Akhir-akhir ini, netizen di jagat Twitter heboh dengan salah satu sinetron Indonesia. Bukan karena keunikan sinetron itu dibanding lainnya, melainkan peran istri ketiga yang dimainkan oleh remaja 15 tahun. Duh, sungguh membuat penonton cerdas pijat kepala. Selain itu, ada pula curhatan aktris sinetron paling fenomenal yang merasa alur cerita mulai melenceng. Ia bahkan menuntut kejelasan atas kekusutan benang selama ini.

Membahas tentang hal tersebut, sinetron atau sinema elektronik sebenarnya sudah muncul di kehidupan masyarakat Indonesia sejak 1980. Sinetron pertama itu berjudul “Losmen” yang tayang di TVRI. Di era 1990-an, sinetron semakin berjaya hingga muncul beragam sinetron dengan genre berbeda.

Meskipun kuantitas sinetron lebih banyak kini. Hal tersebut justru sering tak diimbangi kualitas. Peminat sinetron pun jengah. Banyak sinetron Indonesia telah menjelma jadi kisah picisan serta terkesan tak bernilai. Sayang sekali, apalagi kalau ingat aktor-aktris kawakan dulu susah payah membangun citra positif sinetron.

Alur Tak Masuk Akal

Tak semua sinetron alurnya tak masuk akal. Lebih ke ciamik di awal, lalu jadi ampas. Alasan lama, masih dipertahankan karena rating bagus. Akhirnya mengorbankan alur yang awalnya cantik berubah menjadi yang bikin kepala pening. Sudah banyak sinetron yang bernasib tragis karena korban kerumitan alur.

Cerita Sinetron Indonesia Pasaran

Sinetron era ini garis besar ceritanya sama. Dulu, sinetron azab adalah raja, kini kebanyakan soal rumah tangga. Tema ini memang digandrungi oleh penonton. Langkah mengambil cerita pasaran dilakukan agar sinetron punya rating moncer dan nggak bungkus di usia seumur jagung. Bahkan kerap sinetron belasan episode bubar dengan akhir ambigu, lho.

Pemain Modal Tenar

Nah, ini salah satu masalah yang perlu dipertimbangkan. Banyak bintang sinetron bermodal ketenaran, entah dari bidang apa pokoknya dikenal dulu. Katanya bisa mendongkrak jumlah penonton yang berasal dari klub penggemar, sob. Kalau aktingnya bagus, tidak apa pakai dia jadi bintang utama sekalipun. Namun, kalau aktingnya kaku serta nggak niat untuk memperbaiki, buat apa dipertahankan, dong.

Sinetron Indonesia Kejar Tayang

Sebenarnya tak ada masalah. Hanya saja sistem kejar tayang ini lebih ke arah eksploitasi aktris dan aktornya. Kejar tayang boleh, asalkan sistem kerjanya sehat. Jam kerjanya harus pasti agar aktor dan aktris punya work-life balance. Pilihan lainnya seperti beberapa drama Korea yang pengambilan gambar dirampungkan dahulu baru tayang. Namun, tampaknya mustahil mengingat episode sinetron Indonesia jumlahnya tak tentu. Turut sedih untuk durasi kerja ekstrim walau dapat duit banyak juga.

Setting dan Visual Kurang Niat

Perkara setting, misal tempat, biasanya hanya di lingkup dan diubah saja angle gambarnya. Jeleknya, ketahuan kalau tempatnya sama. Kalau di satu lingkup, tetapi ada niat menata ruang pasti nggak seperti itu.

Selain itu, kadang ada adegan yang terlalu rekayasa. Seperti tersandung, dirangkul, berlanjut ke tatapan sekian detik. Sinetron pun gemar dengan adegan melayang pakai alat, tetapi kentara dan nihil upaya manipulasi. Satu lagi, properti yang digunakan kadang palsu, tetapi apa nggak bisa dibuat supaya tampak asli begitu.

Di balik kekurangannya, sinetron masih punya kelebihan tersendiri. Banyak penikmat ingin kualitas sinetron makin baik dan tak terlalu berpatok rating. Sehingga, mampu untuk menarik kembali bagi penonton yang pernah kecewa dengan sinetron.

Editor: Nirwansyah

Ilustrasi: Medcom.id