi membenarkan perbuatan “jihad” dan “hijrah” tersebut yang berpotensi pada tindakan kekerasan, mereka memakai dalil-dalil nash (Al-Quran dan Hadis) yang dipahamai secara harfiah (literal). Dengan kata lain, dalil tersebut diartikan secara hitam-putih: wajib-tidak wajib; halal-haram, dan sebagainya.

Jika hanya sebatas pemahaman secara literal terhadap dalil-dalil, baik itu Al-Quran ataupun Hadis tanpa berujung pada tindak kekerasan, mungkin tidak terlalu menjadi persoalan. Namun, tindakan kekerasan yang berdasarkan pada pemahaman literal terhadap Al-Quran dan Hadis atau yang disebut Buya syafii sebagai “teologi maut” patut menjadi perhatian kita bersama.

Oleh karena itulah film ini hadir sebagai edukasi bagi khalayak ramai, khusunya anak muda. Di akhir film, beberapa tokoh menyampaikan pesan-pesannya kepada kalangan muda Indonesia. Salah satunya adalah Buya Syafii Maarif. Buya menyampaikan:

Anak muda sekarang saya rasa harus semakin cerdas. Tidak mudah terpancing oleh dokrin hitam-putih. Yang diberikan oleh orang-orang yang bertemakan hijrah, segala macam itu, hitam-putih. Dunia itu tidak hitam-putih. Jadi, kalau anak muda terpancing dan terjebak oleh itu, anak muda sendiri sesungguhnya menggali kuburan masa depannya

Film dapat di tonton di sini