Pelecehan seksual di lingkungan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pusat sedang ramai dipercincangkan di awal bulan September ini. Bukan lagi tentang penyensoran kartun yang tidak masuk akal, namun kali ini melibatkan karyawannya yang bertindak asusila. Karyawan berinisial MS diduga menjadi korban perundungan dan pelecehan seksual oleh rekan kerjanya sendiri. Pelaku dan korban sama-sama seorang pria. Pelaku tidak bertindak sendirian, namun beramai-ramai dan kejadian tersebut sudah terjadi selama bertahun-tahun.

Pelecehan Seksual di KPI Pusat

Sudah banyak akun di media sosial yang me-repost hasil bidikan layar curhatan korban yang ditulis oleh sang kuasa hukum. Korban sudah menyetujui mengenai tulisan tersebut untuk dibagikan kepada publik agar kasusnya dapat segera terselesaikan. Dalam curhatan tersebut, dikatakan bahwa korban sudah menjadi pegawai di KPI pusat sejak tahun 2011. Kasus perundungan dan pelecehan seksual sudah diterima korban sejak tahun 2012.

Dari kejadian tersebut, korban berusaha untuk melapor kepada pihak kepolisian namun kurang mendapatkan respons yang positif sehingga kasus tersebut tidak ditindak lebih lanjut. Sementara korban masih menderita psikis dan para pelaku masih menghirup udara segar. Bertahun-tahun korban mengalami trauma sehingga ia divonis oleh dokter mengidap PTSD (Post Traumatic Stress Disorder).

Pada tahun 2017, korban sempat melaporkan kejadian yang dialaminya ke Komnas HAM. Pihak Komnas HAM pun menganggap bahwa kejadian tersebut merupakan kasus tindak pidana sehingga menyarankan korban untuk membuat laporan kepada kepolisian. Namun, nampaknya laporan tersebut tidak berdampak apa-apa.

Karena merasa semakin tersiksa, korban pun melapor lagi kepada pihak kepolisian pada tahun 2019. Namun, lagi-lagi, respons kepolisian tidak membantu korban untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Disebutkan dalam curhatan yang beredar tersebut, pihak kepolisian malah meminta korban untuk mengadukan masalahnya pada atasannya. Begitu pula saat korban melapor lagi pada pihak kepolisian di tahun 2020, laporan tersebut tidak berdampak besar bagi MS yang merupakan korban asusila tersebut.

Baru pada 2 September 2021, setelah 9 tahun lamanya semanjak kejadian, akhirnya pihak KPI pun memanggil 7 terduga pelaku yang disebutkan korban dalam rilis pers tertulisnya di media sosial. Pihak KPI mengklaim akan menindak tegas para pelaku apabila terbukti bersalah sesuai dengan hukum yang berlaku.

Kinerja KPI Dipertanyakan

Bagi saya, kasus yang menimpa internal KPI semakin menandakan bahwa kinerja KPI patut dipertanyakan. Sebagai lembaga negara independen yang pada salah satu misinya, yaitu melaksanakan kebijakan pengawasan dan pengembangan terhadap struktur sistem siaran dan profesionalisme penyiaran, sudah sepatutnya pihak KPI pusat pun melakukan pengawasan terhadap karyawan-karyawannya agar sejalan dengan misi yang diusung.

Sudah banyak kontroversi yang dibuat oleh KPI sehingga membuat masyarakat skeptis terhadap kinerja lembaga penyiaran ini. Beberapa kontroversi KPI yang cukup menyita perhatian khalayak ramai di antaranya adalah larangan putar 42 lagu, larangan untuk pria berpenampilan wanita, teguran pada Shopee terkait iklan Blackpink, hingga kontroversi-kontroversi lainnya yang berhubungan dengan sinetron di televisi.

Kita kesampingkan dahulu mengenai kontroversi yang dibuat oleh KPI dan mari kita kembali membahas kasus yang menimpa karyawan KPI pusat.

Saya bingung saja mengapa sejak perundungan dan pelecehan seksual terjadi, seperti tidak ada yang peduli tentang kasus yang menimpa MS. Sudah 9 tahun lamanya korban mengalami penderitaan baik berupa psikis dan juga fisik. Saya tidak paham mengapa tidak ada pihak karyawan di sana yang melapor kejadian tersebut jika mereka melihat apa yang dialami oleh korban.

Dalam rilis pers tertulis tersebut, pelaku dikatakan merupakan rekan kerja senior si korban. Sangat memalukan sekali apabila masih ada kasta senior dan junior di dalam suatu lembaga negara independen. Meskipun pelaku sudah lebih berpengalaman, ya tidak dapat dibernarkan untuk melakukan hal semena-mena pada rekan kerja juniornya. Toh, pelaku dan korban memiliki kedudukan pekerjaan yang sama.

Saya pun cukup kecewa dengan kinerja kepolisian yang bisa dinilai cukup lamban dan tidak terlalu menganggap serius kejadian ini. Andai saja kasus ini sudah ditangani pihak kepolisian sejak aduan pertama korban, mungkin korban tidak akan mengalami penderitaan selama ini.

Saat ini kita hanya tinggal menunggu pihak KPI pusat untuk merilis pernyataan resmi mereka mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Dan tentunya menunggu tindakan kepolisian untuk mengungkap kasus ini dan menindak tegas para pelaku apabila mereka terbukti bersalah. Lelaki juga sangat rentan mengalami kasus pelecehan seksual apalagi perundungan. Jadi, alangkah lebih baiknya pihak kepolisian tidak memandang status gender atau jabatan seseorang dalam menangani suatu kasus.

Editor: Nirwansyah

Gambar: kominfo.go.id