Kegiatan ospek sudah ada di Indonesia sejak masa penjajahan Belanda. Tepatnya di STOVIA atau sekolah Bumiputera pada tahun 1898-1927. Ospek pada masa itu diberi nama ontroening atau groentjes. Kegiatannya adalah membersihkan kelas atas perintah senior, dan perkenalan dengan teman-teman baru selama 3 bulan.

Tradisi ospek terus berlanjut di GHS atau Sekolah Tinggi Kedokteran pada tahun 1927-1942. Kegiatan ospek pada tahun itu bersifat formal, namun sukarela alias tidak wajib. Kedua institusi di atas pada saat ini dikenal sebagai Fakultas Kedokteran UI. Pada zaman penjajahan Belanda, kegiatan ospek tidak terlalu menakutkan.

Cikal Bakal Ospek di Indonesia

Ketika masa penjajahan Jepang, ospek berubah menjadi sangat menakutkan. Pada saat ospek, seluruh siswa baru digunduli, dibentak, dan diperintah secara keras versi militer Jepang. Dari sinilah tradisi perpeloncoan ospek di Indonesia muncul. Ospek pada zaman penjajahan Jepang dinamakan dengan puronko. Dari situlah kata plonco muncul, yang berarti botak atau kepala gundul.

Singkat cerita, budaya perpeloncoan versi jepang tetap eksis di dunia ospek Indonesia hingga tahun 1950-an. Bahkan, budaya perpeloncoan tersebut ditiru oleh sekolah-sekolah tinggi di berbagai daerah di Indonesia.

Setelah Indonesia merdeka, ospek keras versi Jepang masih diberlakukan di berbagai tempat. Sehingga, banyak yang membuat para mahasiswa baru menderita, bahkan sampai ada yang meninggal. Melihat penderitaan para mahasiswa baru tersebut, CGMI (Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia) menolak perpeloncoan ospek di kampus.

Lebih lanjut, Partai PKI juga ikut menentang dan menolak adanya ospek dan perpeloncoan, karena dianggap sebagai tradisi kolonial. Karena penolakan dan penentangan tersebut, pada tahun 1963 puronko atau plonco diganti mejadi Masa Kebaktian Taruna (MKT). Namun, karena peristiwa G30S/PKI di tahun 1965, segala hal tentang PKI dihilangkan, termasuk MKT.

Sebagai gantinya, diadakanlah Mapram (Masa Pra Bakti Mahasiswa) pada tahun 1968. Kemudian pada tahun 90-an, Mapram berganti nama menjadi Ospek (Orientasi Studi Pengenalan Kampus). Jadi, istilah Ospek baru dipakai di Indonesia pada awal tahun 1990-an.

Pada tahun 1990-an itu, hukuman fisik dan perpeloncoan masih sering terjadi. Tradisi perpeloncoan ospek versi Jepang terus diwariskan secara turun temurun, dari senior ke junior hingga saat ini.