Tak lama lagi, pemerintah Indonesia akan mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Apakah omnibus law akan menguntungkan anak muda?

Peraturan yang tebalnya mencapai 1.028 halaman ini diyakini akan membuat lowongan pekerjaan semakin banyak. Sebab membuka kran investasi sebesar-besarnya yang membuat angkatan kerja di Indonesia akan terserap didalamnya.

Jika seperti itu terdengar sangat baik memang niat dari pemerintah, ini membuat para kaum milenial yang masih belum punya pekerjaan sangat antusias. Tetapi apakah memang begitu adanya? Atau hanya ilusi untuk melanggengkan struktur sistem kapitalisme yang menindas ini?

Investasi Itu Gak Selalu Berbanding Lurus dengan Terbukanya Lapangan Kerja

Sayangnya fakta objektif di lapangan berkata lain. Data yang dihimpun dari Badan Kordinasi Penanaman Modal (BPKM), dilansir dari Katadata mengungkapkan bahwa  realisasi investasi sepanjang 2019 mencapai Rp 80,9 triluan, baru menyerap tenaga kerja sebanyak 1,03 juta orang. Sedangkan pada 2018, investasi di Indonesia mencapai 721, 3 triliun dan menyerap tenaga kerja sebesar 960.052 orang.

Anehnya pada 2017, dari investasi Rp 692,8 triliun, serapan tenaga kerja lebih tinggi yakni menyentuh angka 1,17 juta orang.

Kepala BKPM Bahlil Lahadalia memberikan penjelasan bahwa investasi yang masuk ke Indonesia kebanyakan menggunakan teknologi mutakhir. Membuat tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses produksi menjadi lebih sedikit.  Lah kalau begitu situasinya, trus pemerintah Indonesia tujuannya untuk apa mengesahkan Ruu Ciptaker ini?

Data dari BPKM ini telah membuktikan bahwa pembukaan kran investasi dengan mempermudah perizinan tidak berbanding lurus dengan terserapnya tenaga kerja dalam berbagai jenis usaha. Alih-alih menciptakan kesejahteraan di tengah masyarakat. Pembukann kran investasi sebagai nafas corak produksi kapitalistik haya berperan dalam peningkatan kemiskinan, pengangguran, juga tentunya pengambilan lahan dari petani ke korporasi.

Omnibus Law Menguntungkan Anak Muda Atau Mesin?

Kalau kita ambil pendapat baginda Marx, tentunya saat konteks penggunaan mesin-mesin dalam revolusi industri. Dalam buku Kapital jilid 1, Marx memberikan analisisnya pada perkembangan teknologi yakni mesin-mesin yang saat ini bisa dikonteksutualisasikan dengan penggunaan teknologi.

Marx menjelaskan dalam bab 15 mesin-mesin dan industri skala besar bahwa “Hukum penawaran/persediaan dan permintaan (supply and demand) membuktikan bahwa mesin-mesin melemparkan kaum pekerja ke jalanan (menjadi penganggur). Tidak hanya dalam cabang-cabang produksi dimana mesin-mesin itu digunakan. Akan tetapi juga di cabang-cabang saat mesin-mesin itu belum dipekerjakan”

“Kaum pekerja, ketika diusir dari tempat-tempaat kerja oleh mesin-mesin, akan membuat mereka terlempar ke pasar kerja. Kemudian kehadiran mereka dalam pasar kerja meningkatkan jumlah tenaga kerja yang tersedia bagi eksploitasi kapitalis.”

Lah pernyataan Marx ini sesuai kan dengan kondisi kita hari ini.  Penting diingat jika memang ini terjadi tak bisa dilepaskan dari dominannya corak produksi kapitalistik.

Omnibus Law dan Pertanyaan Bagi Kita

Terus timbul pertanyaan dari kaum rebahan, kalau begitu berarti kaum milenial harus menolak gitu perkembangan teknologi? Esensi teknologi membantu pekerjaan manusia supaya lebih cepat dan mudah. Yang sebenarnya kita lawan itu struktur sistem kapitalisme-nya.

Kok gitu? Gini kan karena teknologi itu dipunyai oleh pemilik modal, makanya dampak yang dihasilkan pekerja akan menjadi posisi rentan. Walaupun di sistem kapitalisme pekerja selalu dalam posisi rentan hehehe.

Seandainya nih ya teknologi tidak dalam sistem kapitalisme ,pasti manusia bekerjanya lebih sedikit, karena teknologi yang ambil alih kerja-kerja manusia. Kan enak lebih banyak menghabiskan waktu luang, main game dan rebahan contohnya.

Seperti kata bung Jordan Pearson dalam tulisannya terbitan Vice.com yang berjudul “The Future of Robot Labor Is the Future Of Capitalism”.

Bung Pearson memberikan kita berimajinasi  bahwa penggunaan teknologi dalam hal ini robot bisa sangat membantu umat manusia. Namun ketika tidak berada dalam sistem kapitaisme. Begini nih katanya:

“At a time when so many of us are looking towards the future, one particular possibility is continually ignored: a future without capitalism. Work without capitalism, free time without capitalism, and, yes, even robots without capitalism. Perhaps only then could we build the foundations of a future world where technology works for all of us, and not just the privileged few”

Berangkat dari itu karena kita semua masih dalam sistem kapitalisme yang membuat dunia kita saat ini banyak kemiskinan, pengangguran, dan lainnya. Itu berarti kita harus menolak disahkannya omnibus law.