Sebelum ngomongin lebih lanjut soal profesi wartawan ini, saya mau bilang dulu kalau tujuan dari artikel ini adalah untuk untuk memberikan informasi dan gambaran, jika profesi wartawan tidak semudah yang kalian kira. Jadi jelas bukan untuk mematahkan cita-cita kalian yang ingin jadi wartawan, ya.

Sebagai lulusan jurnalistik, saya perlu menyampaikan bahwa wartawan bukan sekadar menulis dan membuat laporan. Kalau cuma sekadar menulis, anak SD pun bisa melakukannya. Toh cuma sekadar nulis apa yang mereka lihat kan? Seorang wartawan bukan hanya pandai menulis, tapi juga paham dengan kode etik jurnalistik. Kode etik ini menjadi pedoman tentang keakuratan berita, privasi narasumber, hak narasumber dan lain-lain.

Semua pekerjaan tidak ada yang mudah, termasuk seorang wartawan sekalipun. Mereka juga bertanggung jawab memilih berita. Mereka akan memilih berita mana yang akurat dan layak dikonsumsi publik. Kalau cuma melaporkan peristiwa tanpa adanya keakuratan informasi, saya yakin kita semua bisa melakukannya.

Maka, ijinkanlah saya untuk berbagi pengalaman ketika saya bergabung di sebuah media lokal di Kota Surabaya. Semoga artikel ini bisa menjadi informasi untuk kalian supay teman-teman pembaca benar-benar memahami pekerjaan seorang wartawan yang sebenarnya.

Risiko Kematian

Jangan kira seorang wartawan ketika melakukan tugasnya tidak berisiko kematian. Saat melakukan tugas untuk meliput sebuah kerusuhan, konflik atau bencana alam, wartawan harus siap menghadapi hal yang tak terduga. Hal terduga tersebut seperti kematian. Jika menurut kalian berfikir hanya tentara yang rela mati demi negara, kalian salah. Nyatanya wartawan juga harus rela mati demi beritanya. Ini yang kadang tidak banyak orang tahu.

Beberapa rekan media, pernah menceritakan hal ini pada saya. Saat mereka meliput kejadian bom di Surabaya di tahun 2018 lalu. Banyak dari rekan media saya yang tentu merasa takut. Mereka sudah tahu akan risiko ketika melakukan liputan tersebut. Namun, disisi lain, mereka juga memiliki kewajiban untuk memberi informasi kepada khalayak. Jadi, kalau kalian tidak sungguh-sungguh jadi wartawan, mending kalian pindah haluan.

Wajib Siap 24 Jam

Kalian dilarang bertanya jam operasional kerja wartawan. Karena tidak seperti bekerja di kantor yang memiliki jam kerja pasti. Sebagai seorang wartawan, kalian harus dituntut siap 24 jam. Karena nggak semua kejadian teragendakan dengan baik. Profesionalisme kerja wartawan dinilai pada subtansi ini.

Perlu diingat bahwa wartawan bekerja pada industri yang bersifat menuntut kecepatan, waktu dan tenaga. Sebagai wartawan harus selalu siap kapanpun dan dimanapun. Apapun perasaanmu, semua itu harus ditinggalkan demi profesionalisme. Bagi seorang wartawan, akhir pekan bisa jadi bukan sebuah akhir pekan. Mereka bisa saja harus meliput sebuah acara atau kejadian yang tidak terencanakan

Stres Deadline

Jika kalian masih bisa santai dengan tugas yang deadlinenya masih lama, jangan harap ini berlaku bagi seorang wartawan. Wartawan adalah profesi yang selalu berada dalam naungan deadline. Berbagai deadline yang tiada henti kadang menjadi momok tersendiri. Berbagai deadline dapat menjadi tekanan yang memicu stres. Apalagi jika ada peristiwa  yang menarik, para media pun berlomba adu kecepatan untuk menjadi media pertama yang menerbitkannya. Disinilah wartawan menjadi akrab dengan namanya stress.

Jadi setelah membaca artikel saya, apakah masih ada yang ingin bercita-cita punya profesi sebagai wartawan atau mau pindah haluan? Ingin atau tidaknya kalian menjadi seorang wartawan, saya harap kalian semua sukses. Aamiin…