Membicarakan sepak bola artinya tak hanya membicarakan gelinding bola dan 22 penyepak di lapangan belaka. Masih banyak hal-hal lain yang bisa menjadi perbincangan di dalamnya, misalnya tentang suporter.

Jika kita membicarakan suporter, maka kita akan membahas juga budaya atau kulturnya. Budaya dalam suporter Indonesia sendiri terus berkembang dan berubah seiring zaman. Contoh, suporter era ‘90-an tentu berbeda dengan suporter era sekarang,

Tak bisa dimungkiri hal tersebut juga dipengaruhi oleh tren yang sedang populer. Di era ‘90-an populer dengan kultur mania dengan mengadopsi gaya pendukung Amerika Latin yang kemudian di dekade 2000 hingga 2010-an muncul lagi tren baru, yaitu tren ultras ala Italia dan casual ala Inggris.

Saat ini,  ketiga aliran tersebut beriringan saling memberi warna di stadion, dan kadang saling mengakulturasi satu sama lain. Perubahan tren kultur populer tersebut cukup berpengaruh dalam gaya mendukung bahkan berpakaian suporter di stadion.

Walau liga belum kembali berjalan, untuk mengobati kerinduan itu melalui pengamatan dan pengalaman sebagai penikmat sepak bola Indonesia, saya mengumpulkan starterpack dan tren yang mulai jarang ditemukan di stadion.

Terompet

Jika kalian tak percaya benda yang satu ini mulai jarang, coba kalian bandingkan cuplikan pertandingan tahun ini dengan 10 tahunan lalu atau lebih dan besarkan volumenya. Terompet yang juga dipakai orang jualan ini sering dibunyikan di akhir chant/lagu, misalnya seperti ini: Indonesia, tet tet tettttt. Atau kadang dibunyikan sembarangan layaknya Vuvuzela di Piala Dunia 2010.

Kini keberadaan terompet ini mulai jarang ditemukan di stadion. Bahkan beberapa kelompok suporter kini membuat rules dengan mengharamkan benda satu ini sebagai starterpack nyetadion, seolah mengamini kalau terompet ini juga kehilangan pamornya.

Kupluk Warna-warni

Bentuknya beraneka ragam, dari yang berbentuk tanduk hingga berbentuk panjang layaknya topi Pak Tarno. Variasi warna aksesoris ini biasanya mengikuti warna tim kebanggan yang bertanding. Sekarang, aksesoris kepala satu ini keberadaannya mulai tergantikan dengan dengan model lebih simpel, seperti topi model baseball cap, beanie hat hingga bucket hat.

Suporter yang Memakai Helm

Jujur saja, sampai sekarang saya tidak menemukan kenyamanan seperti apa yang membuat seseorang mau memakai helm di tengah sumpeknya lautan manusia saat nonton bola. Mungkin saja, beberapa orang semacam ini ingin tetap safety kalau tiba-tiba terjadi keributan. Karena, memang pernah pada masanya nonton bola selalu diindentikan kegiatan tawuran, walau perlahan anggapan itu mulai coba dihilangkan. Atau bisa jadi memang berjaga-jaga dari rawannya pencurian helm. Aneh-aneh saja.

Suporter Jebolan atau Bludus

Apa sih jebolan atau bludus itu? Jadi, istilah tersebut adalah sebutan bagi mereka-mereka yang masuk ke stadion tanpa tiket, begitulah definisi jebolan atau bludus. Kalau kalian punya kakak atau orang tua yang rajin datang ke stadion di era ‘90 hingga 2000-an,  saya jamin pasti pernah melakukan tindakan haram ini dan kalian akan didongengkan betapa lumrahnya tindakan satu ini pada masanya.

Tren bludus perlahan mulai hilang (walau masih ada) seiring perbaikan sistem ticketing serta kampanye “no ticket no game” sebagai kesadaran bagi pendukung yang loyal dan cerdas. Ya bagaimanapun, pemasukan klub juga bergantung pada tiket penonton, kan.

Satu Stadion, Satu Warna

Jika kita berbicara nyetadion di era 2000-an, soal baju, dulu pilihannya ada dua antara memakai atribut tim yang didukung atau memakai baju dengan warna sama dengan tim yang didukung. Sehingga, jika dilihat dari kejauhan atau di foto, tampak satu stadion kompak dengan warna yang sama.

Kini pilihan tersebut semakin beragam, bisa saja memilih baju atribut, pakaian serba hitam ala ultras atau pakaian branded ala casual. Tak menutup kemungkinan orang memadukan ketiganya di stadion. Hal ini membuat stadion kini tak lagi satu warna, tak lagi harus menyesuaikan warna tim kebanggaan dan membuat warna di stadion lebih beragam.

Flare dan Smoke Bomb

Fungsi benda ini sebenarnya untuk mengirimkan sinyal ketika meminta bantuan. Namun dulu, benda satu ini mudah sekali ditemukan di stadion sebagai salah satu bagian atraksi suporter di stadion dan kini mulai jarang ditemukan di stadion.

Terlepas dari kontroversi benda yang asapnya bisa menganggu penglihatan dan pernafasan, benda satu ini juga diharamkan Komdis PSSI. Tak jarang, klub harus menanggung denda apabila kedapatan suporter menyalakan benda ini. Karena larangan ketat itulah, benda ini lebih sering dinyalakan saat pertandingan tidak resmi.