Status mahasiswa merupakan status yang belum bisa dicapai oleh semua rakyat Indonesia. Berdasarkan data dari Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (2021), setiap tahun ada sekitar 3,7 juta siswa SMA atau sederajatnya yang lulus sekolah, tetapi hanya 1.8 juta siswa yang bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan. 

Ini berarti hanya ada setengah dari lulusan SMA tiap tahun yang bisa merasakan pendidikan perkuliahan. Selain karena faktor ekonomi, keterbatasan bangku kuliah juga menjadi alasan 1.9 juta lulusan SMA tidak bisa masuk kuliah. 

Dewasa ini, memang menjadi mahasiswa bukan lagi hal yang istimewa. Namun, perlu diingat bahwa masih ada orang yang ingin menjadi mahasiswa, tetapi tidak bisa karena alasan tertentu. Untuk itu, para penyandang gelar mahasiswa tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang telah didapatkannya.

Menyandang status mahasiswa tidaklah mudah. Ada tanggung jawab yang harus dikerjakan agar status mahasiswa itu berfungsi dan ada juga tuntutan-tuntutan yang sebaiknya ditunaikan agar mahasiswa dapat dikatakan berperan bagi bangsa.

Dari peran dan fungsi mahasiswa ini, saya tersadarkan bahwa menulis harus menjadi kualifikasi wajib bagi mahasiswa. Kenapa bisa? Apa hubungannya, berikut akan saya  jelaskan.

Tuntutan atas Fungsi Mahasiswa 

Tri Dharma perguruan tinggi biasanya disampaikan saat masa orientasi studi dan pengenalan kampus. Biasanya para kakak tingkat ─yang ngakunya aktivis kampus─ dengan semangat membara akan meminta mahasiswa baru untuk menghafal Tri Dharma perguruan tinggi .

Tri Dharma berasal dari Bahasa Sansekerta. Tri berarti tiga dan Dharma berarti kewajiban. Maka, Tri Dharma  perguruan tinggi adalah tiga kewajiban yang ada dalam perguruan tinggi.

Tiga kewajiban ini adalah pendidikan, penelitian dan pengabdian. Tiga poin inilah yang sering disebut juga sebagai fungsi mahasiswa. 

Penelitian, misalnya. Bentuk pengejawantahannya adalah dengan mewajibkan mahasiswa menulis skripsi sebagai produk penelitian mahasiswa. Sayangnya, banyak mahasiswa yang terhenti dalam pengerjaan tugas akhir ini.

Salah satu faktornya adalah karena tidak terbiasa menulis. Menulis akan memperkuat logika bahasa kita. Dengan begitu, mahasiswa bisa terbantu dalam memahami metode penelitian dan terbiasa mendeskripsikan hasil penelitian mereka.

Kemampuan menulis ini sebenarnya sudah mulai dibiasakan kepada mahasiswa sejak semester awal, yakni dengan pembuatan makalah. Hanya saja, tugas pembuatan makalah tidak dimanfaatkan dengan baik. Sebagian mahasiswa hanya tinggal main copy-paste saja melalui internet. 

“Selesaikan apa yang anda mulai.” Empat tahun berjalan, waktu, uang, tidak boleh terbuang sia-sia karena terhenti dalam pembuatan skripsi. Oleh karena itu, semenjek mahasiswa baru, marilah mulai untuk memaksa dalam menulis.

Panggilan atas Peran Mahasiswa 

Kalau tadi, hubungannya dengan fungsi mahasiswa. Kali ini, hubungannya dengan peran mahasiswa. Ingat, tidak boleh terbalik dalam memetakan fungsi dan peran mahasiswa. Penulis kasih analogi untuk membedakannya.

Polpen dibuat untuk bisa menulis. Apabila polpen tidak bisa menulis, maka ia tidak bisa dikatakan lagi sebagai polpen karena tidak berfungsi dan ada kemungkinan akan dibuang dan mencari polpen yang baru.

Sementara polpen dapat mengambil peran untuk mengganjal pintu. Apabila dia tidak bisa digunakan untuk mengganjal pintu, maka ia tetap akan disebut sebagai polpen asalkan masih digunakan untuk menulis.

Analogi di atas memberikan pemahaman bahwa fungsi mahasiswa menjadi sesuatu yang wajib dikerjakan, apabila kita tidak mengerjakannya, maka akan diberikan hukumam, bahkan sampai di-drop out. Sementara peran mahasiswa itu pilihan, mau dikerjakan ataupun tidak, maka status kita tetap sebagai mahasiswa, hanya saja tidak memiliki peran.

Disinilah, apabila berbicara peran mahasiswa, maka kita akan mendengar istilah agent of change (agen perubahan) dan agent of social control (agen kontrol social). Merujuk kepada KBBI, agen dapat diartikan sebagai orang, kaki tangan, atau wakil.

Mahasiswa dengan kultur yang mendekatkannya kepada ilmu pengetahuan, dapat menambah wawasan, mengasah kemampuan berpikir dan mempertajam analisis terhadap kondisi sosial politik. 

Mahasiswa dengan kemampuan tersebut, diharapkan dapat menjadi kaki tangan untuk memberikan perubahan yang ada di lingkungannya, serta kontrol sosial terhadap beberapa kebijakan pemerintah. 

Di negara Demokrasi, mahasiswa menjadi salah satu elemen dalam melakukan check and balance terhadap kebijakan pemerintah. Salah satu cara melakukan check and balance itu tidak hanya dengan demonstrasi, tetapi juga melakukan kajian ilmiah lalu lalu disampaikan langsung kepada pemerintah atau dipublikasikan secara masif di media.

Era milenial saat ini melahirkan salah satu fenomena baru. Bagaimana netizen memiliki power dalam menekan kebijakan pemerintah melalui konten viralnya. Tidak hanya konten berupa tulisan, tetapi juga video.

Pembuatan konten video ini memerlukan kemampuan publik speaking. Kemampuan publik speaking ini erat kaitannya dengan kemampuan menulis. Sebab, tidak dalam merumuskan konten writing, tetapi pembiasaan menulis dapat menumbuhkan logika bahasa. Dengan logika bahasa ini, kata-kata yang keluar bisa lebih dipahami dan tepat saran.

Atas dasar itu, kepada para mahasiswa, marilah mulai memaksa diri untuk menulis. Sebab, menulis merupakan tuntutan agar peran dan fungsi sebagai mahasiswa bisa dikerjakan.

Editor: Saa

Gambar: Pexels