Halo Sobat Milenialis!

Tahukah kamu bahwa di Indonesia ada organisasi untuk kaum terpelajar bernama Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan Akademi Ilmuan Muda Indonesia (ALMI).

AIPI berisi orang-orang cerdas, pintar dan punya komitmen besar untuk mengembangan pengetahuan di Indonesia, lho.

Ketua pertama dari AIPI adalah orang yang pasti kalian kenal, yaitu Prof. Dr. Ing. B. J. Habibie  yang pernah menjadi Kementerian Riset dan Teknologi di masa Orde Baru. Nah, tanggal 12-13 AIPI dan ALMI menyelenggarakan sidang paripurna membahas berbagai topik hangat dan penting di bidang sains.

AIPI kemudian dipimpin Prof. Dr. Sangkot (yang sebelumnya pernah menjadi Guru Besar di salah satu kampus di Australia) selama 10 tahun. Juni kemarin, masa bakti Prof. Dr. Sangkot  sudah habis dan kini AIPI dipimpin oleh Prof. Satryo Soemantri Brojonegoro yang juga Guru Besar di Institut Teknologi Bandung. Orangnya hebat-hebatkan!

Nah, kini ada juga ALMI. Isinya terdiri dari orang-orang kreatif, cinta ilmu, dan terntu saja berkemajuan. Anggota ALMI masih muda-muda, di bawah 45 tahun semua. Tapi karya mereka di berbagai bidang ilmu pengetahuan hebat-hebat. Bidangnya pun sangat beragam di bidang ilmu alam, saintek dan ilmu sosial-humaniora.

Sobat Milenialis!

Pada acara pembukaan Sidang Paripurna AIPI dan ALMI ini diselenggarakan Public Discussion, dengan penceramah pertama adalah  Prof. Dr. Emil Salim, yang pernah menjabat sebagai menteri lingkungan hidup di Indonesia. Dalam ceramahnya, Pak Emil, yang juga keturunan dari Haji Agus Salim, pejuang Kemerdekaan RI, memberikan paparan tentang pentingnya peran ilmuan untuk meningkatkan kesadaran warga terhadap lingkungan.  Ia menjadi pembicara pertama dengan topik “Pengarusutamaan biodiversitas Indoensia untuk pembangunan yag berkesinambungan.”

Pak Emil sangat prihatin bahwa suara para ilmuan kurang didengar, termasuk oleh para pengambil kebijakan.   Beliau mengatakan, “menjadi tanggung jawab ilmuan untuk memahami dan memprediksi ancangan gempa dan tsunami di Pulau Sumatra bagian Barat, Selatan Jawa dan Indonesia bagian Timur.” Mengeani bencana di Donggala-Palu sebetulnya sudah di prediksi para ilmuan. Adalah J.A Katili ahli geologi dari ITB yang pernah menyampaikan prediski ini sejak tahun 1970an dan 80an. Ia melihat sruktur tanah di wilayah Palu tidak cocok untuk dibangun sebuah kawasan tempat tinggal atau kota, karena sangat rawan bila terjadi gempa. Tapi, siapa yang peduli?

“Ada jarak antara pemahaman ilmuan dan keputusan politik pemerintah yang diambil para pejabat.” Menurut Prof. Emil, kini perlu pemahaman dari pejabat lokal tentang potensi bencana, termasuk gempa gempa di wilayah tertentu, agar dampak bencana alam bisa dihindari.

Ada harapan besar bagi generasi milenial. Merekalah yang akan mengisi Indoensia tahun 1930an. “Generasi milenial terletak tanggung jawab menyelamatkan republik Indonesia ini,” tegasnya.  HL/12/11/18