Sebagai mahasiswa bukan sekali dua kali saya menemui kata SDGs (Sustainable Development Goals), baik itu dalam tema seminar, workshop, lomba, maupun dalam pidato-pidato para tokoh masyarakat dan pejabat. Pembahasan SDGs pada dasarnya memang banyak digencarkan oleh pemerintah terutama kepada generasi muda, salah satunya adalah mahasiswa yang digadang-gadang sebagai pembawa perubahan.

Pengenalan SDGs Kepada Generasi Muda

Pengenalan SDGs melalui seminar-seminar dengan segudang pembahasan, konsep, dan teori ilmiah di dalamnya barangkali adalah hal yang lumrah dan biasa. Namun, bagaimana jika pengenalan SDGs dikemas dalam bentuk musik? 

Tenang saja, kalian tidak salah baca. SDGs yang dikenalkan melalui musik. Hal inilah yang dilakukan oleh Yoasobi melalui lagu mereka yang berjudul Tsubame yang rilis pada 25 Oktober 2021 lalu. Yoasobi adalah grup duo asal Jepang yang beranggotakan Ayase sebagai komposer lagu dan Ikura sebagai vokal.

Lagu Tsubame merupakan lagu yang ditulis dengan kolaborasi dari berbagai pihak, khususnya pihak NHK. Melansir dari website remsi NHK, disebutkan bahwa NHK menggelar lomba cerita yang ditujukan kepada remaja dengan tema “hidup bersama”. 

Pembahasan SDGs Karya Grand Prix

Tema ini tak jauh-jauh dari pembahasan SDGs karena karya Grand Prix dari lomba ini akan dijadikan sebagai musik tema dari program anak-anak di NHK, yaitu Hirogare! Irotoridori. Program Hirogare! Irodoritori adalah sebuah program edukasi SDGs untuk anak-anak, mulai dari apa itu SDGs, tujuh belas tujuan SDGs, hingga bagaimana realisasi dari SDGs itu sendiri.

Dari lomba ini terkumpul 700 karya yang kemudian diseleksi secara ketat oleh staf NHK, Yoasobi, dan dilibatkan pula para mahasiswa yang lebih paham terhadap SDGs. Dari semua itu akhirnya terpilih karya terbaik yang berjudul Chisana Tsubame no Ookina Yume yang ditulis oleh Ototsuki Nana (15 tahun).

Dalam cerita yang ditulisnya ia mengangkat masalah lingkungan mulai dari darat, laut, dan berbagai masalah lainnya. Dari sana, ia mendapatkan ide untuk menjadikan burung layang-layang sebagai tokoh utama. Tepatnya burung layang-layang yang terinspirasi dari kisah Pangeran Bahagia (1888) karya Oscar Wilde.

Melalui cerita Chisana Tsubame no Ookina Yume, ia hendak mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan SDGs, tidak cukup hanya menginvestasikan properti pribadi kepada orang yang diberkati sebagaimana dalam kisah Pangeran Bahagia. Namun, yang paling penting adalah peran semua orang, bahkan yang tidak memiliki kekuatan atau kedudukan sekalipun harus turut bergerak dan ikut serta merealisasikan tujuan SDGs.

Siapapun Bisa Menjadi Pangeran Bahagia

Pangeran Bahagia adalah salah satu kisah fiksi klasik yang ditulis Oscar Wilde. Secara garis besar menceritakan tentang sebuah patung bernama Pangeran Bahagia. Safir di kedua matanya, rubi di pedangnya, dan daun emas di seluruh tubuhnya, benar-benar patung yang indah. 

Burung layang-layang yang kerap menemani Pangeran itu tahu, bahwa sang Pangeran tengah merasa bersedih karena kehidupan orang-orang di kota yang tidak bahagia. Untuk itulah, burung layang-layang pun diminta oleh Pangeran agar mengirimkan perhiasan yang menempel di tubuhnya kepada orang-orang malang di kota.

