Sebelum memasuki masa quarter life crisis (istilah gahol untuk milenial yang berada di fase umur krisis pada kisaran sebelum 25 tahunan). Saya selalu beranggapan bahwa menjadi anak sulung itu tidak menyenangkan, penuh beban, dan selalu mengalah. Belum lagi tuntutan dan ekspektasi yang dititipkan, serta celetukan dibanding-bandingkan dengan sepupu atau saudara, membuat predikat anak salung di mata Saya sungguh mengenaskan.

Harapan terhadap Anak Sulung

Ditambah lagi sering Saya mendengarkan cerita-cerita om saya tempo dulu. Ketika mendapatkan berkat (buah tangan dari acara tasyakuran) yang isinya berupa nasi, kering tempe, daging, ikan asin, sayur, acar timun dan telur.

Lalu, om Saya yang berpredikat sebagai anak laki-laki tertua harus siap dengan jatah ikan asinnya. Atau ketika nenek saya menggoreng telur dadar untuk santap sarapan, maka jatah om saya adalah potongan kecil terakhir yang ada di atas meja.

Itu baru soal makanan. Belum lagi masalah yang lebih kompleks seperti jodoh. Stereotip di masyarakat Jawa tentang “nglangkahi nikah” juga kadang menjadi sebuah tekanan. “Duuh mas, kok dilangkahi adeknya to, apa gak malu?” Laa dalah, kok lebih cepet laku adiknya dari pada kakanya,” “duh nek dilangkahi adeknya gini, bisa-bisa jadi perjaka/perawan tua looh.” Perjaka/prawan tua muatamuuuuu ah.

Dalam hal yang menyangkut karir, jika si anak sulung memliki karir pas-pasan atau menjadi pengangguran, sungguh omongan tonggo lan sedulor terasa seperti toa yang menghujam telinga. Mbudeki dan ngloroni ati.

Akan tetapi, itu dulu. Semenjak mendekati usia 25 tahuan, proses krisis hidup yang Saya alami membuat Saya berubah pikiran. Saya malah merasa bahwa menjadi anak sulung itu keren.

Meskipun secara pribadi juga mengalami beberapa cerita di atas. Seperti perihal tuntutan, ekspektasi, perasaan legowo, serta nyinyiran membanding-bandingkan itu. Agak menyeramkan memang, tetapi ada manfaat yang dirasakan. Beberapa hal di atas tentu saja membuat seseorang menjadi pribadi yang lebih matang. Bahkan menurut Saya, mereka yang berstatus anak sulung perlu diapresiasi keberadaannya.

Dengan berbagai macam tanggung jawab yang disematkan, Saya merasa anak sulung merupakan gerbong terdepan dalam menarik image keluarga. Maka, wajar kalau banyak ekspektasi yang dititipkan kepada si anak sulung. Mulai dari hal-hal yang berkaitan dengan moral-etis, pendidikan, hingga karir.

Ensiklopedia Keluarga

Anak sulung merupakan percontohan bagi adik-adiknya. Segala sikap dan prilakunya sedikit banyak akan mempengaruhi adik-adiknya, serta mempengaruhi cara padang orang lain terhadap keluarganya. Hal ini menyebabkannya harus berperangai baik serta berhati-hati dalam bertingkah laku. Salah pergaulan dan melakukan sedikit saja perilaku amoral, maka semuanya juga kena.

Menjadi anak sulung juga berarti menjadi ensiklopedia keluarga. Ia dituntut untuk mengetahui banyak hal. Dituntut mampu menjawab semua pertanyaan. Karena bagi orang tua dan adik-adiknya, si anak sulung merupakan gudang informasi. Pokoknya kalau ditanya ini dan itu harus bisa jawab!

Bahkan anak sulung juga dituntut menjadi orang yang multifungsi, serba bisa. Mulai dari hal remeh temeh, seperti tahu caranya benerin tabel di Microsoft Word, benerin genteng yang bocor, sampai yang kompleks seperti membantu membuatkan karya ilmiah, atau laporan kegiatan milik orang tuanya.

Selain itu, sikap sering mengalahnya anak sulung membuat mereka menjadi manusia yang tidak egois. Semuanya demi kepentingan keluarga, kepentingan bersama. Maka, wajar jika ada yang lebih membiarkan adiknya menikah duluan, dikarenakan masih banyak kepentingan keluarga yang dirasa belum bisa ditinggalkan.

Meskipun demikian, ini tidak berarti saya menganggap bahwa semua anak sulung itu bisa melakukan dan mampu menerima tanggung jawab itu. Tidak menutup kemungkinan tetap ada juga dari mereka yang tidak tahu diri dengan predikat madesu yang bisanya hanya jadi benalu (semoga bukan bagian dari kita).

Akan tetapi, apabila mampu melawati dan menjawab semua tuntutan dan ekspektasj yang diberikan, hal itu sungguh membuat statusnya tersebut menjadi anugerah yang keren dari Tuhan. Maka dari itu, bagi Saya sendiri, mereka merupakan insan yang perlu diapresiasi keberadaannya.

Editor: Nirwansyah