Selalu saja ada momen saat kita sedang makan di suatu rumah makan atau restoran, lalu makanan yang kita pesan tidak habis atau tersisa. Sebagian orang ada yang cuek dengan sisa makanan yang tidak habis. Ditinggalkan dan dibiarkan gitu aja, lalu membayar bill-nya. Sebagian yang lain meminta tolong kepada pelayan untuk membungkus makanan sisanya.

Semuanya memang tergantung pilihan masing-masing. Ada yang merasa tidak mau repot-repot, malu, atau bahkan gengsi saat membawa makanan sisa yang sudah dipesan ke rumah. Selebihnya ya cuek aja gitu. Toh, kita sudah dan akan membayarnya. Intinya, itu memang makanan yang kita pesan.

Kenapa Harus Gengsi?

Dalam beberapa hal, gengsi itu memang sangat mengganggu. Dan yang mengherankan adalah,  ada sebagian orang yang menganggap bahwa membungkus makanan yang nggak habis dan membawanya pulang saat makan di restoran adalah hal yang malu-maluin dan berpotensi mengikis gengsi.

Selalu saja ada yang beranggapan dan berkata, “Ih, ngapain dibawa pulang? Malu. Udahlah, tinggalin aja.”

Padahal selama bukan di restoran dengan konsep all you can eat, saya pikir, seharusnya sah-sah saja membawa pulang makanan yang tidak habis saat dipesan di suatu restoran. Apalagi, pihak restoran pun tidak melarang hal tersebut.

Selain itu, bagi saya, membawa pulang sisa makanan yang tidak habis adalah bentuk penghargaan itu sendiri. Baik bagi makanannya, pihak restoran termasuk para koki/orang yang memasak, sampai dengan orang-orang di luar sana yang membutuhkan makanan tersebut. Jadi, sayang aja gitu kalau sampai dibuang. Selama masih bisa dimakan, ya  dibungkus dan dibawa pulang aja gitu.

Dibanding mengikis gengsi, menyisakan makanan lalu membuangnya begitu saja malah berpotensi mengikis rasa kemanusiaan dan kepedulian terhadap sesuatu yang kita miliki. Menghabiskan makanan, yang masih layak untuk dimakan tentunya, menjadi salah satu bentuk penghargaan terhadap beberapa aspek dalam kehidupan, khususnya makanan yang sudah dengan secara sadar kita pesan di restoran.

Bagaimana Kalau Malas Membungkus Makanan?

Jika tidak ingin sampai membungkus makanan dari restoran, tentu saja ada beberapa hal yang bisa mencegah kita untuk menyia-nyiakan makanan yang sudah dipesan agar tidak mubazir dan dibuang begitu saja.

Cara yang paling utama adalah memesan secukupnya. Jangan kalap apalagi hanya “lapar mata”. Cara kedua, jika sedang makan dengan rekan atau saudara, saling berbagi satu sama lain atau memesan menu yang bisa dikonsumsi beramai-ramai bisa dijadikan opsi alternatif. Selain bisa menghemat pengeluaran juga, pastinya.

Realitanya, gengsi atau malu saat meminta tolong kepada pelayan di restoran saat ingin membungkus sisa makanan yang dipesan dan membawanya pulang hanya ada dalam angan-angan sebagian pelanggan saja. Buktinya, jika diminta tolong, para pelayan selalu senang dan tetap akan melakukan hal tersebut. Lagipula, selama kita—para pelanggan—membayarnya, itu kan menjadi hak kita juga. Jadi, kenapa juga harus gengsi atau malu?

.

Dalam kasus serupa, saya pikir, gengsi yang dimiliki bisa difokuskan untuk hal lain. Misalnya saja, gengsi jika tidak menghabiskan makanan yang dipesan. Kalau dirasa menu yang dipesan terlalu banyak, bisa dibagi dua, atau pesan menu lain yang sekiranya pas dengan porsi makan kita. 

Mungkin dan boleh jadi, kalian akan berdalih bahwa, tidak mau membungkus sisa makanan dan membawanya pulang adalah hak kalian juga sebagai pelanggan. Saya betul-betul menghargai pilihan tersebut dan hanya menyarankan pilihan lain yang bisa dilakukan. Tentu saja tanpa tekanan dan/atau paksaan. Tapi, kalau memang ada hal yang lebih bermanfaat dan tidak mubazir, kenapa tidak dicoba atau diterapkan saja. Iya, kan? Hehehe.

Jika ada diantara teman kalian yang ingin membungkus sisa makanannya saat makan di restoran, nggak perlu lagi menganggapnya norak atau malu-maluin. Bisa jadi, ia hanya ingin memaksimalkan uang yang sudah dibayarkan untuk menu yang dipesan. Biar nggak mubazir. Selama nggak merepotkan dan melanggar aturan di suatu tempat makan, harusnya sah-sah saja dan bukan suatu masalah, kan?