Apresiasi untuk seluruh kuli bangunan saat Ramadan~

Bagi para umat muslim di seluruh dunia, kewajiban berpuasa di Bulan Ramadan sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Apalagi bagi seorang pria yang masih sehat dan bugar, tentu malu jika tidak berpuasa dengan alasan tidak kuat.  Tapi terkadang tuntutan pekerjaan yang berat seperti para pekerja lapangan yang harus bekerja di bawah terik matahari, membuat godaan untuk membatalkan puasa semakin besar.

Beberapa tahun yang lalu, tepatnya saat saya masih duduk di bangku perkuliahan semester empat atau lima, pihak kampus hendak mengadakan semacam study tour pada semester berikutnya. Saya yang gak punya tabungan saat itu tentu kebingungan mencari dana untuk biaya study tour. Mau tidak mau saya harus mencari kerja, tapi kan pekerjaan tidak semudah itu didapatkan. Salah satu opsi untuk mendapat pekerjaan dengan cepat adalah dengan menjadi kuli bangunan.

Saya bersama salah seorang sahabat yang juga sedang kebingungan untuk membayar SPP, akhirnya berkeliling dari satu proyek ke proyek yang lain untuk melamar menjadi kuli bangunan. Singkat cerita kami beruntung bisa mendapat pekerjaan sebagai kuli bangunan di tengah himpitan karena biaya perkuliahan.

Karena sejak dari kecil sudah biasa bantu-bantu saudara saat bangun atau merenovasi rumah, kami tentu tak terlalu kesusahan menyesuaikan diri di lingkungan kerja yang baru ini. Namun tantangan sebenarnya hadir beberapa hari kemudian. Setelah beberapa hari bekerja, Bulan Ramadan tiba. Sebagai seorang muslim, tentu kami tak ingin melewatkan kesempatan untuk beribadah di bulan ini walau apapun kondisinya.

Kami memutuskan untuk tetap berpuasa di tengah pekerjaan yang berat sebagai kuli bangunan. Menjadi kuli bangunan saat Ramadan jadi momen puasa terberat dalam hidup saya. Jam tujuh pagi harus segera berangkat ke proyek, lalu mulai bekerja seperti ngangkut batu koral, mengaduk semen, ngangkut pasir dan pekerjaan berat lainnya. Beruntung teman-teman kami baik sehingga sering melarang kami untuk bekerja terlalu keras karena sedang beruasa.

Meskipun baik, tapi mereka suka iseng. Godaan terberat adalah saat waktu istirahat ketika para kuli lain membuka kotak bekal mereka di depan kami berdua yang sedang berpuasa. Sesekali para kuli yang lebih muda, menggoda kami untuk membatalkan puasa.  Yang paling menggoda adalah saat mereka meracik sebotol air putih dengan kukubima rasa anggur, duh bisa dibayangkan, di tengah terik matahari, dikelilingi bau keringat kuli, apalagi yang lebih menyegarkan selain kukubima rasa anggur. Kami berdua hanya bisa menelan ludah melihat mereka begitu menikmati bekal dan tegukan demi tegukan kukubima.

Saat godaan semakin memuncak, kami berdua biasanya akan memilih pergi ke masjid untuk salat dan istirahat di sana sampai waktu istirahat selesai, lalu kita lanjut kerja lagi. Hujan sering kali menjadi kenikmatan tersendiri, jika hujan turun, otomatis semua pekerjaan akan dihentikan. Bagi kami yang berpuasa, itu adalah salah satu kesempatan untuk menghemat energi.

Saat yang paling ditunggu tentu saja hari sabtu, hari di mana kami semua menerima gaji setelah seminggu bekerja. Bagi yang kurang paham, gaji tukang dan kuli bangunan memang diberikan per minggu.

Kalau tidak salah, gaji kami per hari saat itu masih sangat murah. Hanya Rp37.500 per hari untuk kuli, sementara tukang digaji Rp50.000 per hari. Jadi bagi kami berdua yang hanya kuli, seminggu menerima gaji Rp225.000 itupun jika tidak libur sama sekali.  Jauh berbeda dengan sekarang yang sudah mencapai Rp70.000-Rp100.000 per hari.

Tapi meskipun berat, kuli bangunan adalah pekerjaan paling menyenangkan menurut saya. rasa kekeluargaan begitu terasa. Gaji yang sedikit dan himpitan berbagai biaya hidup bisa kami tertawakan bersama. Apresiasi sebesar-besarnya bagi kuli bangunan saat Ramadan!

Editor : Hiz