Siapa bilang kita berjalan di dunia yang serba cepat? No! Kita berjalan di dunia yang super lambat.

Pernahkan Anda, ingin mengerjakan sesuatu secara tim dengan cepat, namun rekan satu tim Anda berjalan begitu lambat? Jika pernah, maka itulah dunia kita. Dunia yang entah berjalan terlalu lambat, atau sebagian dari kita saja yang berjalan terlalu cepat.

Hal seperti ini sering saya alami dalam kehidupan sehari-hari.

“Bro, nanti jam tiga sore kita jalan ya,” ujar saya kepada seorang teman suatu pagi.

“Oke,”

Kawan, saya kasih tahu. Kalau jam tiga jalan untuk menghadiri sebuah acara misalnya, maka persiapan itu dilakukan dari jam 2.30 atau 2.45 sesuai dengan lamanya persiapan yang dibutuhkan.

Kalau kalian perlu mandi, dandan, nyetrika baju, dan lain-lain, berarti persiapannya jam 2.15. Kalau persiapannya hanya ambil celana panjang dan sepatu, diteruskan dengan semprot parfum, ya cukup 10 menit sebelum itu.

Tapi, sebagian dari kita, janjian jalan jam tiga sore, eh jam tiga sore baru lahir!

Budaya Ngaret

Budaya ngaret ini sejatinya dilematis. Di satu sisi, hal ini sudah menjadi common sense, mendarah daging, menyatu dalam denyut nadi masyarakat Indonesia. Jika tidak ngaret, maka “tidak Indonesia”.

Bagi sebagian kita yang masih memiliki idealisme untuk sedikit berbenah, kita menghadapi tembok-tembok tebal yang tak mudah dibobol.

Teman saya pernah bergumam, “Aku nggak mau nunggu ya. Nunggu itu bikin bad mood.” Ia mengatakan itu ketika ada janji temu dengan saya. Kalian dengar kawan, menunggu itu membuat bad mood. Apalagi yang ditunggu lama dan tanpa penjelasan, kayak doi -ups.

Kita yang ingin tepat waktu menghadiri sebuah kegiatan misalnya, kita harus menunggu orang lain yang -pada umumnya- molor. Saya tidak tahu, apakah mereka layak disebut dengan “orang lain”, atau sejatinya kita adalah “orang lain” bagi masyarakat Indonesia yang darah dagingnya diisi dengan darah kemoloran dan daging keterlambatan.

Jadwal Berantakan

Itu satu soal. Soal kedua, tentang kerja tim tadi. Pernahkah kalian merasakan jadwal kalian pribadi hancur luluh lantah karena orang lain yang “terlalu lama”, “terlalu banyak alasan”, atau yang paling menyebalkan adalah “lalai hanya karna main game“?

Kita pasti punya rencana menghabiskan waktu untuk apa saja kan? Jam sekian kita mengerjakan ini, jam sekian mengerjakan itu, jam sekian pergi ke sana, jam sekian bertemu dengan si A, si B, dan seterusnya. Tapi, kadang, atau mungkin sering bagi sebagian kecil orang, rencana-rencana itu hancur karena orang lain.

Misalnya begini, dalam sebuah kost, kita berbagi tugas teman. Kamu bersih-bersih, temanmu masak. Estimasi kalian mengerjakan tugas itu selesai pada pukul tujuh pagi. Setelah itu kalian bisa sarapan dan melanjutkan aktivitas masing-masing.

Kamu, dengan berbagai ekspektasi tentang jalannya hari ini, begitu rajin membersihkan kamar kos. Temanmu itu sudah bangun sejak pukul enam pagi. Tapi, sialnya, dia buka HP dengan posisi miring, sambil sesekali mengeluarkan umpatan.

Ia khusyuk dengan HP miringnya sampai pukul tujuh. Nasi? Lauk? Apa kabar? Wallahu a’lam. Allah lebih tau.

Nasib bagus kalau kamu anaknya orang kaya yang dengan ringan hati bisa mampir ke burjo atau syukur-syukur tempat makan yang lebih mewah. Lha kalau ternyata duitmu itu cuma pas buat beli bensin ke kampus?

Sejatinya, contoh di atas adalah metafor-metafor dari hal-hal yang sering (atau sangat sering) saya alami. Sekali lagi, saya tidak tau, apakah dunia berjalan begitu lambat, atau saya yang terlalu terburu-buru.

Namun, di atas semua itu, seorang bijak bestari pernah bertitah, jika ingin berjalan cepat, maka berjalanlah sendirian. Jika ingin berjalan jauh, maka berjalanlah bersama-sama.

Maka, saya hanya bisa mengartikan bahwa, saya (yang semoga tidak  selalu buru-buru ini) harus berkompromi dengan realitas yang ternyata sangat menyebalkan.

Selain itu, saya juga mengartikan bahwa, bisa jadi (sekali lagi, bisa jadi) Indonesia tidak mampu berubah dengan cepat, bertransformasi dengan cepat menyusul negara-negara maju, ya karena makhluk-makhluk lambat ini.

Makhluk-makhluk yang kalau janjian jam tujuh, jam tujuh baru lahir ke muka bumi. Jadi dia butuh bertahun-tahun untuk datang ke tempat janji temu kita. Sial!

Editor: Lail

Gambar: Pexels