Jujur saya awalnya tidak tertarik untuk nonton film ini. Saya berprasangka buruk bahwa film ini hanya akan meniru serial “La Casa De Papel”.

Namun, ternyata banyak review bagus tentang film ini. Bahkan Kincir memberi rating film ini dengan skor 8.

Selain itu, kakak perempuan saya juga ngajak nonton film Mencuri Raden Saleh. Awalnya saya lebih tertarik untuk nonton film horror karya Joko Anwar, “Pengabdi Setan 2: Communion”, tapi karena kakak saya gak suka film horror jadi saya gak ada temen nih untuk nonton.

Ya sudah, saya iyakan ajakan kakak saya. Ternyata, setelah ditonton, film yang dibintangi Iqbal Ramadhan ini ternyata cukup menarik.

Saya setuju dengan penilaian Kincir yang memberi angka 8/10. Seperti yang diharapkan dari film bergenre action, film ini mempunyai alur cerita yang cepat dan memacu adrenalin.

Hanya saja, ada beberapa catatan yang menurut saya agak kurang dari film ini (widih, udah kayak ahli film lu, pake ngasih penilaian segala).

Saya bukan ahli film sih, bukan juga sutradara, atau pemain film. Bahkan, kendati saya mendaku sebagai penulis, saya gak tau caranya menulis scenario film. Tapi, sebagai penonton boleh dong memberi penilaian dan kritik.

Duplikasi Lukisan

Proses pemalsuan atau penduplikatan lukisan “Penangkapan Pangeran Diponegoro” karya Raden Saleh menurut saya terlalu mudah.

Kita semua tau bahwa karya tersebut bisa dikatakan sebagai karya terbesar dari Raden Saleh. Sebuah masterpiece yang tidak mungkin ada duanya di dunia ini.

Jadi seharusnya, proses pembuatan duplikat dari lukisan tersebut dibuat sealot dan sesulit mungkin. Mulai dari penelitian tentang bahan yang digunakan, teknik melukisnya, sampai komposisi warna yang digunakan.

Memang semua itu diceritakan dalam film, namun seperti hanya menjadi adegan sampingan saja.

Semisal Iqbal disitu memerankan seorang pelukis yang sangat jenius, tapi seharusnya tetap diceritakan butuh usaha yang sangat amat keras untuk bisa mengcopy sebuah masterpiece dari pelukis terbesar yang Indonesia miliki.

Menurut saya akan lebih menarik jika proses pemalsuan lukisan itu diceritakan sebanyak 50% atau 60% dari keseluruhan jalan cerita. Jadi tidak hanya dijadikan sebagai adegan sampingan saja, tapi adegan utama dalam jalan cerita.

Over Plot Twist

Film ini mengandung terlalu banyak plot twist. Plot twist memang dibutuhkan untuk membuat film jadi menarik dan tak tertebak. Namun, terlalu banyak plot twist juga dapat membuat jalan cerita jadi kabur dan tidak fokus.

Salah satu plot twist yang kurang tepat adalah keterlibatan ayah Piko. Cukup mengagetkan saat ayah Piko ternyata bekerja sama dengan si mantan presiden yang mempekerjakan Piko untuk memalsukan “Penangkapan Pangeran Diponegoro”. Tapi, setelah dilibatkan dalam arus cerita utama, peran dari ayah Piko ini tak jelas sebagai apa.

Awalnya diceritakan ayah Piko kabur dan menghilang agar tidak menjadi incaran Permadi. Tapi, kenapa malah datang ke pesta yang diadakan oleh Permadi. Terlebih lagi, ayah Piko juga berusaha untuk merebut lukisan yang dicuri oleh Piko dan kawan-kawan.

Saya jadi berpikir, orang ini ngapain ya kesitu dan buat apa dia ngerebut lukisan itu padahal dia tahu bahwa Piko akan membebaskan dirinya dari penjara.

Terlalu banyak plot twist dalam film ini pada akhirnya membuat ceritanya tidak fokus. Akan lebih menarik jika diceritakan setelah melalui proses panjang dan melelahkan Piko dan kawan-kawan berhasil memalsukan lukisan tersebut, lalu tugas selanjutnya adalah menukar lukisan palsu itu dengan yang asli. Proses penukaran itu juga seharusnya diceritakan sangat sulit dan penuh ketegangan.

Setelah itu mereka berhasil mencuri dan menjual lukisan asli tersebut serta di akhir cerita Piko berhasil membebaskan ayahnya atau jika memang ayah Piko memang harus dilibatkan, maka perannya seharusnya juga lebih vital dan dalam.

Polisi Komedi

Peran polisi dalam film ini malah seperti polisi dalam film komedi. Saat salah satu anggota komplotan Piko yang bernama Tuktuk ditangkap, dia pada akhirnya bisa dibebaskan dengan mudah.

Awalnya saya kira dia sengaja dibebaskan untuk menuntun polisi ke tempat persembunyian kawan-kawannya yang lain.

Tapi, ternyata benar-benar dibebaskan, polos sekali polisinya. Ya meskipun si polisi cewek sepertinya lebih profesional dan di akhir film dia terlihat menyelidiki kembali komplotan Piko DKK.

Namun, dibalik semua catatan itu, secara keseluruhan film Mencuri Raden Saleh memang bagus. Menghadirkan sebuah genre baru bagi perfilman Indonesia. Tapi, masih kalah jauh dari “Money Heist”.

Editor: Lail

Gambar: Google