Jika pada umumnya motivasi menonton MasterChef Indonesia atau acara televisi masak-memasak lainnya karena ingin bisa masak, atau setidaknya memiliki hobi memasak, maka itu tidak berlaku bagi saya.

Saya sama sekali tidak memiliki passion memasak, atau memiliki keinginan bisa memasak, apalagi hobi memasak, blas gadas tidak punya itu semua. Namun, saya justru sangat gemar menonton salah satu acara televisi, bahkan kompetisi memasak paling bergengsi, yang cukup terkenal akhir-akhir ini di Indonesia, yakni MasterChef Indonesia.

Ya, saya memang gemar menonton MasterChef Indonesia, yang season delapan kali ini ditayangkan setiap hari Sabtu dan Minggu ini. Namun, kegemaran saya menonton MasterChef Indonesia bukan berarti saya memiliki jiwa-jiwa seorang koki, tapi terdapat alasan lain yang melatarbelakangi saya menonton MasterChef Indonesia. Dan, mungkin alasan ini dimiliki oleh banyak warga +62 ketika menonton MasterChef Indonesia.

Oke, melalui tulisan ini, akan saya jelaskan satu persatu mengapa saya menonton MasterChef Indonesia, meskipun tidak memiliki bibit ataupun gairah memasak dalam diri saya.

  1. Mengagumi tampang jurinya

Selaku laki-laki yang normal dan masih memiliki kepribadian yang normal pula, maka tentunya mengagumi kecantikan chef Renatta selaku juri MasterChef Indonesia merupakan hal yang lumrah. Dan, mungkin bagi kaum hawa pun, ketika melihat juri laki-laki MasterChef Indonesia seperti chef Juna dan chef Arnold juga akan mengagumi ketampanan mereka.

Oleh karena layaknya manusia yang biasa, dan memiliki panca indra yang masih berfungsi, maka mengagumi tampang juri ketika menonton acara MasterChef Indonesia merupakan tindakan yang cukup logis.

2. Cuma pengen liat peserta dimarahin

Entah kenapa melihat peserta yang dimarahin ketika di ajang MasterChef Indonesia itu menjadi keasikan tersendiri dalam menonton acara kompetisi memasak tersebut. Terutama ketika sedang fase pressure test, di mana peserta yang masuk tahap tersebut berarti menunjukkan posisinya diambang penggusuran dari galeri MasterChef Indonesia.

Oleh karena itu, peserta yang masuk pressure test dan ketika penilaian, biasanya dikomentari habis-habisan, bahkan dimarahin habis-habisan pula. Hingga kenak mental pula. Sehingga tidak sedikit dari peserta yang masuk pressure test pasti ada yang nangis, atau setidaknya matanya berkunang-kunang dengan raut wajah takut, tegang dan sedih.

Saya sendiri sedikit heran, apakah saya tergolong sebagai seorang psikopat? Pasalnya, saya justru senang melihat tontonan orang lain sedang menderita, dimarah-marahin, taruhan karir di galeri MasterChef Indonesia sedang buruk. Tapi, ah sudahlah, bodo amat.

3. Suka melihat betapa riwehnya memasak

Melihat orang memasak yang terburu-buru karena dikejar waktu itu asiknya bukan main. Bagaimana tidak? Lah wong peserta MasterChef Indonesia itu kelihatan banget riwehnya mereka ketika memasak. Mulai dari mengambil bahan-bahan, mempersiapkan alat, proses memasak, bahkan sampai di menit-menit terakhir seperti plating makanan.

Ada yang bolak-balik ngambil bahan makanan karena lupa, saking buru-burunya. Ada yang lupa pada step by step memasak makanan yang hendak di masak, bahkan sampai acak-acakan tahapan masakannnya. Ada pula yang ngebleng mau masak apa, sehingga mengambil bahannya asal-asalan.

Ya, itu semua karena mereka dikejar oleh waktu, sehingga mereka riweh nggak karuan.

4. Ikut antusias pada drama di galeri MasterChef Indonesia

Entah kenapa, di kompetisi MasterChef Indonesia itu justru sangat banyak sekali drama-drama yang menggugah antusiasme penontonnya. Bahkan bisa mengalahkan sinetron-sinetron Indonesia.

Saya sendiri kurang begitu paham drama di galeri MasterChef Indonesia itu dibuat-buat atau memang real, memang apa adanya. Namun, karena ada drama tersebut, justru sangat menarik penonton acara MasterChef Indonesia, meskipun penonton tersebut tidak memiliki jiwa memasak seperti saya.

Drama yang menurut saya paling menyentuh itu ketika Ibu Wita dipulangkan. Awalnya itu kinerja Ibu Wita di galeri MasterChef Indonesia mulai menurun semenjak ia merasa kangen dengan anaknya. Bahkan karena kinerja Ibu Wita terus menurun hingga membawa ia masuk pada pressure test.

Saat di pressure test, Ibu Wita mengungkapkan perasaannya dan sekaligus alasan kinerjanya mulai menurun, yakni karena ia kangen anaknya. Padahal sebenarnya kehadiran Ibu Wita di galeri MasterChef Indonesia itu sendiri karena dorongan anaknya sendiri. Namun, apalah kata, alasan itu tidak dapat menjadi pertimbangan para juri untuk tetap mempertahankan Ibu Wita di galeri, dan akhirnya ibu Wita harus pulang dari galeri MasterChef Indonesia.

Oke, kawan-kawan, jadi menonton acara kompetisi MasterChef Indonesia itu tidak selalu karena pengen bisa masak atau berjiwa seorang koki, ya. Belajar masak dari acara MasterChef Indonesia itu sendiri nampaknya kurang efektif. Pasalnya, banyak step by step memasak yang disingkat maupun dipotong dalam tayangannya. Paling mentok belajar tips memasak dari komentar jurinya saja.

Nah, untuk saya sendiri, motivasi menonton MasterChef Indonesia bukan karena pengen belajar memasak atau memiliki passion memasak, tapi ya karena memang acaranya seru, asik dan sangat menghibur para penontonnya.

Editor : Hiz

Foto : YouTube MasterChef Indonesia