Mulai dari mengirimkan batu rubi ke seorang anak yang sakit, batu safir kepada seorang penulis naskah muda yang malang, hingga daun-daun emas di tubuhnya pun ia berikan pada orang-orang yang kesusahan. Lalu musim dingin pun datang, kini wujud Pangeran tak lagi indah, ia lusuh dan tak lagi diperhatikan oleh para penduduk kota. Hawa dingin yang teramat sangat membuat si burung layang-layang mati. Namun, Tuhan mengakui perbuatan indah keduanya dan akhirnya mereka hidup bahagia di surga.

Terinspirasi dari Sebuah Kisah

Terinspirasi dari kisah ini Ototsuki Nana menjadikan burung layang-layang sebagai tokoh utama dalam ceritanya. Akan tetapi, berbeda dengan burung layang-layang di kisah Pangeran bahagia, burung layang-layang di kisah Nana tidak memiliki Pangeran Bahagia. Ia hanya burung kecil yang terbang dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari kehangatan.

Seekor burung kecil yang terbang menuju sebuah tempat bernama Jepang. Selama di perjalannya, ia menjumpai lautan yang indah justru dipenuhi dengan sampah yang dihasilkan oleh manusia. Dalam hatinya terbersit sebuah keinginan, “andaikan tidak ada sampah, pasti akan lebih indah.”

Namun, itu adalah sebuah mimpi yang terlalu besar bagi si burung layang-layang yang kecil. Ia tidak bisa melakukan apa-apa dan tak punya kekuatan apa-apa. Suatu ketika burung layang-layang lain datang menemuinya, mengeluh memaki manusia yang telah merusak sarangnya. Di dalam hatinya terdapat benci dan amarah yang teramat sangat kepada para manusia yang menurutnya adalah makhluk jahat.

Burung Si Penolong

Mendengar ocehan temannya itu si burung layang-layang menenangkannya dan memberikannya tempat tinggal sementara, ia juga mengatakan bahwa tidak semua manusia jahat, ada juga yang baik. Dalam hatinya, si burung layang-layang berharap bahwa semua makhluk dapat hidup berdampingan dalam sebuah harmoni, baik manusia maupun binatang.

Dari harapan itu, si burung layang-layang bertanya-tanya dalam hati, apa yang bisa ia lakukan? Dirinya tidak memiliki Pangeran Bahagia yang akan menyuruhnya untuk mengantarkan permata, bahkan permata itu sendiri pun ia tak punya. Apa dirinya yang kecil dan tidak punya kekuatan apa-apa ini juga bisa membawa kebahagiaan?

Akhirnya ia memiliki sebuah ide untuk dilakukan. Ia dan teman-temannya menghantarkan bunga ke rumah-rumah di sekitar. Bukan sembarang bunga, meski jenis bunga yang mereka bawa berbeda-beda, namun memiliki satu kesamaan, yaitu memiliki bahasa bunga yang berarti kebahagiaan. Hal sepele dan tidak akan membawa perubahan apapun pada dunia ini. Meski begitu, jika hal ini dapat memberikan sedikit kebahagiaan pada manusia walau hanya sesaat, ia sudah cukup senang.

“Kamu hanya perlu sedikit mengasah hatimu, menghancurkannya, dan membaginya dengan orang lain. Sedikit saja. Tidak harus mengorbankan keseluruhan hidupmu seperti Pangeran Bahagia. Jika kita bisa merangkul orang lain walau beberapa, itu sudah cukup

Jika semua orang di dunia ini, manusia, hewan, dewasa, hingga anak-anak  melakukannya, maka dunia ini akan menjadi lebih baik, lebih bersih, lebih cerah, dan lebih bahagia daripada sekarang. Mungkin ini adalah mimpi burung layang-layang kecil yang terlalu besar. Tapi aku ingin mengatakan bahwa, siapapun bisa menjadi “pangeran bahagia” bagi seseorang.”

Merawat Tujuan SDGs

Tujuan SDGs bagi kita barangkali memang terlalu besar untuk kita yang tidak memiliki apa-apa dan bukan siapa-siapa. Namun, melalui kisah ini kita menjadi lebih tahu, meski sekarang kita tidak dapat melakukan hal-hal besar, jika kita bisa saling bergandeng tangan dengan orang lain sedikit demi sedikit membawa perubahan kecil, maka suatu hari nanti pasti akan ada perubahan besar yang terjadi.

Editor : Faiz

Gambar : Google