Hukum silaturahmi adalah wajib adanya. Seiring dengan perkembangan zaman, silaturahmi jadi banyak bentuknya baik online maupun offline. Menurut hadits sohih bukhari mengatakan bahwa:

“Bahwasanya ada seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang bisa memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka,” maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh dia telah diberi taufik,” atau “Sungguh telah diberi hidayah, apa tadi yang engkau katakan?” Lalu orang itupun mengulangi perkataannya. Setelah itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun, menegakkan shalat, membayar zakat, dan engkau menyambung silaturahmi”. Setelah orang itu pergi, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika dia melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi, pastilah dia masuk surga”.

Nah, dari beberapa hadis termasuk yang di atas, tidak ada aturan atau ketentuan yang memaksa silaturahmi itu harus bertatap muka secara kontekstual.

 

Sulitnya Tatap Muka di Tengah Pandemi

Hari ini, keadaan sedang memaksa kita untuk tetap tinggal di rumah. Sebuah pertemuan langsung bisa menjadi sebuah kesalahan, mengunjungi kerabat merupakan bentuk fatal, bersalaman bahkan bisa menjadi hal yang mematikan. Bahkan sudah ada edaran mengenai PSBB atau pembatasan sosial berskala besar dan sampai sekarang ada beberapa daerah yang sudah menerapkannya. Nah, banyak yang berubah sejak pandemi covid-19 ini, mungkin bagi sebagian orang yang terbiasa beraktivitas, ini merupakan hal yang membosankan. Tapi karena kita merupakan kaum intelektual, kita harus senantiasa disiplin menjaga kesehatan, tetap di rumah dan tidak menyebarkan berita yang tidak valid.

Seperti yang kita ketahui bahwa pemerintah sedang mengkampanyekan menjaga jarak. Hal ini sangat jauh dari budaya Indonesia yang mempunyai kultur kumpul-kumpul, ramah tamah dan suka menyapa. Tak sedikit dari kita yang mengalami kejenuhan, tak jarang yang mengatakan bosan, ada pula yang mengatakan frustasi karena tak bisa “nongkrong” lagi. Bagi yang sekolah, pasti sudah merindukan bertemu teman-teman kelasnya dan jajan dikantin atau teman-teman aktivis yang biasanya rutin rapat, saat ini hanya bisa rapat lewat layar itu pasti penuh ketidaknyamanan. Meskipun demikian, menjaga jarak bukan berarti kita tidak melakukan hubungan sosial. Sebagai orang yang biasanya suka bersalaman sangat sulit menahan diri untuk tidak melakukannya, tapi tidak bersalaman bukan berarti tidak berteman, tidak bertemu bukan berarti kita tidak menjalin silaturahmi.

Manfaatkan Teknologi

Hari ini di era digital, keterlibatan media merupakan unsur penting dalam kehidupan. Saya yakin setiap kita memiliki media sosial yang menghubungkan diri kita dengan orang lain diluar jangkauan, baik keluarga, sahabat, teman bahkan orang yang kita tidak dapat temui. Kita harus memaksimalkan sumber daya yang ada yaitu teknologi. Memanfaatkan teknologi sebijaksana mungkin untuk tetap berhubungan dengan orang-orang yang kita rindukan, yang mungkin sebelumnya setiap hari ketemu.

Media sosial dengan sistem tanpa batas dan ruang mampu menghubungkan banyak orang dimanapun berada. Kita bisa melakukan komunikasi secara online dengan aplikasi yang marak digunakan seperti zoom, google meet ataupun yang lainnya. Akan tetapi, sisi kurang baiknya tak sedikit orang khususnya kalangan menengah ke bawah yang susah untuk melakukannya dikarenakan salah satu faktornya sinyal yang susah karena sedang di kampung dan terlalu mahalnya data yang digunakan sehingga inipun menjadi alasan mereka susah berkomunikasi.

Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan dengan adanya wabah ini tidak menjadikan kita tidak bisa berbuat sesuatu antar sesama manusia, baik itu beragama muslim atau tidak. Karena manusia merupakan makhluk sosial Tuhan yang mempunyai sifat saling membutuhkan, menghargai, menghormati dan tolong menolong. Hari ini media sosial yang bisa diakses oleh semua orang dari berbagai kalangan. Masyarakat dapat tetap menjalin ukhuwah kepada siapapun dengan mengoptimalkan fungsinya. Seorang muslim sejati, semestinya kita hari ini ada di fase menerima keadaan, di samping tetap menghargai dan menjunjung tinggi persaudaraan.

 

Persaudaraan dalam Islam

Dalam Islam mengakui ada beberapa jenis persaudaraan atau ukhuwah. Diantaranya adalah ukhuwwah Islamiyah, yang artinya persaudaraan sesama umat Islam. Apapun warga negaranya, sepanjang seorang muslim, Islam mengakuinya sebagai saudara. Namun, Islam juga mengajarkan ukhuwah wathaniyah, yang artinya persaudaraan antar sesama satu bangsa atau negara. Dalam konteks ini apapun agamanya, sepanjang masih warga negara Indonesia, mereka bersaudara. Tidak hanya itu, Islam juga mengakui ukhuwwah basyariyah. Dalam hal ini adalah persaudaraan antar sesama manusia. Persaudaraan disini tidak memandang apa agamanya, apa negaranya, dan apa latarbelakangnya. Sepanjang mereka sebagai makhluk ciptaan Tuhan, maka mereka semua adalah saudara.

Jika Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan, sebagai seorang muslim, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, semestinya mayoritas penduduk negeri ini mengedepankan persaudaraan. Mari saling mengingatkan dan saling mengisi satu dengan yang lain. Tetap menjalin silaturahmi dengan melipat jarak melalui media sosial. Era milenial harus disikapi dengan suka cita, saling menghargai dan mengasihi antar sesama. Kemajuan teknologi jangan disalahgunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Jadikanlah kemajuan teknologi untuk mempererat tali persaudaraan.

Yang terakhir, pandemi memang menjadikan tidak menjalin temu satu sama lain pandemi juga membuat hilangnya budaya berkumpul, gotong royong, diskusi, pandemi juga menutup rumah ibadah, meliburkan sekolah, membuat kita takut keluar rumah tapi meski begitu semangat membantu dan bersilaturahmi jangan sampai hilang menyapa teman dengan melipat jarak sebagai pengganti sua. Semoga kita semua selalu dilindungi Allah, tetap jaga kesehatan, jaga jarak dan jaga doanya.

 

Penulis: Dedy Mustofa