Sisi menarik pasar tradisional dimulai dari sini!

Buk, ada sunl*ght?

Ada, Mas” (sambil nyodorin sabun cuci piring dengan merk lain).

Loh, yang sunl*ght saja ada, Buk?

Iya, ini juga sunl*ght, Mas”.

Perkembangan zaman memang membuat pilihan untuk berbelanja menjadi lebih beragam. Tidak hanya supermarket, jasa aplikasi online pun mulai bermunculan.

Iya, banyak aplikasi yang menawarkan jasa belanja sayur secara online, sekaligus diantar sampai di depan rumah dengan hanya bermodal ketukan di layar gawai. Eh, modal duwit juga ding.

Namun, kejadian atau percakapan seperti ilustrasi di atas hanya ada di pasar tradisional. Sebuah kerifan lokal yang cukup bikin cengar-cengir.

Stigma Pasar Tradisional

Dalam pandangan umum, pasar tradisional memang terkesan kotor, kumuh, tidak tertata, dan becek ketika musim hujan.

Selain itu, akses jalan yang sempit dan bau yang lebih “menonjol” juga hal yang menancap dalam gambaran banyak orang tentang pasar tradisional.

Sedangkan, pasar modern lebih terkesan bersih, barang lebih rapi dan mudah untuk dicari karena ditempatkan di satu titik.

Berbeda dengan pasar tradisional yang bahkan penjual ayam bisa saja berada di 15 lokasi yang berbeda secara acak.

Tapi, kini pasar tradisional juga sudah berbenah. Kebanyakan sudah memasang atap agar tidak panas dan kehujanan, khususnya agar tidak becek selepas hujan.

Sisi Menarik Pasar Tradisional

Pasar tradisional terkenal memiliki harga yang lebih murah. Saya menduga, hal ini adalah alasan utama kalau pasar tradisional tetap ramai.

Meski demikian, sisi menarik pasar tradisional tak hanya seputar harga yang murah. Untuk orang yang malas mandi dan memilih outfit yang pas, pergi ke pasar tradisional adalah sebuah solusi.

Memang sih, di pasar modern juga tidak ada ketentuan harus mandi dan memakai outfit tertentu, tapi tetap saja, sebagaimana manusia normal, ada semacam dorongan untuk menyesuaikan diri dengan sekitar.

Di pasar tradisional seakan lebih bebas untuk berpenampilan, bahkan belum mandi pun biasa saja. Saya juga biasanya belum mandi soalnya, xixixi.

Dapat berpenampilan apa adanya adalah hal “mewah” dalam dunia yang selalu mengutamakan outfit agar bagus di depan kamera.

Budaya Tawar Menawar

Oh, iya, harga murah di pasar tradisional juga dipengaruhi oleh budaya tawar-menawar yang dilakukan. Namun, tawar-menawar bagi sebagian orang tidak begitu menyenangkan. Bahkan sering dianggap menyebalkan, karena tidak semua orang memiliki skill tersebut.

Bagi Anda masuk kategori tersebut, gunakan saja trik lama, yakni pura-pura pergi ketika pedagang tidak menurunkan harga.

Iya, trik klasik ini sangat kompatibel untuk diterapkan. Apalagi, dengan pura-pura pergi, Anda juga akhirnya tahu kalau harga barang tersebut ada di kisaran segitu.

Modal pengetahuan tersebut bisa juga dipakai untuk belanja di penjual yang lain, kemudian ajukan penawaran di bawah harga tadi. Lumayan kalau bisa dapat lebih murah. Paling mentok, sih, dapat harga normal.

Obrolan Tulus dan Update Gosip Duniawi

Tawar-menawar adalah salah satu interaksi di sana. Tapi tentu tak hanya itu interaksinya. Ngobrol dengan penjual di pasar tuh kadang nyenengin dan jadi sisi menarik pasar tradisional.

Karena meski nggak kenal, obrolannya kelihatan tulus banget. Bukan sekadar basa-basi. Mereka akan benar-benar ingat identitas kita ketika awal perkenalan.

Hampir semua orang di pasar menyukai sebuah obrolan. Bahkan tukang parkirnya juga. Saya beberapa kali diajak ngobrol olehnya, mulai dari hal formalitas seperti identitas, sampai hal-hal random, seperti anjuran menikah saja agar ada istri yang belanja ke pasar.

Bapak ini memang menarik, sih. Pernah juga dia bilang begini, jika ingin cepet nikah, ikut saja majelisan agar dicarikan istri oleh Kyai di sana.

Obrolan yang random memang, tapi lumayan untuk membuat cengar-cengir ketika mengingatnya. Yah, bapak-bapak memang selalu ada lucunya.

Ngobrol dengan penjual pasar juga membuat kita paham isu yang sedang berkembang, beserta gosip yang beredar di masyarakat.

Hal yang tidak enak ketika belanja di pasar tradisonal mungkin hanya di awal saja, seperti bingung dengan letak pedagang yang ingin dituju, belum hafal harga, dan sebagainya.

Tapi ketika sudah hafal “peta” di pasar, mana saja yang jualan ini-itu, serta penjual mana yang murah, maka, mengunjungi pasar akan terasa menyenangkan.

Apalagi kalau sudah punya langganan. Biasanya akan lebih sering mendapatkan bonus, entah berupa harga, kuantitas barang yang dibeli, maupun bonus berupa saling sapa dan keramahannya.

Hal-hal tersebut tentu jauh berlipat-lipat lebih menyenangkan ketimbang belanja di pasar modern. Dalam hal yang lebih ekstrim, pergi ke pasar tradisional juga bisa menjadi semacam “healing” dalam kehidupan yang serba digital dan minim interaksi. Iya, hal yang mulai luntur akibat hadirnya gawai dan kemajuan teknologi.

Sehat-sehat para pedagang pasar tradisional…

Editor: Lail

Gambar: Pexels