Tidak dipungkiri bahwa sudah berbulan-bulan masyarakat menahan diri untuk tidak keluar rumah dengan berusaha tetap mengindahkan kampanye #DiRumahAja dan mematuhi sederet protokol kesehatan. Social distancing tentu membuat jengah sehingga muncul kemudian berbagai kegiatan alternatif untuk membunuh bosan. Aktivitas bersepeda menjadi salah satu kegiatan alternatif untuk mengambil udara segar. Kegiatan pit-pitan (bersepeda) ini belakangan digandrungi publik, baik oleh kalangan muda maupun eks muda di berbagai kota. Salah satunya Yogyakarta. Tren ini bahkan menyebabkan area Malioboro di pusat kota kembali padat lautan manusia setelah lama sepi bak kota mati.

Ketidakdisiplinan Masyarakat Dapat Memperpanjang Status Siaga COVID-19


Di tengah pandemi, bersepeda diyakini sebagai salah satu jenis olahraga yang bisa mengurangi stres. Tetapi yang sangat disayangkan adalah, sebagian pengendara sepeda justru masih dengan tenangnya tidak menggunakan masker, bahkan nongkrong di pusat keramaian yang jauh dari standar protokol COVID-19.

Di Yogyakarta sendiri, Sultan akhirnya memberi respon dan mengingatkan kepada masyarakat jangan sampai Malioboro beliau tutup jika masyarakat tidak disiplin menggunakan masker dan tidak menerapkan physical distancing. Jangan sampai terjadi COVID-19 gelombang kedua, tegasnya. Tempat publik menjadi tolak ukur bagaimana sikap masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan. Terlebih, tempat publik bagi pemangku kebijakan juga menjadi tolak ukur untuk menentukan status baru New Normal sudah layak diterapkan atau justru diperpanjang.

Ikhtiar Maksimal Mematuhi Edukasi Protokol

Penerapan tatanan baru penyesuaian COVID-19 atau New Normal yang dicita-citakan selama ini harapannya dapat mengedukasi masyarakat. Jangan sampai malah menimbulkan penafsiran baru yang bertentangan dengan protokol kesehatan. Tetap mematuhi protokol adalah sikap yang bersifat kontinyu sehingga tetap menjadi kewajiban bersama untuk melawan pandemi agar situasi tetap terkontrol.

Jangan harap New Normal dengan mudahnya diterapkan apabila tidak linear dengan kedisplinan masyarakat. Siapapun, termasuk para pesepeda diwajibkan mengindahkan protokol kesehatan demi tercapainya tujuan baru (New Normal) dan memulihkan keadaan ekonomi yang selama ini terbengkalai. Edukasi yang diusahakan oleh berbagai pihak selama ini jangan sampai menjadi upaya kosong.

Memang bersepeda bisa menjadi solusi untuk mengurangi kejenuhan dan menjaga kesehatan. Tetapi yang menjadi sorotan di sini adalah bagaimana pelaksanaan pit-pitan ini, Dimulai dari bersepeda dengan teman-teman, hingga duduk-duduk di kerumunan sesama pengendara, kegiatan ini dapat membentuk kluster baru corona virus. David Nieman, professor Kesehatan di Appalachian State University juga direktur Human Performance Lab di North Carolina Research Campus mengatakan bahwa, bersepeda di luar rumah tetap aman, selama dilakukan sendirian. Ketika terjadi perkumpulan kemudian seseorang batuk dan bersin, kemudian liurnya mengenai benda yang disentuh orang lain, kemudian ketika seseorang menyentuh wajah, maka terjadilah infeksi.

Pit-pitan Tetap Kemaslahatan Umat


Sebagaimana berulang kali ditegaskan, tidak ada salahnya mengikuti tren asalkan tetap mematuhi protokol kesehatan. Bersepeda menuju daerah yang tidak padat dapat dijadikan solusi dengan syarat tidak menciptakan kerumunan baru. Jika sebelumnya terbiasa bersepeda dengan rute tujuan ke daerah yang sekiranya diminati banyak orang, maka mulailah mengubah rute yang berbeda demi keselamatan banyak orang. Idealnya di masa pandemi ini, bersepeda lebih baik dilakukan sendiri saja atau maksimal lima orang. Tetapi jika keadaan fisik sedang sakit, tetap menahan diri untuk tidak keluar rumah. Jangan sampai hobi yang sedang tren ini justru menjadi bumerang bagi para pecintanya.