Para kelahiran akhir 90-an sedang berada di fase remaja menuju dewasa, di mana pola pikir masih belum terbentuk dengan baik, sikap yang masih labil. Ditambah kekhawatiran finansial masih jauh yang diharapkan, persoalan cinta yang membuat kegundahan, dan persolan lainnya fase ini disebut quarter life crisis.

Menurut Nash dan Murray, hal yang dihadapi ketika mengalami quarter life crisis adalah masalah terkait mimpi dan harapan, tantangan kepentingan akademis, agama dan spiritualitasnya, serta kehidupan pekerjaan dan karier. Sedangkan menurut Fischer, quarter life crisis adalah perasaan khawatir yang hadir atas ketidakpastian kehidupan mendatang seputar relasi, karier, dan kehidupan sosial yang terjadi sekitar usia 20-an.

Permasalahan-permasalahan yang dialami tersebut terjadi pada usia 18-28 tahun, fase remaja menuju dewasa. Banyak faktor penyebab seseorang memiliki krisis, seperti tuntutan orangtua yang membuat kegalauan individu. Baik itu permasalahan akademik, persoalan cinta, cita-cita yang ingin diwujudkan yang seringkali menuntut ataupun membatasi ruang gerak anak karena berbeda pandangan dengan orangtua.

Tidak hanya itu, penilaian masyarakat juga memiliki pengaruh bagaimana individu berperilaku. Dimana masyarakat seringkali membuat standar-standar yang harus dimiliki oleh setiap individu, hal ini memberi kegaluan pribadi individu bagaimana harus berperilaku.

Hal tersebut akan mengundang masalah baru bagi pribadi individu, seperti stress, depresi, prilaku agresi, tindak kekerasan, rendahnya kesejahteraan psikologis, penarikan diri dari sosial, dan kecemasan. Melihat hal itu, masa melewati quarter life crisis tentu bukanlah persoalan yang bisa dianggap sepele.

Butuh banyak pihak untuk memahami dengan baik, agar setiap individu bisa melewati fase krisis. Baik itu paham secara definisi quarter life crisis itu sendiri, faktor yang menyebabkan fase krisis, akibat dari mengalami fase krisis dan bagaimana cara melewati fase krisis.

Rayakan Quarter Life Crisis Bersama BTS

Lagu-lagu yang dinyanyikan boy band asal Korea Selatan BTS, sedikit bisa menemani quarter life crisis. Seperti lagu Love Myself yang diluncurkan pada tahun 2018 ini mengajak pendengar dan para ARMY (sebutan fans BTS) untuk mencintai diri sendiri, menghargai apa yang ada pada diri kita, tidak perlu mengikuti standar yang ada agar bisa diakui oleh orang lain. Kita tidak butuh validasi orang lain untuk menandakan kehadiran kita kepada banyak orang.

Lagu selanjutnya Whalien 52, adalah kisah nyata dari ikan paus penyendiri yang berbeda dengan ikan paus pada umumnya yang hidup berkelompok. Ikan paus penyendiri ini disebabkan karena memiliki frekuensi suara yang sangat tinggi, yang pada umumnya frekuensi suara paus berkisar 10-39 Hz.

Perbedaan inilah paus lain tidak bisa mendengar suara Whalien 52. BTS mengambil kisah Whalien 52 ini menjadi sebuah lagu, Whalien 52 adalah diri kita yang seringkali menjadi menyendiri, ketika suara keinginan kita tidak ada yang mendengar, merasa diri berbeda dengan orang lain. Fase krisis inilah BTS memberi keyakinan bahwa suatu hari nanti akan ada saatnya menari dan bernyanyi atas keberhasilan kita.

Kita seringkali sedih tanpa alasan, merasa setiap hari terasa berat untuk dijalani, hal ini seringkali menyebabkan emosi memuncak. Kita hanya perlu pulang dan berbaring ditempat tidur, tidak perlu berlari terlalu cepat dan merasa khawatir karena masih ada hari esok. Kira-kira seperti itulah makna dari lagu Zero 0’Clock milik BTS.

Tiga lagu yang dinyanyikan BTS ini pasti sudah tidak asing lagi ditelinga para ARMY. Lagu-lagu BTS memang seringkali mengangkat isu quarter life crisis, isu kesehatan mental, dan kekerasan pada anak. Hal ini tidak heran, lagu-lagu BTS mudah diterima oleh remaja yang berumur 20-an yang rentan mengalami isu tersebut.

Jadi, siapkah melewati quarter life crisis bersama lagu-lagu BTS?

Editor : Hiz