Yogyakarta, kota yang penuh akan kenangan bagi siapa saja yang pernah berkunjung ke Jogja. Tempat-tempat wisata yang indah untuk dikunjungi, makanan khasnya, hingga orang-orang Jogja yang dikenal sangat ramah pada siapapun. Di sisi lain, ada sesuatu yang cukup unik, dan bisa dikatakan cukup sakral. Salah satu hal yang disakralkan oleh masyarakat Yogyakarta adalah sumbu filosofis.

Banyak yang belum tahu mengenai sumbu filosofis yang ada di Yogyakarta. Sumbu filosofis ini tentu menjadi bagian penting dalam kosmologi Jawa. Di Jawa sendiri mengenal istilah Sangkan Paraning Dumadi. Istilah itu digambarkan atau disimbolkan dengan sumbu filosofis yang terdiri dari 3 bagian elemen. Pertama, dari yang paling utara disimbolkan dengan Tugu Jogja atau Pal Putih. Kemudian Panggung Krapyak yang terletak paling selatan, dan di tengah-tengah antara Tugu Jogja dengan Panggung Krapyak terdapat Keraton Yogyakarta. Selain itu ketiga elemen tadi, juga termasuk dari garis atau sumbu imajiner yang ditarik garis lurus dari Gunung Merapi, Keraton, dan Pantai Parangtritis.

Beberapa elemen atau bangunan dari sumbu filosofis ini pertama kali di bangun pada masa Pangeran Mangkubumi.

Manusia menjadi aspek yang utama dalam kebudayaan Jawa sendiri. Maka proses hidup manusia terkait dengan tiga elemen yaitu sangkan atau kelahiran, pernikahan atau kedewasaan, dan kematian atau paran. Ketiganya yang menggambarkan Sangkan Paraning Dumadi yang menggambarkan asal manusia hingga tiada. Sangkan Paraning Dumadi sendiri juga memiliki makna yang cukup mendalam bagi kehidupan manusia. Pertama dilambangkan dari Panggung Krapyak yang menjadi bagian dari tiga elemen sumbu filosofis yaitu Panggung Krapyak, Kraton, dan Tugu Pal Putih.

Panggung Krapyak

Panggung Krapyak melambangkan kelahiran manusia atau Sangkaning Dumadi. Maksudnya ialah proses manusia bertumbuh menjadi dewasa, berumah tangga, mengandung dan yang akhirnya melahirkan anak. Selain itu di dekat Panggung Krapyak terdapat banyak pohon asem, yang mempunyai arti “nyengsemke” atau menyenangkan. Pohon asem juga bisa diartikan sebagai sang anak yang selalu menyenangkan orang tua. Ada juga pohon tanjung, yang diartikan sebagai anak yang disanjung-sanjung.

Bangunan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat

Keraton, Pangeran Mangkubumi membangun Keraton sebagai tempat atau kiblat Papat Limo Pancer. Konsep ini menggambarkan bahwa masyarakat Jawa dalam kehidupannya selalu dilingkupi oleh empat anasir dengan Keraton sebagai sentral kehidupannya. Keraton yang menjadi awal mula berdirinya Yogyakarta menyelaraskan antara makrokosmos (Jagad Gede) dan mikrokosmos (Jagad Cilik)  dalam tata ruangnya. Ini terlihat dalam Panggung Krapyak, Kraton, dan Tugu Pal Putih yang memiliki satu kesatuan sumbu filosofi.  Konsep Manunggaling Kawula Gusti atau bersatunya seorang hamba dengan tuhan adalah pertemuan antara Sangkaning Dumadi dan Paraning Dumadi. Sangkan dan Paraning Dumadi bertemu di Keraton. Konsep Manunggaling Kawula Gusti ini tergambar dari beberapa bangunan Keraton, Tugu Pal Putih, hingga Gunung Merapi.

Masjid Gedhe Kauman

Keberadaan Masjid Gede Kauman yang berada di pusat kota menggambarkan bahwa Keraton juga sebagai pusat religi. Masjid Gedhe Kauman juga merupakan bukti bahwa Pangeran Mangkubumi memberikan atau menyediakan fasilitas religi. Karena di dalam kehidupan manusia tidak akan lengkap jika tidak ada sentuhan agama di dalamnya.

Pasar Beringharjo

Selain itu Pasar Beringharjo yang menggambarkan Keraton sebagai pusat ekonomi dan tidak bisa dipisahkan dari tata ruang sumbu filosofis. Pasar Beringharjo juga menggambarkan bahwa Pangeran Mangkubumi ingin memakmurkan rakyatnya, dengan adanya Pasar Beringharjo harapannya roda ekonomi mampu berjalan. Pasar Beringharjo juga mempunyai makna simbolis dalam menuju tujuan akhir hidup atau Paraning Dumadi. Yaitu godaan duniawi, manusia harus mampu mengalahkan godaan duniawi supaya layak untuk memasuki kehidupan yang abadi. Para pedagang pun hingga saat ini masih melestarikan konsep “Tuna Satak, Bathi Sanak”, yang artinya rugi dalam hal materi tetapi untung dalam hal persaudaraan.

Tugu Pal Putih, dari Tugu Pal Putih menuju Keraton Yogyakarta melambangkan perjalanan jalan kesempurnaan manusia menuju kembali kepada sang pencipta atau Paraning Dumadi. Keraton Yogyakarta yang dimaknai sebagai kehidupan yang telah mapan, langgeng setelah kematian.

Itulah segelintir penjelasan makna dari sumbu filosofis yang ada di Yogyakarta. Sumbu yang di dalamnya mengandung makna yang sangat luar biasa seperti halnya Sangkan Paraning Dumadi. Serta masih banyak hal-hal mengenai kebudayaan yang ada di Yogyakarta yang kaya akan budaya.

Editor : Faiz

Gambar : Google