Buat kalian yang masih duduk di bangku SMA, ataupun yang sudah mau memasuki masa-masa perkuliahan, pasti sudah tidak asing lagi dengan kata yang satu ini. Yup, gap year.

Buat yang belum tahu maksud dari kata ini, gap year adalah suatu keputusan untuk menunda mengambil jenjang perkuliahan selama satu atau beberapa tahun. Tentu keputusan ini diambil seseorang karena berbagai macam alasan.

Sebagai contoh, sebelumnya pernah mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi negeri, namun sayang sekali belum rezeki alias ditolak. Kemudian, memilih untuk mencoba lagi seleksi masuk perguruan tinggi negeri di tahun selanjutnya(seperti saya contohnya, hehe).

Ada juga yang memang mencoba mencari pengalaman kerja terlebih dahulu sebelum kuliah. Ya… hitung-hitung bisa menambah uang kuliah. Atau mungkin, ada juga yang memilih untuk rehat sejenak dan mempelajari hal-hal baru. Dan masih banyak lagi alasan-alasan lainnya.

Sebelumnya, Saya akan berbagi cerita pengalaman saya sendiri sebagai salah satu orang yang memilih gap year. Seperti yang  saya katakan sebelumnya, saya pernah mengikuti seleksi Perguruan Tinggi Negeri. Saat itu saya mengikuti tiga jalur seleksi. Namun ketiganya tidak ada yang lulus. 

Waktu itu saya tidak memilih Perguruan Tinggi Swasta, sebab jurusan yang saya inginkan agak sulit ditemukan di Perguruan Tinggi Swasta. Sekalipun ada, biaya yang dikeluarkan cukup besar. Awalnya saya pikir tidak masalah hanya menunda satu tahun lagi.

Selama kurang lebih satu tahun itu akan saya gunakan untuk belajar lebih giat lagi, mencari skill baru, dan lain sebagainya. Namun yang namanya rencana, tidak semuanya berjalan mulus. Ada masanya saya mengalami kecewa, sedih, stress, dan bimbang.

Ada masanya orang-orang menganggap kita sebagai anak yang malas dan menunda-nunda kuliah. Tapi setiap hal pasti punya sisi negatif dan positif. Sebelum ke sisi negatifnya gap year, saya mau membahas dahulu apa sih yang jadi sisi positifnya gap year? Inilah beberapa sisi positif gap year yang saya dan beberapa teman gap year saya rasakan.

1. Gap year sebagai ajang mempersiapkan diri

Di saat gap year inilah kita bisa mencari tahu seperti apa jurusan kuliah yang kita inginkan itu. Mulai dari apa saja yang akan dipelajari, seperti apa peluang kerjanya nanti, harus kemanakah universitas yang akan kita tuju nanti, dan lain sebagainya.

Jika sebelumnya sudah memantapkan diri dengan jurusan dan universitas yang dipilih, akan lebih bagus. Selain itu, saat gap year kita bisa mempersiapkan diri untuk mencari info seputar beasiswa.

2. Memperbaiki kesalahan belajar sebelumnya

Bagi yang sebelumnya pernah mengikuti ujian seleksi masuk perguruan tinggi, namun belum lulus juga, ini salah satu cara yang biasanya diambil. Mungkin sebelumnya cara belajar yang kita gunakan kurang efektif, atau mungkin kita sempat bersantai-santai dan kurang bersungguh-sungguh, inilah kesempatan kita untuk memperbaiki cara belajar.

Ini saya lakukan ketika saya menjalani gap year selama beberapa bulan lamanya. Saya mencari cara belajar saya yang sesuai, sehingga nantinya materi yang akan diujikan dapat dipahami. Dan saya bersyukur, saya sudah menemukan cara belajar yang cocok untuk saya.

Bagi yang belum tahu cara belajarnya seperti apa, bisa dimulai dari mencoba cara belajar orang lain. Jika cocok, boleh diteruskan. Tentu belajar harus diiringi dengan berdoa, supaya segalanya dilancarkan.

3. Menemukan skill baru atau mengasah skill yang selama ini jarang terlatih

Satu hal yang amat saya syukuri ketika menjalani masa gap year ini adalah saya bisa mengasah kemampuan menulis saya yang selama ini sulit saya latih karena kesibukan sekolah pada saat itu. Selama gap year, saya mengikuti lomba-lomba kepenulisan.

Walaupun jumlah penghargaannya bisa dihitung jari. Dari situ saya mulai rajin melatih kemampuan menulis saya, termasuk dengan menulis artikel ini. Tentunya, kemampuan ini akan bermanfaat ketika saya kuliah nanti.

Bagi kalian yang mungkin ingin belajar hal baru ataupun punya hobi yang sebelumnya sulit dilakukan karena kesibukan saat sekolah, inilah saatnya. Jadi, bagi kalian yang menjalani gap year, ini adalah salah satu benefit yang sangat patut kita syukuri. 

4. Jika berkerja dulu, dapat membantu orang tua untuk membiayai kuliah nanti

Sekarang saya akan membahas sisi negatif yang saya rasakan ketika menjalani gap year. Seperti yang saya singgung sebelumnya, saya seringkali bertemu dengan orang-orang yang memiliki stigma soal gap year. Mereka beranggapan bahwa mengambil jeda selama satu tahun itu sama saja menunda-nunda. Atau bahkan ada yang bilang kalau itu sifat pemalas.

Hal itu pernah saya alami ketika saya baru saja pulang berbelanja, lalu saya menaiki ojek yang kebetulan pengemudinya ini kenal dengan saya. Kurang lebih, percakapan kami seperti ini:

“Dek, sekarang sudah kuliah, ya? Kuliah di mana sekarang?”

“Saya belum kuliah, Pak. Kemarin sudah tes, tapi belum lulus. Tahun depan saya mau mencoba lagi.”

“Ah, kalau tahun depan sih kamunya keburu malas.”

Dan masih banyak ucapan-ucapan seperti itu yang saya dengar. Kesal gak sih, kalau sering mendengar kata-kata seperti itu? Mereka tak tahu seberapa kerasnya kita bangkit dari kegagalan, seberapa kerasnya kita berjuang untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.

Tapi waktu itu saya pernah mendengar kata-kata yang memotivasi saya: “Kita diberikan tangan hanya dua. Kita tidak akan mampu menutup mulut manusia yang jumlahnya banyak itu. Dua tangan itu tujuannya untuk menutup telinga kita. Menutup dari segala omongan negatif. Lalu fokuslah dengan apa yang harus kita kejar. Sehingga ketika kita meraihnya, orang-orang itu akan bungkam.”

Ya, kurang lebih kalimatnya seperti itu. Intinya, dalam keadaan apapun perkataan orang akan senantiasa menyakiti kita. Kita hanya perlu menggunakan kacamata kuda kita, lalu fokus dengan apa yang ingin kita kejar.

Tetap semangat ya, teman gap year! Semoga tahun selanjutnya akan menjadi tahun kita untuk meraih mimpi. Ingat, ya. Gap year itu tidak buruk.