Meksipun sudah mulai memasuki tahap kebiasaan baru a.k.a new normal, tetap saja banyak pekerjaan yang musti dilakukan dengan mengandalkan media digital. Atas dasar itu juga, kebiasaan saya bermain medsos tetap bertahan bahkan cenderung meningkat. Karena selain menjadi hiburan, media sosial kini beralih-fungsi sebagai media informasi utama sejak pandemi merebak. 

Peningkatan intensitas main medsos itu sebanding juga dengan meningkatnya permintaan pertemanan di Facebook dan Instagram saya. Saya bahkan sempat merasa terganggu karena ponsel yang kebetulan tidak sedang mode silent itu tiba-tiba sangat berisik. Ya apalagi kalau bukan karena nada dering notifikasi? 

Ternyata setelah saya cek, notifikasi yang masuk bukan datang dari WAG kantor atau WAG alumni, tetapi notifikasi permintaan pertemanan di Facebook dan Instagram. Beberapa notifikasi juga menunjukkan adanya pesan masuk baru di inbox Facebook saya. Beberapa nama akun Facebook asing dengan isi pesan yang kurang mengenakkan pun saya dapati di sana. 

Dengan adanya kejadian tersebut, saya pun membuat beberapa panduan pribadi tentang menerima permintaan pertemanan di Facbook dan Instagram agar akun saya terhindar dari akun medsos toxic. Cara ini barangkali juga bisa kalian terapkan saat mengalami hal serupa. 

Pertama: cek profil akun si pengirim pertemanan 

Jangan terburu-buru menerima permintaan pertemanan secara acak. Karena dikhawatirkan salah satu dari akun-akun tersebut datang untuk berniat buruk. Saya tidak mengajarkan kalian untuk bersuuzon ya. Tapi demi kenyamanan saat bermain media sosial, ada baiknya asal-usul si pengirim pertemanan juga pertimbangkan. 

Saya biasa mengunjungi profil Facebook atau bio Instagram si pengirim permintaan pertemanan untuk sekadar melihat persamaan relasi pertemanan kami. Saya juga melihat biodata si pengirim pertemanan, termasuk instansi tempatnya bekerja, atau bersekolah. Hal ini bertujuan untuk memastikan kejelasan identitas mereka dan kemungkinan teman saya yang juga mengenal akun tersebut. 

Jika dengan melihat biodata dan relasi pertemanan pada profil dirasa sudah cukup, saya akan menerima permintaan pertemanan. 

Kedua: cek foto profil 

Panduan selanjutnya adalah dengan melihat foto profil mereka. Sebuah akun media sosial akan lebih meyakinkan jika si pemilik memasang foto profil profesional atau minimal jelas untuk diamati oleh pengguna medsos lain. Hal ini bertujuan agar sesama pengguna medsos dapat saling mengenali. Jika saya belum begitu yakin setelah mengecek profil akun medsos mereka, yang saya lihat selanjutnya adalah foto profil. 

Panduan kedua ini saya lakukan karena memang tidak semua orang senang memperlihatkan identitas mereka secara berlebihan di dunia maya. Jadi jalan selanjutnya yang dapat dilakukan adalah dengan mengenali mereka lewat foto profil.  

Ketiga: cek apa saja postingan mereka 

Panduan ketiga sebelum menerima permintaan pertemanan di media sosial adalah mengecek apa saja postingan mereka. Postingan ini bisa berupa konten tulisan atau foto. Macam-macam postingan mereka bisa menjadi acuan untuk kita apakah akun ini layak untuk kita terima permintaan pertemanannya. Kalian tentu tidak ingin suatu saat terganggu dengan postingan toxic nan tidak berfaedah dari mereka kan? 

Memang saya tidak punya acuan khusus tentang pengklasifikasian postingan yang berfaedah dan tidak berfaedah, tapi setidaknya lewat jenis konten yang mereka unggah kita bisa mempunyai gambaran kecil terhadap mereka. 

Misalnya, sebuah akun Facebook mengirim permintaan pertemanan. Ketika saya mengecek timeline atau kronologi mereka, banyak postingan konten yang berbau senonoh dan bahkan layak untuk kita report. Postingan-postingan toxic itu bisa berupa ungkapan kasar, berbau SARA dan kriminalitas, atau konten foto semi pornografi. Kita sangat berhak untuk tidak menerima permintaan pertemanan akun semacam ini supaya terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. 

Keempat: cek jumlah follower dan following

Panduan keempat ini khusus untuk Instagram. Sebelum menerima permintaan pertemanan, saya juga biasa melihat jumlah follower. Panduan ini memang terkesan sangat subjektif dan agak diskriminasi, hehe. Tapi percayalah. Melihat sebuah akun Instagram dengan jumlah following lebih banyak entah kenapa terkesan kurang meyakinkan karena kemungkinan besar akun tersebut adalah akun pasif yang biasa digunakan untuk jual beli akun. 

Sebaliknya, akun yang mempunyai jumlah follower lebih banyak bisa menandakan indikasi bahwa akun Instagram tersebut adalah akun aktif. Dengan keempat panduan di atas, saya bisa mengambil keputusan apakah saya menerima permintaan pertemanan atau tidak. Meskipun sekadar dunia maya, bukankah ada privasi-privasi yang perlu kita jaga dari orang-orang yang tidak kita kenal? Ingat, waspadalah.. waspadalah… Cyber crime bisa dimana-mana.