Pendidikan saat ini tidak hanya tertuju atau fokus kepada pendidikan formal yang berjenjang saja. Pendidikan non-formal pun merupakan proses pendidikan yang tidak kalah penting. Semua orang, tanpa memandang ras, suku, budaya, maupun agama, berhak mendapatkan pendidikan yang layak, baik pendidikan formal maupun non-formal.

Termasuk bagi para penyandang disabilitas. Baik dengan anak gangguan fisik seperti tunanetra atau gangguan penglihatan, anak dengan gangguan emosi dan perilaku, seperti anak  yang mengalami kesulitan berkomunikasi, ketidaklancaran bicara, kemudian anak dengan gangguan intelektual seperti tunagrahita atau anak dengan hambatan perkembangan mental yang dimilikinya.

Pendidikan bagi penyandang disabilitas membutuhkan perhatian lebih tanpa adanya diskriminasi kemampuan yang tentu saja dimiliki setiap orang, tidak terkecuali para penyandang disabilitas. Untuk itu diperlukan pendidikan khusus untuk mereka.

Di Indonesia sendiri, ada pendidikan khusus dengan sistem segregasi yang merupakan sistem pendidikan sekolah yang memisahkan anak dengan memiliki kebutuhan khusus dari sistem sekolah pada umumnya (regular). Sekolah dengan sistem segregasi ini merupakan satuan pendidikan khusus atau yang biasa kita kenal dengan Sekolah Luar Biasa dengan berbagai jenis kelainan dari para peserta didik.

Akan tetapi, kekurangan dalam pendidikan segregasi ini, dapat menjadikan anak tersebut terstigma ‘negatif’ dari masyarakat yang sulit menerima perbedaan. Efek samping yang lain adalah, gangguan secara mental bahwa mereka termarjinalkan dari kondisi sosial yang nyata. Padahal, pada hakikat pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia. Maka, pendidikan inklusif merupakan jawaban atas kebutuhan bagi para anak yang memiliki kebutuhan khusus.

Sejarah Pendidikan Inklusif

Kesadaran akan pendidikan inklusif tidak muncul begitu saja. Secara historis perkembangan pendidikan inklusif diawali dari negara-negara Scandinavian seperti Norwegia, Swedia, Denmark. Pada tahun 1960-an presiden Amerika Serikat yang bernama Kennedy mengirimkan pakar-pakar terbaiknya dalam bidang pendidikan luar biasa ke Scandinavian untuk mempelajari beberapa hal seperti mainstreaming dan Least Restrictive Environment (LRE) yang merupakan sebuah konsep pendidikan integrasi.

Konsep mainstreaming sendiri menghendaki agar pendidikan bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus kembali ke sistem sekolah pada umumnya. Yaitu sekolah umum (biasa) dengan tambahan pelayanan pendidikan khusus. Itulah sebabnya, konsep mainstreaming sering dianggap identik dengan konsep LRE. Selanjutnya, pada tahun 1989 konsep penyelenggaraan pendidikan inklusif mulai terealisasikan setelah diadakannya konferensi dunia tentang hak anak.

Disusul diadakannya konferensi dunia tentang pendidikan pada tahun 1991 di Bangkok yang menghasilkan deklarasi “Education for All”. Banyak negara menerapkan model pendidikan inklusif ini. Misalnya saja Inggris di tahun 91-an yang menerapkan paradigma baru tentang pergeseran model pendidikan untuk anak yang memiliki kebutuhan khusus dengan model segregatif kepada model integratif. Kemudian 3 tahun setelah itu, tepatnya pada tahun 1994 di Salamanca Spanyol diadakan konfrensi lanjutan untuk menindaklanjuti deklarasi Bangkok yang menghasilkan “Education for All” tersebut.

Tercetuslah istilah untuk “pendidikan inklusif” pertama kali yang dikenal dengan “The Salamanca Statement; The World Conference on Special Needs Education” dengan hasil berikut. Pertama, semua anak sebaiknya belajar bersama. Kedua, pendidikan didasarkan kebutuhan peserta didik (siswa). Dan ketiga, anak yang memiliki kebutuhan khusus diberikan layanan khusus.

Pemerintah Indonesia sendiri, pada tahun 1999 memperkenalkan paradigma pendidikan inklusif dengan bimbingan teknis melalui seminar maupun lokakarya dari Oslo University. Pada tahun 2004 disusul Indonesia menyelenggarakan konferensi nasional dengan hasil deklarasi Bandung yang berkomitmen Indonesia menuju pendidikan Inklusiff. Tahun 2005 di Bukittinggi diadakan symposium internasional dengan menghasilkan Rekomendasi Bukittinggi, untuk menekankan pendidikan inklusiff sebagai sebuah upaya untuk menjamin semua anak tanpa terkecuali dapat memperoleh pendidikan dengan kualitas pendidikan yang layak, dari segi SDM maupun fasilitasnya.

*

Sejarah singkat pentingnya pendidikan inklusif tersebut didapatkan melalui dialog serius antar pakar pendidikan khusus dari berbagai negara termasuk Indoneisa sebagai upaya bahwa semua manusia, berhak mendapatkan pendidikan yang layak, termasuk para penyandang disabilitas melalui pendidikan inklusif tersebut.