Mengawali tahun baru dengan resolusi untuk membaca 1 buku 1 bulan adalah impian yang harus diwujudkan dan segera direalisasikan. Dengan niat tersebut, buku-buku yang sudah saya beli saat harbolnas 12.12 kemarin dan belum sempat terbaca, sudah saya selesaikan 1 buku untuk mengawali kebiasaan tersebut.

Buku yang sudah saya baca berjudul “Sebab Kita Semua Gila Seks” yang ditulis oleh Ester Pandiangan. Alasan mengapa saya membeli buku ini karena buku ini untuk usia 21+ dan saya sudah memenuhi kriteria tersebut. Bukan hanya itu, buku ini juga memiliki cover yang juga menarik untuk dibaca, juga resensi buku yang menjelaskan bagaimana seks yang kita lakukan justru kita anggap tabu untuk diperbincangkan dan dipahami maknanya.

Dari buku ini, saya banyak mendapat informasi terkait penelitian ilmiah dan cerita pengalaman dari penulis terkait seks. Ada juga beberapa hal yang sangat perlu dipahami dan dipersiapkan untuk melakukan seks itu sendiri. Kalau saya boleh rangkum, dari buku ini ada 3 hal yang perlu dipahami betul agar tidak menganggap seks adalah sesuatu yang tabu lagi untuk diperbincangkan.

Kesehatan Seks Seharusnya Lebih Berarti dari Takutnya Kehamilan di Luar Nikah

Dari buku “Sebab Kita Semua Gila Seks”, dipaparkan bahwa di satu sisi wanita memang banyak dirugikan untuk permasalahan seks. Ada yang menganggap wanita memang sudah takdirnya untuk menerima perlakukan laki-laki yang seperti bajingan karena wanita juga yang lemah dan tidak bisa mengubah apapun jika sudah terjadi balada seks. Namun hal yang sering diabaikan ketika dua individu melakukan seks adalah Kesehatan Seks. Pemakaian kondom yang sebenarnya tidak menjamin untuk kehamilan terjadi,

Wanita memang senang dengan perkataan laki-laki yang manis, apalagi Ketika dalam keadaan sange dan laki-laki melancarkan janji serta kata-kata peningkat gairah seksual. Laki-laki yang hanya memikirkan kenikmatan orgasme sendiri, merayu kalau pakai kondom tidak enak.

Namun tidak memikirkan bagaimana keadaan kesehatan penisnya, apakah memiliki penyakit menular atau tidak. Terlalu jauh untuk memikirkan kehamilan, tapi tidak sama sekali memikirkan sehat atau tidak, jika sudah terjangkit penyakit kelamin menular malah jadi bagaimana untuk melakukan seks ke depannya?

Menganggap Biasa Obrolan Seks dengan Penjelasan yang Logis

Membicarakan seks memang butuh partner yang tepat. Untuk sharing mengenai kesehatan seks dan perilaku seks memang butuh teman yang memiliki pemikiran terbuka dan tidak menganggap tabu sedikit pun. Saya yang usia 23 tahun saja, jika mulai membahas atau sekedar bertanya terkait seks pada sesama teman wanita, dianggap mesum alias ngeres.

Padahal sudah sewajarnya perbincangan seks dipahami dan dibutuhkan untuk bekal kehidupan seks dan pendidikan seks untuk anak di masa depan. Obrolan seks hanya sebatas dengan istilah yang janggal seperti penis yang disebut pisang, vagina yang disebut anu dan anu-anu yang lain. Tidak melulu orang yang paham dan ingin mengobrol terkait seks juga ahli dalam melakukannya.

Setidaknya sebutan penis dan vagina bisa jadi sebutan yang umum dan biasa saja lah, nggak perlu panik dan merasa jijik jika ada yang mengatakannya. Yang jelas untuk melakukan seks, harus dengan keadaan sadar dan rileks.

Pentingnya Pendidikan Seks pada Anak Sesuai dengan Usianya

Beriringan dengan saya membaca buku ini, juga banyak kasus yang ditemukan terkiat kekerasan seksual pada anak. Sungguh miris, dan data tersebut naik selama pandemi berlangsung.

Usia anak juga menentukan pengenalan edukasi seks. Mulai dari pengenalan bagian tubuh, dan bagian tubuh mana saja yang tidak boleh disentuh orang lain. Kemudian pengenalan istilah yang benar, jangan menyebutkan vagina adalah kacang, dan penis adalah pisang. Sebut saja dengan lugas vagina milik perempuan dan penis milik laki-laki.

Tidak lupa menjelaskan fungsi dan kegunaan dari alat vital secara ilmiah dan juga disesuaikan dengan usianya agar bisa dipahami betul oleh anak. Dari disitu anak bisa bertanggung jawab atas apa yang dimilikinya dan menyadari betul seks dan gender mereka.

Editor: Ciqa

Foto: Google